Selamat Datang Bank Jatim Syariah

Oleh :
Irwan Setiawan
Anggota komisi C DPRD Jawa Timur dari PKS 

Harapan masyarakat Jawa Timur akan hadirnya Bank Syariah akhirnya dapat terealisir. Hal ini menyusul pengesahan Rancangan Peraturan Daerah baru tentang Perseroan Terbatas (PT). Bank Jatim Syariah pada 28 November 2018 lalu. Setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya DPRD bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengesahkan Raperda PT Bank Jatim Syariah. Dengan demikian, masyarakat Jawa Timur memiliki bank syariah sendiri, yakni Bank Jatim Syariah.
Raperda PT. Syariah ini diajukan untuk memberikan payung hukum atau dasar hukum bagi pembentukan Badan Usaha Milik Daerah baru, yakni PT. Bank Jatim Syariah, sebagai hasil metamorfasa dan spin off Unit Usaha Syariah dari PT. Bank Jatim. Perubahan status hukum bidang usaha ini, tentu saja sudah dipertimbangan secara matang, yakni kondisi dan prospek bisnis bidang keuangan dan perbankan di Jawa Timur ke depan, keputusan untuk melakukan spin off tersebut juga didasarkan pada pertimbangan analisa kelayakan investasi oleh analis investasi yang profesional dan independen. Pendek kata, perluasan dan pengembangan bisnis keuangan dan perbankan baru dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, dan politik, diyakini memiliki visibilitas bisnis yang cukup prospektif ke depan. Apalagi, dengan karakter sosio-religiusitas masyarakat Jawa Timur yang sangat kuat, prospek perbankan syariah di Jawa Timur diprediksi akan dapat berkembang dengan baik.
Secara yuridis-formal, Pelepasan tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa Dalam hal Bank Umum Konvensional (BUK) memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Artinya berdasarkan ketentuan tersbeut, spin off baru dapat dilakukan pada tahun 2023 mendatang.
Sebagaimana dijelaskan dalam nota penjelasan gubernur, Raperda yang diajukan ini dalam rangka untuk memberikan payung hukum terkait rencana melakukan pelepasan (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) yang telah dimiliki PT. Bank Jatim untuk dijadikan sebagai usaha perbankan mandiri, yakni Bank Umum Syariah. Namun, karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana di atur dalam pasal 68 (1) Undang-Undang 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, kemudian pengusul Raperda ini menyandarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 Pasal 40 ayat (2) tentang Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 15/14/PBI/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah ditentukan bahwa dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 belum terpenuhi, BUK dapat melakukan pemisahan UUS menjadi BUS dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut. Dengan demikian, maka pemisahan (spin off) UUS menjadi BUS dapat dilakukan dengan tidak harus memenuhi kondisi atau syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang perbankan Syariah tersebut.
Catatan Akhir
Ada beberapa catatan terkaiat dengan pengesahan Raperda tentang PT. Bank Jatim Syariah, sebagai berikut; Pertama, Selain karena sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan internal dan eksternal, perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan payung hukum (baca: dasar dan kepastian hukum) terhadap rencana pelaksanaan pelepasan (spin of) salah satu lapangan usaha PT. bank Jatim, yakni Unit Usaha Syariah berubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS) atau menjadi PT. Bank Jatim Syariah secara mandiri. Perubahan status hukum ini diharapkan akan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja BUMD Jawa Timur, khususnya disektor perbankan dan perekonomian Jawa Timur secara umum.
Kedua, Untuk memberikan kepastian hukum dan legalitas PT. Bank Jatim Syariah, syarat-syarat formil untuk pendiriaan BUS baru harus dipenuhi, diantaranya; adanya ijin Bank Indonesia, termasuk di dalamnya persyaratan-persyaratan formil yang harus dipenuhi agar mendapatkan surat ijin dari BI. Terkait dengan kekurangan syarat formil, Direksi Bank Jatim yang secara korporasi telah berkomitmen dan bertanggungjawab penuh untuk menyelesaikan izin prinsip dan izin usaha atau izin operasional sesuai jadwal yang sudah disepakati, baik dengan DPRD maupun dengan Otoritas Jasa Keuangan. Penulis mendorong agar syarat formil ini untuk mendapatkan legalitas dari BI dapat segera diselesaikan secepatnya.
Ketiga, Kebijakan Spin off dengan jalan membentuk Bank Umum Syariah, yakni PT. Bank Jatim Syariah, berkonsekwensi pada pemenuhan kecukupan modal. Sebagai pemegang saham mayoritas, Pemerintah Provinsi harus melakukan penyertaan modal baru dalam pendirian PT. Bank Jatim Syariah. Konsekwensinya tentu saja berdampak pada perubahan Perda No. 8 Tahun 2003 tentang Penyertaan Modal yang akan menjadi dasar hukum dilakukannya penyertaan modal oleh pemerintah provinsi Jawa Timur kepada PT. Bank Jatim Syariah. Sesuai dengan Perda penyertaan modal yang baru, akan mendapatkan kucuran dana sebagai modal sebesar Rp 525 milyar. Kebutuhan ini akan disediakan oleh APBD 2019 secara bertahap, yakni APBD reguler Tahun 2019 sebesar 200 milyar Rupiah, dan selebihnya sebesar 325 milyar Rupiah akan dianggarkan melalui APBD Tahun 2019 perubahan.
Ketiga, Terkait dengan modal dasar PT. Bank Jatim Syariah. Jumlah sebesar Rp 525 milyar, tentu saja bukan angka “asal-asalan”, tapi perlu ada rasionalisasi dan visibilitasnya. Rasionalsiasi dan visibilitas perangkaan ini dapat dilihat dan diketahui dari bussines plan dari rencana Bank Umum Syariah. Namun sangat disayangkan, sampai pembahasan terakhir, dokumen visibility studi termasuk bussines plan dari PT. Bank Jatim tidak dihadirkan. Namun demikian, pada prinsipnya, kita mendorong agar setiap rencana ekspansi bisnis yang dilakukan PT. Bank Jatim Syariah dengan penyertaan modal dari APBD- agar dapat dilakukan dan dijalankan secara lebih prudent, transparan dan akuntabel. Ini sebagai wujud dan prinsip dari Good Corporate Governance (GCG).
Dengan disahkan Raperda tentang PT. Bank Jatim Syariah ini, Jawa Timur akhirya memiliki perbankan syariah sendiri. Semoga dengan potensi bisnis perbankan syariah yang cukup besar di Jawa Timur ini, PT. Bank Jatim Syariah ini mampu bersaing lebih kompetitif dengan perbankan-perbankan lainnya, termasuk perbankan syariaah di Jawa timur. Lebih dari itu, akan memberikan efek sosial-ekonomi bagi perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: