Tambangan di Sungai Brantas Menunggu Sentuhan Pemprov

Oleh :
Priyambodo
Peneliti Ahli Utama Bidang Transportasi Balitbang Provinsi Jawa Timur dan Pengajar Manajemen Transportasi Sekolah Tinggi Pariwisata “Satya Widya” Surabaya.

Dari beberapa jenis moda transportasi yang ada di Provinsi Jawa Timur salah satu diantaranya adalah angkutan sungai dan penyeberangan atau biasa dikenal oleh masyarakat dengan sebutan tambangan. Moda jenis ini masuk dalam lingkup transportasi darat. Namun secara teknis operasional sama dengan transportasi laut karena merupakan angkutan perairan yang memiliki karakteristik sama dengan transportasi laut atau perairan. Tambangan ini sudah berkembang sejak zaman dahulu kala, bahkan mungkin sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan Singosari dan Majapahit.
Berdasarkan definisinya angkutan penyeberangan sungai memainkan peran sebagai pengganti jembatan yang menyambung sistem jaringan jalan raya ataupun jalur kereta api yang terputus oleh adanya perairan (Iskandar Abubakar, 2013 : 13).
Sungai Brantas yang melintasi beberapa Kabupaten di wilayah Jawa Timur, merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo. Membentang dari sebuah mata air di desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno. Kemudian mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Dari Mojokerto bercabang menjadi dua, yaitu ke Kali Mas ke arah Surabaya dan ke Kali Porong ke arah Sidoarjo dan keduanya bermuara ke laut.
Penduduk di sepanjang aliran Sungai Brantas untuk melakukan mobilitasnya sehari-hari baik bekerja, sekolah atau mengangkut barang dan berdagang memanfaatkan tambangan yang beroperasi di Sungai Brantas. Sebagai sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan dari tempat asal ke tempat tujuan.
Tambangan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat dalam mendukung aktivitas sehari-hari. Sebagai contoh saat ini masing-masing ada 26 titik penyeberangan di Kabupaten Tulungagung dan 26 titik penyeberangan Kabupaten Kediri di sepanjang aliran Sungai Brantas. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berusaha mengoptimalkan moda tambangan ini melalui beberapa program seperti Kamladu yaitu keamanan laut terpadu dengan mendata jumlah kapal dan peralatan savetynya, melakukan pengukuran kapal, dan pemberian surat pas kecil atau semacam surat ijin berlayar. Namun dalam prakteknya masih ditemui beberapa kendala seperti untuk pemberian alat keselamatan (Alkes) dan pembuatan pas kecil harus berbentuk paguyupan dan nama kapal atau perahu tidak boleh sama. Problem lainnya adalah sarana dan prasaranan angkutan penyeberangan yang belum memenuhi standar minimal serta belum memiliki keselamatan yang tinggi.
Dermaga Kayu dan Bambu
Di wilayah Kabupaten Tulungagung dari 26 titik penyeberangan, 4 titik penyeberangan fasilitas dermaganya dibangun dari plat baja dengan dana APBN dan APBD serta dikelola oleh Pemda Kabupaten Tulungagung. Sisanya 22 titik penyeberangan dermaganya terbuat dari kayu dan bambu dibangun dan dikelola oleh masyarakat. Sementara di Kabupaten Kediri dari 26 titik penyeberangan, 3 titik penyeberangan fasilitas dermaganya dibuat dari kayu – bambu dan dikelola oleh Pemda Kabupaten Kediri, dan sisanya 23 titik penyeberangan dermaganya dibangun dari kayu – bambu dikelola oleh masyarakat.
Perahu-perahu yang beroperasi di dermaga penyeberangan di wilayah Kabupaten Tulungagung 23 perahu terbuat dari bahan plat baja dan 3 perahu terbuat dari bahan kayu. Sementara di Kabupaten Kediri dari 26 perahu hanya 1 perahu yang terbuat dari bahan plat baja dan sisanya 25 perahu terbuat dari bahan kayu. Adapun pola gerak perahu dalam melayari sungai adalah memotong arus Sungai Brantas secara tegak lurus membentuk huruf T. Perahu ditarik dengan tenaga manusia melalui tali tampar yang dikaitkan dan diikatkan antara perahu dengan sling baja yang membentang di atas perahu dan Sungai Brantas. Dimana ujung-ujung sling diikatkan pada pohon atau di tanam dalam tanah dan di cor semen.
Kinerja angkutan penyeberangan lintas Sungai Brantas ini cukup baik dan cepat, kapasitas muatannyapun juga cukup banyak. Dalam sekali menyeberang hanya memerlukan waktu sekitar 8 – 10 menit, terdiri dari muat 2 – 3 menit, menyeberang 4 menit dan bongkar 2 – 3 menit. Perahu mampu memuat 100 sepeda motor dan 4 kendaraan roda empat.
Perahu pada angkutan sungai ini juga sudah dilengkapi dengan alat perlengkapan keamanan berlayar berupa jaket dan alat pelampung di mana kondisinya di setiap perahu relatif sama karena setiap perahu diberi bantuan oleh Pemda setempat dengan jumlah disesuaikan dengan besar kecilnya ukuran perahu. Namun sayang sekali alat bantu navigasi pada angkutan penyeberangan ini belum ada sama sekali atau belum tersedia.
Sebagai perbandingan, sarana perahu yang beroperasi di lintasan penyeberangan di Kabupaten Tulungagung lebih baik dibanding dengan (sarana) perahu yang beroperasi di Kabupaten Kediri. Bahan baku pembuatan perahu yang beroperasi di Kabupaten Tulungagung 88 % terbuat dari plat baja dan sisanya 12 % dari bahan baku kayu. Begitu juga kapasitas serta ukuran perahunyapun lebih besar.
Prasarana utama, berupa dermaga penyeberangan di Kabupaten Tulungagung yang berjumlah 4 dermaga sudah dibangun dari bahan plat baja dan juga sudah dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti ruang tunggu, parkir, toilet, dan mushola. Sementara sisanya 22 dermaga terbuat dari bahan kayu – bambu dan belum dilengkapi sama sekali dengan fasilitas penunjang seperti ruang tunggu, parkir, toilet, dan mushola. Di wilayah Kabupaten Kediri 26 dermaga seluruhnya terbuat dari bahan kayu – bambu dan belum dilengkapi sama sekali dengan fasilitas penunjang seperti ruang tunggu, parkir, toilet, dan mushola.
Rekomendasi
Angkutan penyeberangan di lintas Sungai Brantas di wilayah Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri sangat penting keberadaannya bagi sebagian masyarakat yang mendiami sekitar aliran Sungai Brantas. Karena moda tambangan tersebut berfungsi sebagai jembatan penyeberangan pengganti jembatan jalan darat. Dan eksistensi angkutan penyeberangan tersebut sudah ada sejak zaman dahulu kala. Namun kondisi sarana dan prasarananya sangat terbatas dan memprihatinkan. Oleh sebab itu kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten direkomendasikan hal-hal sebagai berikut.
Eksistensi angkutan penyeberangan adalah fakta dan realita moda angkutan darat yang ada dimasyarakat dan sudah beroperasi. Terkait dengan operasional angkutan penyeberangan yang rawan terhadap keamanan dan keselamatan berlayar dalam jangka pendek direkomendasikan kepada Pemprov dan Pemda setempat untuk memperbaiki dan melengkapi kondisi fasilitas utama dermaga, melengkapi dokumen administrasi, meningkatkan kelaik-layakan perahu yang digunakan untuk berlayar, meningkatkan keamanan dan keselamatan selama berlayar, dan melengkapi fasilitas penunjang dermaga seperti ketersediaan lahan parkir kendaraan dan ruang tunggu,
Para awak perahu dalam mengoperasikan perahu memiliki pengetahuan dan skill yang terbatas dan seadanya hanya berdasarkan pengalaman dan belajar sendiri. Atas kondisi SDM awak perahu yang seperti ini, maka kepada Pemprov dan Pemda setempat dalam jangka pendek direkomendasikan agar secara kontinyu dan berkelanjutan memberikan Diklat dan bimbingan teknis kepada para awak perahu tersebut.
Perahu yang beroperasi di titik-titik penyeberangan di wilayah Kabupaten Kediri hanya 1 perahu yang terbuat dari bahan plat baja, dan sisanya 25 perahu dibuat dari bahan kayu dan bambu. Perahu-perahu tersebut dibuat secara personal oleh pemilik perahu dan belum secara detail memperhitungkan aspek-aspek keamanan dan keselamatan berlayar. Misalnya perahu belum dilengkapi dengan pagar pengaman. Untuk hal-hal seperti ini kepada Pemprov dan Pemda setempat dalam jangka menengah direkomendasikan agar dalam pembuatan perahu diberikan pendampingan secara teknis dengan mendatangkan teknisi sekaligus menjalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan-perusahan khusus yang bergerak di bidang pembuatan perahu penyeberangan.
Dermaga yang dibangun dengan dana APBN dan APBD di wilayah Kabupaten Tulungagung bisa dijadikan contoh bagi dermaga-dermaga lainnya yang dibangun oleh masyarakat. Untuk itu maka dalam jangka menengah direkomendasikan kepada Pemprov dan Pemda setempat agar melibatkan pihak swasta untuk ikut membiayai pembangunan dermaga dan pengadaan perahu dengan skema kerjasama yang saling menguntungkan. Karena secara ekonomi angkutan penyeberangan memiliki prospek bisnis yang bagus. Selain pengusahaan angkutan penyeberangan secara bisnis, lokasi disekitar dermaga bisa dibuat sebagai destinasi wisata baru.
Selama ini keberadaan angkutan penyeberangan segala sesuatunya masih merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, mulai dari perizinan, pembangunan dermaga, pembuatan perahu, pemanfaatan aliran Sungai Brantas dan lain sebagainya. Terkait dengan kewenangan ini maka kepada Pemerintah Pusat, Pemprov dan Pemda setempat dalam jangka panjang direkomendasikan agar segera diupayakan pelimpahan kewenangan pengelolaan angkutan penyeberangan yang merata dan proporsional kepada Pemprov dan Pemda setempat.

———- *** ————

Tags: