Sempat Menolak, Wisnu Akhirnya Setuju Dolly Ditutup

statik.tempoPemkot Surabaya, Bhirawa
Setelah sempat terjadi tarik ulur, akhirnya Wawali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana akhirnya menuruti keputusan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang memajukan penutupan lokalisasi prostitusi Dolly menjadi 18 Juni 2014. Pria yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Surabaya tersebut mengakui, pihaknya sempat ingin menerjunkan kader partai kalau penutupan Dolly dilakukan secara represif.
Setelah bertemu dengan warga Dolly beberapa pekan lalu, kata Wisnu, terungkap warga menolak penutupan. Dia juga mengaku mendapati fakta kalau instansi terkait seperti Dinas Sosial Surabaya memberikan laporan mengenai Dolly yang tidak sesuai kepada Risma.
Untuk itu, ia berharap, hasil pertemuan antara dirinya dan warga Dolly yang telah dilaporkan secara lisan kepada Risma bisa menjadi pertimbangan. Kendati begitu, ia tetap mengkaji bagaimana konsep Risma menutup tempat prostitusi yang disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara itu.
Termasuk, keputusan Risma yang memajukan penutupan Dolly yang semula pada 19 Juni 2014 menjadi 18 Juni 2014 juga menjadi pertimbangannya. “Kalau keputusan Bu Risma memajukan menutup pada 18 Juni 2014, ya saya sebagai wakilnya menurut pada beliau,” katanya di Balai Kota Surabaya, Selasa (3/6).
Wisnu memastikan selalu berada di belakang untuk mendukung Risma. Terkait isu jaminan kompensasi untuk Pekerja Seks Komersial (PSK) hingga mucikari Dolly,  ia meyakini kalau Risma sudah siap secara pendanaan.
Wisnu juga memastikan, kalau PDIP tidak akan mengerahkan kadernya untuk melindungi Dolly jika ditutup secara represif. Ia berharap, kemungkinan terjadinya gesekan saat penutupan Dolly nantinya harus dihindari. “Lagipula seluruh kekuatan kami (PDIP) saat ini berkonsentrasi untuk memenangkan Pilpres 9 Juli 2014,” ujar anak mantan Sekjen PDIP Soetjipto itu.
Seperti diberitakan Bhirawa Selasa (2/6) kemarin, Risma bertemu Menteri Sosial Salim Segaf al Jufridi, yang keduanya sepakat bahwa Dolly tetap harus ditutup. Selain itu Menteri Sosial akan mengeluarkan uang sebesar Rp 8 miliar untuk kebutuhan para PSK pasca penutupan. Rinciannya memberikan jatah hidup sebesar Rp 20.000 per hari selama tiga bulan, uang transportasi untuk pulang ke kampung asal Rp 250.000 dan modal usaha Rp 3 juta. Selama tiga bulan setelah kepulangan mereka, akan dilakukan pendampingan sehingga memastikan mereka tidak kembali lagi ke prostitusi dan usaha mereka berjalan.
Selain itu, Risma pernah menjanjikan wilayah Dolly akan diubah menjadi kawasan industri kreatif bagi masyarakat Surabaya. “Penutupan Dolly tidak akan diundur. Malah akan dimajukan, Insyaallah 18 Juni ini Dolly akan ditutup,” kata Risma kemarin.
Sementara itu Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas, mengapresiasi rencana mempercepat penutupan lokalisasi prostisusi Dolly oleh Pemkot Surabaya. Yunahar juga menyambut positif jika ada rencana membangun Islamic Centre di bekas tempat prostitusi Gang Dolly tersebut. “Umat Islam semua mendukung rencana Bu Risma,” kata Yunahar di Jakarta.
Ketika ditanya apakah memungkinkan mendirikan Islamic Centre di wilayah bekas prostitusi Dolly? Yunahar menyerahkan sepenuhnya rencana itu kepada Pemkot Surabaya. ”Tapi yang terpenting adalah tempat tersebut harus diridhoi oleh Allah,” ujarnya.

Panti Kediri Penuh
Sementara itu dampak rencana penutupan lokalisasi  Dolly mulai 18 Juni mendatang mulai  dirasakan sejumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur  di Kediri.
Panti Rehabilitasi Dinas Sosial Jawa Timur yang ada di Kediri kedatangan sebanyak 26 PSK dari lokalisasi Moro Seneng, Surabaya, Selasa (3/6).  Padahal Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur  di Kediri, hanya mampu menampung 60 orang.
UPT Panti Rehabilitasi Sosial Tuna Susila merupakan, satu-satunya panti rehabilitasi terbesar di Jawa Timur. Panti rehabilitasi yang terletak di Jalan Semeru Kelurahan Campurejo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, ini hanya memiliki kapasitas penampungan 60 orang. Dan saat ini saat ini sudah terisi 56 orang PSK. Sehingga  eksodus PSK dampak dari penutupan  Dolly tidak bisa ditampung seluruhnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Panti Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur Tini Widiati mengatakan, pihaknya telah menerima kiriman PSK dari Moroseneng kemarin. “Di sini menampung para PSK dari berbagai daerah di Jawa Timur. Seperti kemarin, kami baru saja menerima sebanyak 26 PSK dari Moroseneng Surabaya,” kata Tini Widiati,
Karena keterbatasan kapasitas ruangan, UPT Panti Rehabilitasi dipastikan tidak dapat menampung seluruh PSK sebagai imbas penutupan Dolly dan lokalisasi dari daerah lain seperti, Bojonegoro, Sumenep dan Gresik.
Sementara, para PSK akan menjalani masa rehabilitasi selama empat bulan. Mereka akan diberikan sejumlah keterampilan, dan pembinaan mental kerohanian. Mereka juga diberikan keleluasaan berkomunikasi dengan keluarga dan teman melalui fasilitas ponsel, namun dilarang untuk keluar atau pulang sebelum masa rehabilitasi berakhir. [geh.ira.mb2]