Tiap Musim Kemarau, Warga Desa Botolinggo Bondowoso Kekurangan Air Bersih

Salah seorang warga Desa Botolinggo saat menaruh dirigen di pinggir jalan, menunggu pengiriman air dari BPBD Bondowoso. (Ihsan Kholil/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa
Setiap menginjak musim kemarau, Desa Botolinggo Kabupaten Bondowoso yang terletak di dataran tinggi ini selalu mengalami kekeringan. Akibat hal itu, warga Desa setempat sangat kekurangan akan kebutuhan air bersih, baik untuk mandi maupun untuk dikonsumsi.

Akibat seringnya kekeringan yang dialami oleh sejumlah warga Desa Botolinggo itu, mereka rela membuat tandon untuk menampung air hujan untuk digunakan saat musim kemarau tiba. Baik untuk mandi, masak dan bahkan untuk konsumsi minum setiap harinya.

Dimana, air hujan tersebut disimpan di dalam tandon, sampai juga warga Desa setempat membuat kolam penampungan yang dibuat di rumah masing-masing.

Total ada empat dusun yang paling terdampak kekeringan saat musim di Desa Botolinggo itu. Yakni diantaranya, dusun Cemper, Kedawung Timur, Kedawung Tengah dan Kedawung Barat.

Saat dimintai keterangan dilokasi, salah seorang warga Dusun Cemper RT 30 RW 11, Andrianto mengatakan, bahwa musim kemarau rata-rata 7 sampai 9 bulan. Otomatis, warga Dusun Cemper ini sangat kekurangan air bersih.

“Apalagi di sumber mata air yang ada, sangat terbatas. Jadi warga gantian ambil ke sumber tersebut, itu pun sangat minim,”katanya, Minggu (16/8).

Bahkan kata dia, sejumlah warga terpaksa minum air hujan yang telah ditampung beberapa bulan lalu di tandon-tandon tersebut.

“Kalau untuk diminum gak dimasak, langsung dikonsumsi,” ungkapnya.

Menurut pria kelahiran Jember itu, bahwa kekeringan yang dialami warga Desa Botolinggo, juga memutus sumber pendapatan utama mereka, yakni bertani. Hal itu dikarenakan, warga hanya bisa melakukan satu kali tanam dalam setahun.

Yakni ketika saat musim penghujan saja. Kalau pun mencoba menanam dua kali, sering kali mengalami gagal panen.

“Di sini tanamnya hanya jagung, singkong, dan kacang tanah. Saat hujan warga menanam. Empat bulan panen. Tanam lagi untuk kemarau, tapi dapat tiga bulan mati. Ya gagal panen,” imbuhnya.

Saat musim kemarau tiba sedangkan lahan tani warga tak bisa ditanami. Andrianto mengaku, jika mayoritas warga setempat, hanya mencari rumput untuk pakan ternak dan sebagian warga menjadi buruh tani serta menjadi kuli bangunan di desa lain.

“Kalau kemarau gak ada kerjaan, hanya mencari rumput, untuk pakan sapi,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Botolinggo, Santoso mengatakan, bahwa selama musim kemarau tiba, sejumlah warganya hanya bisa mengandalkan suplai air dari Pemerintah Daerah yakni BPBD setempat. Dari total 16 dusun, ada empat dusun yang sangat kekeringan.

“Dusun Cemper terdiri satu RT. Ada 30 KK lebih. Belum di dusun lainnya,” katanya saat di konfirmasi dilokasi.

Kata Santoso, jika tidak ada bantuan, maka warga mencari ke sumber-sumber air. Dan warga pun harus rela mengantre, dikarenakan debitnya airnya yang kecil.

“Kalau warga menunggu (antre), ya harus sampai tidur di sumber mata air itu,”paparnya.

Kades Botolinggo itu pun mengaku, jika warganya membuat tandon air juga kolam untuk menampung air hujan dan kemudian dikonsumsi selama musim kemarau tiba.

“Ada yang sampai ke musim hujan lagi (persediaannya). Ada yang pertengahan kemarau, sudah habis,” paparnya.

Sedangkan, untuk bantuan dari BPBD Bondowoso sendiri, kata dia, dalam seminggu ada suplai air bersih dua kali. Hal itu pun hanya cukup untuk beberapa hari saja. Dan setiap warga hanya kebagian tiga drigen dengan rata-rata kapasitas 30 liter.

“Saya berharap, kekeringan dan kekurangan air bersih di Desa Botolinggo Bondowoso bisa segera diatasi,” harapnya. [san]

Tags: