Situbondo Terbentur Maraknya Penolakan, Mojokerto Terbantu Dukungan Lintas Elemen

Rombongan perwakilan Unicef dan wartawan Situbondo bersama Kepala Puskesmas Wates dan babinkamtibmas serta pengurus posyandu balita Mangga Madu Banjar Anyar, Kota Mojokerto. [sawawi]

Mengikuti Kunjungan Unicef ke Dinas Kesehatan Kota Mojokerto (2-habis)
Kab Situbondo, Bhirawa
Outbreak response imunization (ORI) dipteri yang digagas pemerintah dan didukung Pemprov di tanah air ternyata di lapangan tidak semuanya berjalan mulus. Terutama di daerah yang memiliki letak geografis pegunungan dan lautan seperti Kabupaten Situbondo. Selain itu, maraknya penolakan dari komunitas pondok pesantren (ponpes) besar maupun kecil yang tersebar di Kota Santri Situbondo membuat program ini belum sepenuhnya memenuhi target, minimal 95 persen. Tak hanya itu saja, tidak bagusnya strategi yang dipilih jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo ikut mendorong pencapaian ORI dipteri meleset dari sasaran dan target yag dipatok pemerintah.
Untuk mendapatkan data yang valid, saat itu Bhirawa mengkonfirmasi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Abu Bakar Abdi, perihal alasan dan kendala tidak tercapainya ORI dipteri di Situbondo. Namun Abu Bakar Abdi meminta wartawan koran ini untuk menghubungi Kabid (Kepala Bidang) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Edi Suprapto. Kata Edi, tidak tercapainya Ori dipteri di Situbondo dipicu oleh berbagai alasan.
Satu diantaranya, sebut dia, karena banyaknya penolakan dari ponpes mulai di Kecamatan Banyuglugur hingga Kecamatan Banyuputih. “Alasan lain banyak sekolah yang baru siap mengerjakan ORI bulan Desember 2018 ini. Sebab sebelumnya banyak sekolah sedang menghadapi UAS dan ujian semester serta menghadapi liburan panjang,” aku Edi.
Masih kata Edi, dengan kendala tersebut pihaknya akan menyiapkan rencana lain setelah liburan untuk melakukan sweping disekolah sekolah. Untuk ORI di ponpes, lanjut Edi, sebenarnya pihaknya sudah melakukan komunikasi tetapi masih ditolak dengan alasan ponpes meminta waktu yang tepat. “Ponpes ponpes itu meminta waktu yang tepat. Sebagian ponpes masih dihadapkan pada acara haul akbar sehingga mereka belum bisa menyiapkan secara maksimal. Upaya lain masih kami cari sambil berjalan, mudah mudah bisa secepatnya terpenuhi,” kupas Edi.
Edi menambahkan, elemen yang paling krusial alasannya karena banyak ponpes yang belum siap menerima ORI karena terkendala jadwal di internal popes yang bersangkutan. Edi juga mengakui untuk stock logistik program ORI dipteri saat ini sudah memadai. Edi memastikan kekurangan strategi petugas di lapangan yang belum sesuai sehingga target ORI ketiga di Situbondo meleset dari target. “Kalau daerah lain yang digarap adalah anak sekolah terlebih dahulu, baru mencari elemen yang belum. Yang jelas kurangnya strategi saja yang membuat Situbondo tidak mencapai target,” jelas Edi.
Sebenarnya ORI dipteri tahap kesatu dan kedua di Kabupaten Situbondo berjalan dengan baik dan memenuhi target dari pemerintah, meski menyandang status KLB (kejadian Luar Biasa). Khusus untuk sasaran ORI kepada masyarakat yang notabene berada diluar ponpes dan sekolah, lanjut Edi, mampu berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
“Baru ORI tahap ketiga ini target tidak terpenuhi dan bahkan tersendat. Yang jelas kami akui strategi kurang. Padahal keterlibatan ormas, polisi, TNI, muslimat NU dan PKK seperti didaerah lain sudah kami maksimalkan,” tegas Edi seraya mengakui dirinya sudah melobi anggota dewan untuk membantu ORI di ponpes terbesar di Situbondo.
Dampak dari belum tercapainya target ORI dipteri di Kabupaten Situbondo langsung dievaluasi oleh Pemprov Jatim belum lama ini. Namun pada prinsipnya, terang Edi, program ini sudah dilaksanakan, meski ada berbagai penolakan dari elemen ponpes dan sekolah.
“Kalau sudah ditolak kami tidak bisa memaksa. Tentu kami tetap berupaya melobi komunitas tertentu itu agar bisa menerima program ORI dipteri ini. Target tiap daerah setahu kami minimal 90 persen. Saya optimis target akan tercapai sambil melihat evaluasi di lapangan,” pungkas Edi Suprapto, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Situbondo.
Sementara itu Kepala Puskesmas Wates, Kota Mojokerto, Puji Citra Mayangsari, mengatakan, pelaksanaan ORI dipteri di sekolah seperti SMK/SMA jadwalnya kadang tidak menentu dan berbeda dengan jadwal pos yandu yang sudah tertata dengan rapi. Jika tetap ada anak yang lari, kata Citra, petugas siap melakukan sweping atau melobi orang tua anak.
“Kami sudah sering melakukan sosialisasi dipteri dan dampaknya serta melakukan penyuluhan. Rata rata mereka sudah sadar akan dampak dipteri yang sangat berbahaya. Mereka lalu mengerti dan paham serta mau ikut ORI,” tegas Citra.
Masih kata Citra, keberhasilan ORI di diwilayahnya karena murni dibantu berbagai lemen seperti babinkamtibmas, PKK, kelurahan, kader kesehatan, Dinkes serta bantuan berbagai inovasi dari para petugas posyandu. “Semua keberhasilan ini banyak didukung oleh cara kami melakukan pencegahan dan lembaran kartu guna untuk memperlancar program Dinkes Kota Mojokerto mulai dari awal hingga akhir program,” terang Citra.
Disisi lain, Arie Rukmantara Kepala Perwakilan Unicef untuk Pulau Jawa menandaskan, imunisasi dipteri perlu dikampanyekan dan dilaksanakan karena memiliki resiko penularan dan tingkat resiko bahaya bagi kota lain meski sudah menyandang status bebas dipteri. Artinya, ujar Arie, harus ada waktu investasi terbaik bagi setiap Kab/Kota di Provinsi Jatim.
“Dari hitungan matematika tiap Kab/Kota tidak bisa membebaskan diri dari imunisasi dan itu bukan hanya dipteri semata. Ini dibuktikan dengan program ORI yang menghabiskan dana 48 miliar khusus di Provinsi Jatim. Sehingga kalau daerah itu tidak bebas dipteri, maka Provinsi juga tidak bebas dari difteri,” ucap Arie.
Sebaliknya, sambung Eri, jika difteri itu dibiarkan maka akan beresiko kepada setiap anak karena akan mengidap penyakit bahkan bisa berujung pada kematian. Secara ekonomi pula, dipteri akan membebani setiap keluarga, ungkap Arie, karena sangat tidak ekonomis dengan adanya sebaran penyakit menular.
“Padahal solusi dipteri ini hanya datang ke rumah sakit, sekolah atau puskesmas, maka akan terbebas dari dipteri. Daripada kita sakit yang bisa menelan biaya besar untuk kesembuhan penyakit tersebut,” pungkas Arie seraya menandaskan kesuksean Ori dipteri di Provinsi Jatim akan dinanti dan akan ditiru oleh daerah lain. [sawawi]

Tags: