Sertifikasi Dakwah

Pemerintah melalui Kementerian Agama me-wacana-kan penerbitan sertifikat dakwah. Tidak bermaksud menghalangi kegiatan dakwah (semua agama), melainkan memberi jaminan lebih menenteramkan umat. Proses sertifikasi akan menjadi per-kuliah-an juru dakwah sebagai bekal “membimbing” umat. Negara berkewajiban menjamin ketenteraman masyarakat. Sekaligus memiliki kewenangan mengatur kehidupan sosial dalam bernegara.

Pelaksanaan ibadah keagamaan dijamin konstitusi. UUD pasal 28E ayat (1) menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran ….” Begitu pula kinerja profesi juru dakwah agama-agama, dijamin konstitusi. UUD pasal 28E ayat (3), menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Sehingga peribadatan, dan kegiatan penunjang peribadatan menjadi “domain” masyarakat.

Paradigma dakwah Islam mengajarkan metode dakwah sebagai rahmatan lil ‘alamiin (kemanfaatan seluruh alam). Ber-visi utama amar ma’ruf (menyeru kepada kebajikan). Namun tak jarang kegiatan dakwah agama menjadi pemicu ke-gaduh-an sosial, dan tawur sosial. Maka negara wajib melindungi kelompok “korban” dakwah, dan kelompok minoritas. Masih banyak pula dakwah agama, nyata-nyata menghina sesama umat se-agama, dan kelompok lain yang berbeda keyakinan agama.

Realitanya, masih banyak dakwah agama berisi olok-olok, dan menista kelompok lain. Banyak juru dakwah merasa keyakinannya paling benar, yang lain salah. Menuduh kelompok lain sebagai sesat, dan kafir. Ironisnya, sebagian juru dakwah terpapar ekstremisme, dan radikalisme kelompok trans-nasional. Terpapar gerakan terorisme internasional. Maka negara wajib mengatur sebagai perlindungan, sesuai konstitusi, tercantum dalam pembukaan UUD alenia ke-empat.

Lebih ironis, karena kelompok ekstremisme dan radikalisme tergolong angat minoritas! Manakala kelompok mayoritas melawan, niscaya akan tertumpas (termasuk secara fisik). Namun kelompok radikalis selalu berlindung di balik konstitusi (UUD), sebagai kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Walau gerakannya nyata-nyata bertujuan mengubah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada era modern saat ini radikalisme lazim dipandang sebagai akibat sosiologis, atau aksi balasan. Terutama pada suasana kolonialisme (penjajahan), dan diskriminasi yang dikritisi negara-negara seluruh dunia. Tidak seluruh radikalisme dilakukan oleh penjahat residivis. Pada kasus radikalisme non-agama, biasanya dilakukan karena “tekanan” negara terhadap kelompok etnis di kawasan khusus. Namun perjuangan memajukan masyarakat, tidak dapat dilakukan dengan cara kriminal.

Seluruh agama-agama masing-masing memiliki pola membentuk juru dakwah. Antaralain terdapat pesantren, sekolah Alkitab, per-kuliah-an berbasis literasi agama. Dalam paradigma agama juga terdapat “hierarkhis sosial” ke-tokoh-an berdasar keilmuan agama. Ada sebutan ustadz, kyai, ulama, pastor, pendeta, bhiksu, pedande, resi, dan xueshi. Seluruhnya domain internal masyarakat agama-agama. Seluruhnya ber-kinerja dalam koridor kebajikan universal.

Kehadiran (pengaturan) negara melindungi kelompok minoritas yang “mbeling” sekaligus mengarahkan kembali pada keniscayaan pluralisme (ke-bhineka-an) ke-Indonesia-an. Sesuai amanat pembukaan UUD alenia ke-empat, “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia … dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ….”

Mustahil bisa melaksanakan amanat tujuan pembentukan pemerintah Negara RI, bila suasana dalam negeri tidak damai. Konstitusi juga meng-amanat-kan kepada penyelenggara negara mengatur pelaksanaan kebebasan pada pasal lebih awal (sebelum pasal 28E). Dinyatakan dalam pasal 28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”

Sertifikasi dakwah diproses bersama beberapa Lembaga Negara. Antaralain, BIN (Badan Intelijen Negara), BNPT (Badan Nasional Pemberantasan Terorisme), dan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Tetapi pemerintah masih harus berkonsultasi dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan.

——— 000 ———

Rate this article!
Sertifikasi Dakwah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: