Urgensi Penurunan Emisi Karbon

Ani Sri Rahayu

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen PPKn (Civic Hukum) Univ. Muhammadiyah Malang

Upaya Indonesia tangani risiko perubahan iklim tengah serius dilakukan. Terlebih, dalam konvensi Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia adalah negara berkewajiban untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) secara mandiri sebesar 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan salah satu dari sekian negara yang rawan terhadap bencana alam akibat pengaruh climate change atau perubahan iklim. Logis adanya, jika regulasi tentang climate change dan bencana di Indonesia telah diatur di berbagai pasal, di antaranya, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2008, Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change.

Penerapan pajak karbon

Langkah taktif dan konkret dalam menekan perubahan iklim memang tengah menjadi pekerjaan rumah (PR) di semua negara di dunia termasuk Indonesia. Salah satu upaya konkret yang dilakukan pemerintah kini adalah memberlakukan penetapan pajak karbon. Realitas tersebut, terbuktikan pemerintah Indonesia melalui penerapan pajak karbon secara bertahap mulai 1 April 2022, dengan sasaran awal sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara. Adapun, pajak karbon yang dikenakan atas emisi karbon tersebut implementasinya dihitung berdasarkan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang (UU) Harmonisasi Perpajakan (HPP) yang disahkan dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan tarif terendah pajak karbon senilai Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan setara. Jumlah tersebut, disesuaikan dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram CO2e. Itu artinya Indonesia sebagai salah satu negara di dunia secara tidak langsung sudah menunjukkan keseriusannya dalam menangani perkara perubahan iklim.

Penerapan pajak karbon dan pengembangan pasar karbon merupakan milestones penting menuju perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, serta menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam agenda pengendalian perubahan iklim di tingkat global. Selain itu, penerapan pajak karbon menjadi bukti bagi masyarakat dan dunia luar bahwa pemerintah berkomitmen menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk membiayai pengendalian perubahan iklim sebagai agenda prioritas pembangunan.

Momentum tersebut, setidaknya menjadi kesempatan berharga bagi Indonesia untuk mendapatkan manfaat penggerak pertama. Indonesia menjadi penentu arah kebijakan global, bukan pengikut, dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan. Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon, di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur. Dengan demikian, sistem pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia bukan hanya adil, tetapi juga terjangkau dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Dari penerapan pajak emisi karbon, sebagai bentuk urgensi isu perubahan iklim ini harus tertanggapi secara serius oleh semua pihak.

Penekanan risiko perubahan iklim

Dampak perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini memang semakin nyata. Sebagai contoh, gumpalan es di kutub kerap mencair akibat suhu bumi yang kian memanas. Hal ini menimbulkan efek domino yang menyebabkan meningginya batasan air laut di sejumlah wilayah bumi. Logis adanya, jika efek domino tersebut perlu terdekarbonisasi, sebab jika tidak dilakukan segera, hal lebih buruk bisa saja terjadi. Itu artinya, dunia perlu melakukan percepatan dekarbonisasi guna mengurangi separuh emisi karbon dioksida pada 2030.

Itu artinya, saat ini keadaan dunia semakin mengkhawatirkan dengan adanya climate change atau yang kita kenal dengan perubahan iklim. Climate change merupakan fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Climate change bukanlah persoalan biasa, melainkan sebuah bencana atau malapetaka besar yang akan terjadi di dunia. Namun, masalah serius ini kerap diabaikan dan dipandang sebelah mata. Padahal, climate change sangat berbahaya bagi keberlangsungan makhluk hidup di dunia dan Indonesia sejatinya sudah mempunyai modal alam yang sangat luar biasa (natural capital super power), terlebih dalam konteks carbon and climate. Setidaknya ada dua sektor utama yang dapat didorong untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di negeri kita Indonesia, yakni sektor FOLU (forest and land use). Namun, kendati demikian logis adanya, jika berbagai upaya solusi untuk perubahan iklim saat ini perlu dicarikan jalan solusinya secara seksama, sebagai wujud persoalan bersama. Nah, berikut ini beberapa solusi yang ingin penulis tawarkan sebagai altenatif solusi guna menekan emisi karbon.

Pertama, mengkonvergensi antara digital dan listrik dalam skala besar dengan perangkat lunak, dengan hasil emisi karbon setidaknya bisa ditekan.Pasalnya, listrik mampu membuat energi menjadi hijau dan vektor terbaik untuk dekarbonisasi. Begitupun, dengan digital membuat energi menjadi cerdas untuk mendorong efisiensi dan menekan pemborosan. Konvergensi ini logikannya akan menghasilkan electricity 4.0.

Kedua, mempersiapkan peta jalan untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memerangi perubahan iklim. Pasalnya, AI berpotensi bisa membantu membuat berbagai proses industri menjadi lebih hemat energi, hanya dengan membuat perhitungan yang tidak bisa dilakukan manusia. Terlebih, penggunaan AI yang lebih besar di empat sektor utama ekonomi, termasuk pertanian dan transportasi, dapat mengurangi emisi global hingga empat persen.

Ketiga, pemerintah harus menegakkan hukum yang lebih tegas lagi terkait dengan perusakan alam. Pemerintah juga harus mengupayakan hal-hal lain agar masyarakat lebih terbuka dan sadar tidak akan melakukan tindakan yang berakibat terhadap climate change.

Keempat, kita harus selalu selalu saling mengingat bahwa Tuhan memberi kita penghidupan melalui alam semesta, sehingga salah satu cara bersyukur manusia dengan senantiasa menjaga, merawat, dan melestarikan alam dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Nah, melalui keempat solusi dalam menekan risiko perubahan iklim tersebut di ataslah, besar kemungkinan ketika bisa diterima, dipahami dan diimplementasikan secara baik dan maksimal akan mampu mencegah terjadinya perubahan iklim yang saat ini semakin mengkhawatirkan.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: