Tertibkan TPH, Pemprov Jatim Kendalikan Pemotongan Sapi Ilegal

RPH di Surabaya, Pemprov Jatim terus mendorong agar RPH di seluruh Jatim beroperasi sesuai standar.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Upaya Pemprov Jatim mengendalikan aktivitas pemotongan sapi secara ilegal terus digalakkan. Selain mendorong revitalisasi Rumah Potong Hewan (RPH) agar beroperasi sesuai standar, juga melakukan penertiban Tempat Potong Hewan (TPH) ilegal.
Langkah penertiban itu telah disampaikan Gubernur Jatim Dr H Soekarwo melalui surat yang ditujukan kepada bupati/ wali kota se-Jatim. Dalam surat bernomor 524/16972/022.2/2018, Gubernur Jatim meminta pemerintah daerah melakukan investigasi terhadap RPH sesuai ketentuan yang berlaku. Jika ditemukan TPH, maka harus ditertibkan.
“Kalau TPH itu milik perorangan, keberadaannya ilegal karena pemotongan hewan seperti sapi atau kerbau hanya boleh di RPH,” tutur Kasubag Sumber Daya Peternakan pada Biro Administrasi Sumber Daya Alam Setdaprov Jatim Prigel Firmanda S STP, MM, Kamis (13/12).
Diakuinya, TPH kerap menjadi pelarian pemilik ternak ketika hewan yang akan dipotong tidak memenuhi syarat di RPH. Misalnya sapi betina yang masih produktif, di RPH pasti ditolak. Sebab, memotong sapi dan kerbau betina produktif itu termasuk pidana. “Kultur sebagian masyarakat memang belum bisa menerima. Karena sapi yang akan mereka sembelih adalah milik sendiri. Dan peternak juga mendapat tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup,” ungkap Prigel.
Imbauan menertibkan PTH, lanjut dia, merupakan hasil dari rakor yang digelar Pemprov Jatim bersama Dinas Peternakan kabupaten/kota. Dengan menertibkan PTH, praktik pemotongan sapi betina produktif diharapkan dapat semakin terkendali. “Saat ini di DPRD juga sedang dibahas revisi Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif,” ungkap dia.
Selain menelorkan rekomendasi terkait penertiban TPH, Prigel juga mengungkapkan upaya yang tengah gencar dilakukan adalah revitalisasi RPH. Sebab, dari 135 RPH yang ada di Jatim, 70 di antaranya masih belum representatif. Otomatis, usaha menghasilkan daging yang aman, sehat dan halal tidak optimal jika RPH dalam kondisi yang tidak representatif.
“Tahun depan kita fokus untuk standardisasi RPH agar mengantongi SNI dan NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Masih banyak yang belum memiliki NKV, termasuk RPH di Surabaya,” ungkap dia.
Lebih lanjut Prigel mengungkapkan, dalam upaya revitalisasi RPH sangat ditentukan kemauan pemerintah daerah. Karena itu, rakor yang dilakukan dengan Dinas Peternakan juga dihadirkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) masing-masing kabupaten/kota. “Karena kendala revitalisasi itu kembali lagi soal anggaran. Karena itu, Bappeda juga kita ajak koordinasi agar memahami kebutuhan terkait revitalisasi RPH ini,” pungkas dia. [tam]

Tags: