Wajib Merdeka “Seutuhnya”

foto ilustrasi

Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-75, seolah-olah masih terbelenggu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Juga dalam suasana ke-terpuruk-an ekonomi seluruh keluarga dampak wabah pandemi CoViD-19. Belum bebas bekerja, belum bebas berusaha, belum bebas sekolah, serta belum bebas berkumpul. Tetapi semangat memperkokoh ketahanan di segala bidang tetap menggelora. Terutama bangkit dari kepungan virus corona dengan mematuhi protokol kesehatan.

Istana negara tetap menyelenggarakan peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, dengan Paskibraka yang terbatas. Di berbagai tempat, pada pukul 10:17, seluruh rakyat, khidmat berdiam sejenak, mengenang perjuangan Hari proklamasi 17 Agustus 1945. Terasa pilu, banyak yang meneteskan air mata. Karena tidak dapat merayakan Hari Kemerdekaan dengan segala kebanggaan, memakai kostum perjuangan. Tahun ini seluruhnya mengenakan kostum baru sedunia: menggunakan masker!

Akhir pekan (ketiga) yang panjang pada bulan Agustus, terasa membahagiakan. Walau rangkaian peringatan hari kemerdekaan diperingati tanpa kumpul-kumpul, tanpa lomba-lomba ke-gembira-an di kampung-kampung. Namun tetap seksama. Termasuk hari pengukuhan UUD 1945 sebagai hukum dasar yang tertulis. Di dalam (UUD) terdapat pokok pikiran tentang tujuan negara yang baru didirikan sehari sebelumnya (melalui Proklamasi 17 Agustus 1945).

Dalam pembukaan konstitusi juga dituliskan, alasan pembacaan Proklamasi. Kemerdekaan bukan sekedar mengejar hak bangsa. Melainkan (terutama) mewujudkan keadilan sosial. Pembukaan UUD alenia keempat, menyatakan, kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki tujuan. Yakni, keinginan luhur untuk berkebangsaan yang bebas (tidak ditindas). Serta “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia… .”

Para pendiri negara menyadari benar tidak mudah membentuk negara majemuk, dengan beragam adat dan bahasa. Bentang teritorial Indonesia yang sangat luas dipisahkan perairan laut, terdiri dari suku-suku. Niscaya memerlukan “manajemen” persatuan nasional. Hal itu tergambar dalam dinamika pada penentuan hari pembacaan proklamasi kemerdekaan. Sampai Ir. Soekarno, harus “dijemput” dari Rengasdengklok. Dinamika yang sama juga tercermin dari ragam pemikiran penyusunan UUD, serta menetapkan dasar negara (Pancasila).

Dibutuhkan semangat ke-negarawan-an menjembatani perbedaan, demi melahirkan negara Indonesia yang bhineka. Dalam penjelesan UUD 1945, dituliskan: “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara, ialah semangat. …Meskipun dibikin UUD … bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, (maka) UUD tadi tidak artinya.”

Semangat ke-keluarga-an wajib diwarisi generasi penerus penyelenggara negara, dan pelaku pemerintahan, sampai kini. Indonesia, adalah keluarga besar berbagai suku yang tergabung dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ke-bhineka-an (ragam warna kulit, adat, bahasa, dan keyakinan keagamaan) menjadi keniscayaan. Pemikiran ke-NKRI-an, tidak boleh goyah, di seluruh daerah. Walau setiap daerah memiliki “bahasa ibu.”

Peringatan ke-75 hari kemerdekaan bangsa Indonesia, disambut suka-cita seluruh rakyat. Walau dalam suasana wabah pandemi yang me-lesu-kan ekonomi dan sosial. Termasuk penggunaan anggaran program pemerintah yang tersumbat. Semakin banyak cita-cita kemerdekaan (17 Agustus 1945) belum bisa dilaksanakan. Terutama penemuan, produksi, dan vaksinasi, menjadi beban kewajiban negara. Juga peng-gencar-an bantuan sosial (Bansos) yang masih terkendala administrasi anggaran.

Perlindungan ketahanan kesehatan, ekonomi, dan sosial menjadi mandatory konstitusi. Dampak pandemi telah menambah orang miskin baru sebanyak 9 juta-an. Juga terhentinya roda perekonomian karena PSBB (dan lockdown seuruh dunia). Maka negara tidak boleh kelelap dalam pandemi CoViD-19. Serta dengan segala kewenangan segera membangkitkan aktifitas ke-normal-an kehidupan. Sekaligus mengubah ke-lelap-an pandemi sebagai ke-manfaat-an perekonomian.

Negara harus tetap berdiri tegak, “merdeka” dari segala intimidasi termasuk isu politik yang “membonceng” pandemi.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: