Urgensi Kontrak Kerja untuk GTT

Dian Marta Wijayanti

Dian Marta Wijayanti

Oleh :
Dian Marta Wijayanti, SPd
CPNS Formasi Guru SD Pemkot Semarang 2013, Direktur Eksekutif SMARTA School Semarang, Tim Asesor USAID Prioritas Jawa Tengah
Problem pengawai negeri sipil (PNS) memang menarik dikaji. Hal ini senada dengan tulisan Nuning Rodiyah berjudul “Misteri Rekrutmen CPNS K-2” di rubrik ini (Harian Bhirawa, 6/3/2014). Tulisan tersebut menggambarkan adanya “kecurangan” penerimaan CPNS K2 di Jawa Timur. Sebenarnya, kecurangan tidak hanya di Jawa Timur saja, namun di Jawa Tengah dan Jawa Barat bahkan se-Indonesia juga demikian.
Pasalnya, sejak pengumuman CPNS K2 banyak unjuk rasa dilakukan guru honorer ke Balai Kepegawaian Daerah (BKD) setempat. Ini menjadi menarik dan harus segera dicari solusinya, salah satunya adalah solusi lewat “kontrak kerja”.
Wacana kontrak kerja bagi guru tidak tetap (GTT) kategori 2 (K2) yang belum lolos CPNS 2013 menjadi urgen direalisasikan. Pasalnya, sampai saat ini pemerintah belum ada formula cerdas menjawab “kegalauan” GTT. Apalagi, banyak tenaga honorer sudah mengabdi tanpa status PNS selama 5 bahkan 10 tahun lebih.
Kontrak kerja sangat solutif mengingat posisi GTT terkesan dimarginalkan. Mereka sama-sama mengajar dengan tugas dan jam sama, namun nasibnya tidak jelas karena “tidak setara” dengan gaji PNS. Karena itu, salah satu jawaban jitu menyejahterakan GTT adalah “kontrak kerja”.
Nasib GTT di beberapa kabupaten/kota sudah diumumkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Sebanyak 369 pegawai honorer K2 di Pemkot Semarang dinyatakan lolos seleksi CPNS tahun 2013. Lolosnya 369 tenaga honorer itu tertuang di situs internet Kemenpan-RB di http://cpns.menpan.go.id/.
Namun Pemkot Semarang belum memutuskan nasib honorer K2 yang tidak lolos CPNS. Pemerintah hanya membiarkan mereka untuk sementara akan tetap bertugas di instansi tempatnya bekerja. Nasibnya masih “terkatung-katung” dan ini tentu menjadi beban pemerintah dan menambah kekecewaan GTT yang belum lolos CPNS.
Banyak ketua BKD seluruh Indonesia belum ada gambaran mengenai nasib honorer K2 yang dinyatakan tidak lolos seleksi. Urusan gaji juga diserahkan kepada instansi tersebut, karena mereka tdak dibayar APBD. Seperti contoh, dari total 1.063 honorer K2 peserta tes CPNS Kota Semarang, ada 369 orang yang lolos tes atau sekitar 30%. Ini berbeda dengan hasil peserta yang lolos di kabupaten/provinsi lain yang jumlahnya di atas 500 lebih.
Syarat Baru Gelar Gr
Pemerintah selalu mendorong peserta yang tidak lolos untuk mengikuti tes seleksi CPNS lagi jalur umum. Namun, lagi-lagi pemerintah membuat kebijakan baru gelar “Gr” yang terkesan “menjegal” GTT untuk menjadi PNS.
Jika lewat jalur umum, maka GTT mau tidak mau harus memenuhi syarat gelar Gr. Artinya, GTT harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) selama 1-2 tahun. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87 Tahun 2013. Sesuai Pasal 9 Permendikbud tersebut, selama pendidikan profesi, calon guru akan menjalani lokakarya pembelajaran dan akan berlatih mengajar melalui pembelajaran pengayaan lapangan.
Tuntutan PNS guru semakin tinggi. Syarat CPNS untuk formasi guru juga semakin tinggi dan jlimet. Tak cukup hanya bergelar SPd (sarjana pendidikan) saja, tetapi juga harus bergelar guru profesi (Gr). Menurut Mendikbud Mohammad Nuh, guru baru disebut guru profesi jika sudah mengantongi gelar Gr. Artinya, lulusan Fakultas Kependidikan tanpa gelar Gr, belum diizinkan melamar menjadi CPNS guru.
Hal ini disamakan dengan profesi dokter, yang menuntut gelar profesi dokter (dr) dan tidak bermodalkan sarjana kedokteran (SKed) saja. Tetapi, M. Nuh menyatakan jika aturan ini belum akan diterapkan pada seleksi CPNS tahun ini. Seperti diberitakan, rencananya tes CPNS tahun ini digelar antara Juni hingga Juli 2014 (Kompas, 17/2/2014).
Kontrak Kerja
Selain nasib belum jelas dan menunggu kepastian, gaji tenaga K2 juga masih menjadi masalah yang belum ada solusinya. Kemen PAN-RB juga belum menerbitkan landasan hukum terkait nasib tenaga K2 yang gagal lolos CPNS. Kemen PAN-RB belum memberikan solusi resmi terkait penanganan tenaga honorer yang gagal dalam seleksi CPNS yang lalu. Mereka hanya menyampaikan bahwa instansi/pemda agar lebih lunak terhadap para tenaga honorer. Tetapi belum ada petunjuk teknis yang jelas mengenai penanganannya.
Maka, kontrak kerja menjadi penting dan urgen dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama; pemerintah/Kemen PAN-RB harus mengintegrasikan kebijakan GTT dengan undang-undang aparatur sipil negara (ASN) agar nasib tenaga honorer jelas. Pasalnya, dalam UU ASN tidak ada lagi istilah tenaga honorer. Dalam UU yang belum lama ini disahkan itu, pegawai pemerintah hanya ada dua jenis, yakni PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Intinya, status GTT dihapus dan diganti PPPK. Kedua; penanganan tenaga honorer yang tidak diterima CPNS jika memenuhi persyaratan di masing-masing instansi, mereka bisa tetap bekerja. Tetapi, Kemen PAN-RB meminta supaya mereka mendapatkan perlakuan seperti PNS, yakni mendapatkan gaji layak serta tunjangan sosial. Jika GTT tak mendapat gaji layak dan resmi seperti PNS, maka lebih baik mereka diangkat menjadi PPPK, bukan tenaga honorer. Ketiga; sampai saat ini masih banyak bupati/wali kota bahkan gubernur belum menemukan formula untuk GTT Semarang yang tak lolos CPNS. Maka, kontrak kerja bagi GTT harus segera direalisasikan, karena sistem kerja tenaga honorer bisa mengacu pada UU ASN. Dalam aturan itu pemerintah bisa membuat perjanjian kontrak kerja. Maka, sudah saatnya pemerintahan setempat se-Indonesia menerapkan sistem “kontrak kerja” bagi tenaga honorer. Keempat; dengan kontrak kerja sesuai UU ASN, pemerintah bisa menganggarkan dana dari APBD untuk gaji. Nasib tenaga honorer semakin jelas dan mendapat gaji layak daripada gaji GTT. Namun bagi GTT yang tidak mau mengikuti sistem kontrak kerja, mereka bisa mengikuti seleksi CPNS jalur umum.
Sistem kontrak kerja menjadi jalan terang dari “abu polemik GTT”. Sudah saatnya pemerintah menerapkan kontrak kerja sesuai payung hukum UU ASN. Jika tidak sekarang, kapan lagi?

Rate this article!
Tags: