Stop Ujaran Kebencian

Oleh :
Muhammad Aufal Fresky
Kolumnis ; Kader Penggerak Nahdlatul Ulama 

Apa jadinya bangsa ini ke depan jika sesama anak bangsa hobi melontarkan fitnah? Bagaimana kita memajukan bangsa jika menghentikan ujaran kebencian di medsos saja susahnya bukan main? Tentu inilah tantangan generasi muda.
Generasi yang digadang-gadang akan meneruskan estafet perjuangan pendiri bangsa. Ironinya, sebagian generasi muda kita justru terjebak dan terpengaruh oleh informasi tidak jelas yang disebarluaskan oleh oknum tidak bertanggungjawab. Padahal isu itu mengandung ujaran kebencian. Bisa memecah belah bangsa. Celakanya, sebagian dari kita menelan mentah-mentah berita tersebut. Sebagian lagi menjadi kaki tangan penyebar ujaran kebencian. Nalar kritis sebagian kaum muda mulai melemah.
Selain itu, saya tidak sepakat jika ada orang yang bilang hobi masyarakat Indonesia adalah saling hujat. Pastinya saya menolak dengan tegas jika ada yang gampangnya berkata bahwa kita senang bertikai. Saya rasa orang Indonesia itu baiknya bukan main. Bahkan di dunia internasional, kita dikenal sebagai bangsa yang ramah. Lantas kenapa di dalam negeri sendiri sebagian dari kita gemar menebar kebencian? Termasuk di jejaring sosial. Tentu hal tersebut bukanlah budaya Indonesia. Itu hanyalah perilaku oknum yang tidak memiliki etika dan akhlak. Selain berita palsu (hoax), tantangan generasi muda saat ini yaitu menahan diri di medsos agar tidak gampang menebar kebencian.
Kadang saya bertanya-tanya faktor apa yang menjadi pendorong orang-orang saling hujat di dunia maya. Pertanyaan semacam itu sering menghampiri ketika saya asik bermain medos; melihat banyak warganet yang saling ejek, saling hujat, saling fitnah dan saling mengancam. Rasa-rasanya wajah dunia maya semakin bringas dikarenakan ulah oknum tersebut. Padahal sebagian pengguna medsos ingin mencari hiburan dan melepaskan kepenatan; namun nyatanya yang mereka dapat bukan kesejukan dan ketenangan, justru hadirnya orang-orang yang menyimpan amarah dan kebencian terhadap sesamanya. Saya rasa warganet yang tidak beretika tersebut memang tidak ingin memanfaatkan medsos untuk kebaikan dan membangun jejaring pertemanan. Mereka memiliki tujuan-tujuan terselubung dari aktivitasnya di dunia maya.
Sebagian akun di medsos tidak memiliki identitas yang jelas. Artinya memang sengaja dibuat untuk memancing amarah sebagian warga masyarakat. Akun-akun semacam itu banyak bertebaran di medsos, baik di instagaram, facebook, twitter, dan semacamnya. Memang niat awalnya saja sudah keliru. Beragam tujuan yang hendak mereka capai. Mulai dari tujuan politis hingga ekonomi. Karena ada beberapa akun yang memang dipesan untuk menyebarkan kebencian dan berita-berita palsu. Dan orang yang menggunakan akun itu dibayar oleh pihak yang berkepentingan. Ada lagi yang memang akun asli milik warganet yang memang isinya menebar kebencian.
Ujaran kebencian sendiri memiliki arti sebuah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu/ kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu/ kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek; seperti ras, warna kulit, gender, orientasi politik, agama, dan sebagainya. Media yang digunakan pun beragam, bisa melalui banner atau spanduk, ceramah, media massa cetak ataupun elektronik, pamflet, dan bisa juga melalui media sosial. Lantas kenapa ujaran kebencian di medsos yang saya sorot? Alasannya karena di medsos saling setiap individu dan kelompok bisa saling berbalasan secara langsung. Dan memang yang lagi banyak terjadi sekarang adalah di medsos atau jejering sosial. Karena lebih mudah dan cepat.
Maraknya postingan ujaran kebencian di medsos benar-benar meresahkan masyarakat. Bagaimana tidak; ketentraman dan kedamaian hidup mulai terusik karena ada tukang adu domba alias provokator. Persaudaraan dan persatuan bangsa perlahan mulai terancam oleh sebab sesama anak bangsa saling hasut dan saling hina. Ujung-ujungnya bisa jadi konflik berkepanjangan dan pertikaian yang tiada henti. Akhirnya sesama anak bangsa sibuk mengurusi hal-hal yang tidak produktif.
Untuk memperjelas tentang ujaran kebencian, saya ingin menampilkan beberapa contoh terkait kasus tersebut. Saya mengutipnya dari sebuah skripsi karangan Meri Febriyani dari Universitas Lampung. Skripsi tersebut berjudul Analisis Faktor Penyebab Pelaku Melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) Dalam Media Sosial. Berikut beberapa kasus yang saya kutip:
Contoh kasus ujaran kebencian yang terjadi di Indonesia sendiri adalah kasus penghinaan suku Lampung yang dilakukan oleh Deni Putra Kamdia yang merupakan warga Kecamatan Panca Sari, Bandung, Jawa Barat. Kasus tersebut awalnya adalah karena Deni mengaku sakit hati kepada perempuan asal Lampung bernama Lilis, namun rasa sakit itu kemudian Deni luapkan dalam linimasa akun Facebook palsu bernama Uyung Mustofa yang merupakan nama dari seseorang kakek-kakek dan pelaku menggugah ujaran kebencian di Facebook menggunakan akun palsu dengan mengambil foto orang lain bernama Namin.
Contoh kasus lain berkaitan dengan ujaran kebencian yang dilakukan melalui media sosial yaitu kasus penghinaan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dengan membuat status menghina Kapolri yang disebarkan di Facebook dan dilakukan oleh M Ali Amin Said seorang guru honorer di salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) wilayah Penengahan Lampung Selatan dan bekerja sampingan sebagai agen travel umroh.
Status tersebu terdapat di akun Facebook pribadi pelaku menggunakan nama Ali Faqih Alkalami. Isi posingan pelaku berisi ancaman kepada Jenderal Tito terkait Rizieq Shihab. Isi postingan tersebut, “Tito, jika kau berani penjarakan Ulama kami (Habib Rizieq Shihab), maka demi Allah berarti kau sedang menggali liang kubur kau dewek, jangan lari kau mang Tito, tunggu bae kagek ado cerito pempek Palembang raso Tito
Dari beberapa kasus di atas, saya menilai bahwa tulisan-tulisan seseorang di media sosial bisa saja menjadi alat bukti untuk menjerat seseorang ke jeruji besi. Dan aturan pun sudah ada. Tinggal dilaporkan ke pihak berwajib agar dtindak. Karena jika dibiarkan, orang-orang yang gemar menebar kebencian bisa merusak sendi-sendi persatuan yang telah lama kita bangun. Selain upaya penindakan, rasa-rasanya kita selaku bagian dari elemen bangsa mesti berkomitmen untuk menggunakan medsos dengan penuh etika dan keadaban. Dan komitmen semacam itu perlu ditularkan serta disebarluaskan kepada generasi muda seIndonesia. Supaya apa?
Supaya anak-anak muda kita semakin ramah, sopan, dan santun dalam bermedsos. Mari mulai dari sekarang hiasi media sosial dengan hal-hal yang bermanfaat. Tak luput juga peran keluarga untuk mengajari dan mendidik anak-anaknya agar mampu menggunakan medsos dengan tidak melepaskan nilai-nilai luhur dan etika yang berlaku.
Institusi pendidikan dan pemerintah juga wajib untuk mengeluarkan program-program yang sistematis dan berkelanjutan terkait pentingnya etika dalam bermedsos. Akhir kata saya berharap ke depan bangsa ini semakin maju dan beradab. Mari mulai dari sekarang usahakan menyetop ujaran kebencian. Setidaknya mulai dari diri sendiri; kemudian mengajak lingkungan sekitar kita. Dengan begitu insyaAllah ke depan bangsa kita akan lebih baik lagi. Amin.

——— *** ———-

Rate this article!
Stop Ujaran Kebencian,5 / 5 ( 1votes )
Tags: