Upah Tergencet BPJS

Upah buruh tahun 2020 telah dipastikan naik sebesar 8,51%. Tetapi akan tergerus tanggungan iuran BPJS (sekeluarga) yang harus ditanggung buruh. Termasuk seluruh pegawai, karyawan swasta, dan Aparatur Sipil Negeri (ASN), dan tentara, akan mengalami kenaikan belanja rumahtangga. Karena itu, pemerintah (dan daerah) “wajib” menghitung ulang kenaikan upah. Patut memasukkan kenaikan iuran BPJS.
Kenaikan upah selalu ditimbang berdasar pertumbuhan ekonomi, dan laju inflasi. Penentuan kenaikan upah, diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Secara khusus diatur pada pasal 44 ayat (1), dan ayat (2). Di dalamnya terdapat frasa kata “penambahan” nominal upah yang disesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, secara nasional. Walau sebenarnya setiap daerah memiliki tingkat pertumbuhan, dan inflasi berbeda.
Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2019, secara nasional terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12%, serta laju inflasi sebesar 3,39%. Sehingga kenaikan upah, dipagu naik sebesar 8,51% (minimal). Rata-rata pemerintah propinsi menggunakan patokan minimal dalam menentukan UMP (Umah Minimal Propinsi). Tetapi beberapa propinsi lebih “berani” mematok lebih. Misalnya Papua, UMP-nya naik 12,42%, menjadi Rp 3.516.700,-. Dan UMP Papua Barat, naik 10,51%.
Kenaikan upah buruh tahun 2020 bagai “pas banderol,” tanpa kelonggaran insentif, berdasar agregat perekonomian tahun 2019. Diharapkan tidak terjadi kenaikan tarif (oleh pemerintah, dan daerah) berbagai kebutuhan pokok. Terutama TDL (Tarif Dasar Listrik) golongan R-1. Biasa tidak ada pengumuman kenaikan TDL, tetapi pulsa listrik lebih cepat habis. Begitu pula kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang tergolong administrated price (kewenangan pemerintah menyesuaikan harga).
Selain inflasi berdasar catatan BPS, pemerintah seyogianya mencermati kenaikan harga-harga kebutuhan pangan. Karena perhitungan inflasi tidak sama dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Lebih lagi, penentuan upah ditetapkan (pada bulan November) sebelum musim hujan. Harga bahan pangan belum terkendala musim. Namun sejak awal (upah pertama, bulan Januari), sudah memasuki musim hujan. Harga mulai merambat naik seiring intensitas curah hujan.
Pada puncak musim hujan, kelompok bahan pangan, sayur, buah, dan rempah-rempah, lazim naik. Harganya sayur, dan buah konsumsi sehari-hari, meroket antara 25% hingga 80%. Pada inflasi hanya dicatat sekitar 2,5%. Harus diakui, sayur dan buah-buahan sangat rentan terhadap cuaca. Rentan gagal panen. Juga cepat membusuk pada saat di-distribusikan melalui angkutan yang terlambat karena banjir.
Kenaikan IHK (Indeks Harga Konsumen), tidak sekadar “mengguncang” perekonomian rumahtangga. Melainkan juga bisa menjadi isu utama politik, khususnya di medsos (media sosial). Tetapi gejolak harga bahan pangan tidak bisa dilawan dengan retorika. Pemerintah perlu “menjawab,” melalui program peredam kenaikan harga. Misalnya dengan memangkas jalur distribusi, serta menggencarkan operasi pasar.
Ke-khawatir-an terhadap upah (dan gaji pegawai), adalah kenaikan iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jamnan Sosial). BPJS Ketenagakerjaan. Sejak upah pertama (bulan Januari 2020), akan diberlakukan tarif baru iuran BPJS. Problemnya bukan pada BPJS Ketenagakerjaan, karena telah dibayarkan oleh pemberi kerja (termasuk instansi pemerintah, dan militer). Hanya 1% iuran (dari nilai penghasilan) yang dipotong langsung oleh bendaharawan.
Tetapi iuran BPJS Kesehatan anggota keluarga buruh, pegawai, dan karyawan swasta, tidak ditanggung instansi kerja. Ke-peserta-an BPJS kesehatan, selalu menyertakan seluruh anggota (tak terkecuali anak-anak) yang tercantum dalam KSK (Kartu Susunan Keluarga). Kenaikan iuran BPJS kesehatan, niscaya menjadi beban pengeluaran. Maka ke-khawatir-an upah (dan penghasilan pegawai) patut direspons khusus dengan memasukkan beban tambahan riil iuran BPJS.
——— 000 ———

Rate this article!
Upah Tergencet BPJS,5 / 5 ( 1votes )
Tags: