Siapkan Skenario Masuk Sekolah Absensi Ganjil-Genap

Sejumlah Guru SMP 17 Agustus 1945 (SMPTAG) Surabaya, melakukan Pemantapan pembelajaran tatap muka sesuai protokol kesehatan, Selasa (4/8).

SMP Swasta Belum Tambah Fasilitas Pembelajaran Tatap Muka
Surabaya, Bhirawa
Pemantapan pembelajaran tatap muka jenjang SMP di Surabaya terus dilakukan. Selasa (4/8), giliran SMP 17 Agustus 1945, SMP YBPK 1, SMPN 19, SMP Santo Carolus dan SMPN 52 Surabaya yang melakukan simulasi protokol kesehatan untuk pembelajaran tatap muka.
Kepala SMP 17 Agustus 1945 (SMPTAG), Wiwik Wahyuningsih menuturkan pihaknya sudah menyiapkan beberapa skenario saat proses belajar mengajar dilakukan di sekolah. Misalnya membagi kedatangan siswa melalui absensi ganjil dan genap di setiap harinya.
“Misalnya kelas 7 hari senin masuk dengan absensi ganjil, hari selasanya absensi genap yang masuk. Begitupun kelas 2 dan 3. Jadi dalam seminggu anak-anak masuk sekolah seminggu sekali dengan jumlah terbatas. Sisanya yang tidak masuk, bisa mengikuti pembelajaran daring,” ujar dia, Selasa (4/8).
Wiwik juga menuturkan selama masa pandemi ini pihaknya juga melakukan perampingan kurikulum. Seperti halnya untuk mata pelajaran IPS dengan materi Pangeran Diponegori yang diberikan di kelas 1, jika ada pengulangan di kelas 8 dan 9 maka akan dirampingkan. Tak hanya itu, jam pembelajaran pun maksimal selama 4 jam dengan masing-masing durasi mapel 1 jam belajar.
“Kita pilih yang paling esensial. Jadi kalau KD nya sudah pernah diajarkan atau yang tidak esensial kita kurangi. Kita bedah kurikulum untuk perampingan bersama guru mapel,” papar dia.
Wiwik juga menambahkan untuk persiapan pembelajaran tatap muka, pihaknya berencana melakukan penerapan protokol kesehatan sejak dari tumah. Jadi orang tua harus memantau kondisi anak sehat dan tidak memiliki komorbid.
“Serta memastikan yang mengantar dan menjemput adalah orang yang sama dan bukan ojol.Sampai ke sekolah ya selayknya protokol kesehatan dengan cek suhu badan dan cuci tangan,”ujarnya.
Selain SMPTAG, setidaknya ada 9 sekolah swasta dari 21 sekolah yang menjadi pilot project pembelajaran tatap muka ditunjuk mewakili wilayahnya. Dikatakan perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua MKKS SMP swasta wilayah Surabaya Timur, ini sebelum penunjukan sekolah sebagai pilot project, secara rutin Dindik melakukan pendataan, pembelajaran dan evaluasi daring.
“Kemudian seluruh SMP negeri dan Swasta minggu lalu ada video call dengan wali kota terkait kesiapan sekolah jika ada pembelajaran. Kemudian ditunjuk tiap wilayah harus ada perwakilan, saya tidak tahu dasarnya apa ditunjuk,” jabar dia. Karena waktu yang terbatas, katanya, sekolah tidak menambah sarana prasarana untuk memenuhi protokol kesehatan sejumlah siswa yang direncanakan akan mengikuti pembelajaran tatap muka.
“Ada sekolah yang memang sampai beli bilik disinfektan untuk simulasi ini.Tapi kami awalnya membayangkan pandemi segera berakhir dan anak segera masuk, jadi kami belum nambah sarana prasarna. Jadi untuk simulasi ini kami masih apa adanya dulu,”urainya. Apalagi, dikatakan Wiwik, dalam simulasi ini akan dievaluasi protokol kesehatan sekolah dan juga kesiapaannya. Jika sekolah tidak siap maka tidak akan dibuka pembelajaran tatap muka.
Dalam waktu yang singkat, Wiwik baru selesai menambahkan protokol berangkat dan pulang sekolah jika pembelajaran tatap muka jadi diadakan. Serta membuat form persetujuan wali murid untuk pembelajaran tatap muka.
“Karena tidak tahu pandemi akan berakhir kapan. Jadi harus menyiapkan sejak dini memang, 84 persen orang tua setuju anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka,”paparnya.
Meskipun cukup antusias dengan pembelajaran tatap muka, karena akan mudah mengawasi anak dalam pembelajaran. Tetapi kekhawatiran akan pandemi yang masih menyebar juga tidak dibantah pihak sekolah.
“Masih ada pandemi sebenarnya takut apalagi bisa saja pengawasan lalai. Karena anak juga bisa saya membuka masker, tukar alat makan dan tidak sengaja melanggar protokol kesehatan,”pungkasnya.
Ditemui di kesempatan yang sama, Kabid menengah Dindik Kota Surabaya, Sudarminto menuturkan dari 21 sekolah yang terjadwal simulasi, tidak seluruhnya menjadi uji coba atau simulasi protokol kesehatan di sekolah. Pasalnya hal tersebut didasarkan dari hasil penilaian secara protokol sekolah, pemenuhan sarana prasarana, dan pemenuhan sumber daya manusia (SDM) serta mendapat ijin dari gugus tugas Covid-19. Sementara dari hasil evaluasi enam sekolah pada dua hari terakhir akan dilakukan kajian bersama para ahli terkait.
“Hasil evaluasi enam sekolah di hari pertama kita ada rapat di pemkot. Dari rapat kita melakukan simulasi dengan matang. Karena kajianmya akan dilakukan dengan ahli terkait pandemi, dari ahli kesehatan dan OPD terkait. Dan untuk memutuskan rekom sekolah bisa masuk atau tidak harus berzona hijau dulu,” papar dia usai melakukan peninjauan simulasi di SMPTAG.
Pihaknya juga menambahkan karena masih dalam masa ujicoba, masa pembelajaran pun tidak normal. Yang semula setiap mapel membutuhkan jam pembelajaran 40 menit menjadi 25-30 menit. Yang biasanya ada istirahat di sela pembelajaran hsrus ditiadakan.
“Durasi (pembelajaran) jangan melebihi makan siang. Jm 11 an anak-anak bisa pulang dirumah. Karena kami juga menghindari tukar makanan dan berkelompok,” kata dia.
Pelaksanaan simulasi ini, jelasnya, untuk memastikan pihak sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Sehingga, ketika siswa masuk, sekolah tidak gagap.
“Kita terus mensimulasi sekolah-sekolah yang jadi pilot projek, meninjau protokol kesehatan apakah sudah benar atau belum, sarana prasarana terpenuhi, kelayakan masuk siap, maka kita sarankan ke 25-52 persen lebih dulu untuk masuk sekolah,” urainya. Namun, jika sekolah tidak mau menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, harus ada kajian atau pertimbangan.
“Misalnya orangtua tidak mengijinkan anak masuk sekolah karena (anak) punya kormobid, ini tidak masalah. Bisa ikut belajar daring. Begitupun untuk guru, jika punya kormobid ini harus mengajar daring,” ujar dia.
Terkait kesiapan sekolah dalam mengadakan pembelajaran tatap muka, dijelaskan Sudarminto bahwa sebulan sebelumnya, sekolah sudah diminta menyusun SOP protokol kesehatan disekolah. Jika sekolah tidak punya protokol akan dilarang mengadakan pembelajaran tatap muka.
“Semua sekolah membuat SOP protokol. Dan kami menunjuk perwakilan di setiap wilayah dari hasil SOP tersebut. Kemudian mengerucut menjadi 21 pilot projek. Dan simulasi ini juga bagian dari itu, ” tandasnya. [ina]

Tags: