Tiga Tahun Hidup di Kandang Kambing

Kajad, warga Desa Duwel Kecamatan Bagor yang hidup bersama keenam ekor kambingnya.

Kajad, warga Desa Duwel Kecamatan Bagor yang hidup bersama keenam ekor kambingnya.

Nganjuk, Bhirawa
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 menyebutkan jumlah angka kemiskinan di Kabupaten Nganjuk mencapai 14,91% dari total penduduk 1.017.030 jiwa. Kajad (60),  warga Desa Duwel Kecamatan Bagor merupakan sketsa kemiskinan, di mana lelaki sebatangkara itu harus berbagi ruang dengan kambing dan ayam.
Selama tiga tahun terakhir, Kajad mendiami gubuk yang berdiri tepat di belakang pasar desa setempat. Itu dilakukan setelah rumah miliknya terjual untuk biaya berobat penyakitnya. Gubuk itu pun tidak berdiri di atas tanah miliknya, melainkan tanah milik desa.
Ia hanya menumpang setelah pihak pemerintahan desa mengizinkan untuk tinggal di sana.  “Ini tanah milik desa, saya hanya menempati saja dan mendirikan bangunan ala kadarnya dari bambu untuk sekadar berlindung,” ucap pria bertubuh kurus itu, Selasa (24/6).
Kondisinya gubuk yang dihuni Kajad hanya berukuran 2×4 m2 dengan dinding bambu dan atap seng bekas, serta plastik. Lantainya tanah, tanpa dilengkapi pintu. Ketika hendak memasuki ruangan, harus merunduk agar tidak tersangkut rumbai-rumbai yang terpasang di depan pintu masuk. “Agak merunduk, awas kepalanya kalau tersangkut,” tutur Kajad.
Praktis Kajad setiap malam terbiasa tidur bersama kambing dan ayam, hanya tempat tidur bambu panjang yang menandai antara tempat tidurnya dengan kandang. Tempat tidurnya kecil  seukuran badan, yang hanya bisa untuk menampung satu orang. Di atasnya masih dibagi dengan dua ekor ayam. “Ya hanya kucing-kucing ini yang setiap hari menemani tidur saya,” imbuh Kajad sambil mengelus beberapa kucing liar yang dipeliharanya.
Kajad juga menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan makanan dia jarang memasak, namun memilih membeli nasi bungkus dari warung. Untungnya, kendati sudah berumur, tapi semangat bekerjanya masih tinggi. Selain hidup dari hasil menjual daun-daun pisang, ia masih mampu bekerja serabutan, seperti bersih-bersih lingkungan rumah warga yang kebetulan menyuruhnya atau bekerja di sawah. Hanya saja setahun terakhir ini pekerjaan yang berat-berat sudah ditinggalkan karena faktor usia dan kesehatan yang mulai menurun. Tapi, untuk sekadar menggembala kambing-kambingnya masih bisa dilakukan di sepanjang jalan dekat sawah. “Kalau siang mencari rumput ke desa sebelah,” ujarnya.
Diakui Kajad, dirinya beberapa kali mendapat bantuan uang dari pemerintah lewat desanya. Uang yang diterimanya tidak langsung dihabiskan untuk membeli kebutuhan sehari-jhari, melainkan dibelikan ternak kambing dan sisanya dibelikan ayam. Untuk itu, awalnya Kajad memiliki seekor kambing, hingga sekarang sudah bertambah menjadi enam ekor, tiga ekor kambing dewasa, dan tiga ekor masih anakan.
Kajad mengaku tidak sering menjual kambing piaraannya. Melainkan dijual apabila benar-benar membutuhkan seperti untuk berobat penyakit yang selama ini dideritanya. Disampaikannya, penyakit yang menempel di tubuhnya sudah puluhan tahun diderita, seperti sesak nafas, pinggang terasa pegal, dan sering merasa gatal-gatal. “Saya jual kalau butuh untuk berobat, kalau untuk makan sehari-hari cukup hasil dari bekerja seadanya,” pungkas Kajad. [ris]

Rate this article!
Tags: