Dewan Sidoarjo Nilai Sentra Kuliner Gajah Mada Salahi Konsep Awal

Sidoarjo, Bhirawa
Sentra kuliner Jalan Gajah Mada Sidoarjo yang keadaannya kini cukup memprihatinkan. Pedagang tidak mampu bertahan karena sepinya pengunjung. Satu persatu pedagang mulai meninggalkan rombongnya.
Semula sejak dibukanya senra kuliner Gajah Mada januari 2019 ada 130 pedagang yang bejualan, 85 PKL kuliner dan 45 PKL non-kuliner. Sekarang tidak ada separohnya yang masih bertahan, itupun siap-siap hengkang karena makin sepi pengunjung.
penjual martabak/terang bulan yang sekitar 10 rombong juga mreteli. “Teman saya tidak sanggup bertahan, karena tidak laku,” ujar salah seorang penjual
Pusat kuliner Gajah Mada konsepnya untuk memberi wadah para PKL yang meluber di Jl Gajah Mada. Seringkali memacetkan jalan, Pemkab Sidoarjo memberi sarana bejualan di satu titik supaya tidak mengganggu jalan.
Berjualan di tepi Gajah Mada sebenarnya jadi andalan PKL kalua warungnya tidak pernah sepi. Makin malam makin ramai pengunjung. Bahkan penjual nasi rawon bbisa beromzet jutaan setiap malamnya.
Awalnya saja ramai karena masyarakat ingin tahu. Lama kelamaan setelah merasakan masakannya tidak lengkap, tidak kembali lagi.
Ketua komisi D DPRD Sidoarjo, Damroni Chudori, Kamis (31/10) siang, menilai, pusat kuliner Gajah Mada itu menyalah konsep. Ia menyebut itu bukan pusat kuliner tetapi tempat penampungan PKL.
“Yang namanya sentra kuliner itu harus dilengkapi fasilitas parkir layak. Tidak mengganggu jalan, aksesnya mudah dan penataan dan menu makanan harus diatur. Supaya tidak semua menjual satu masakan.
Di sentra kuliner, yang berjualan martabak/terangbulan berderet-deret, yang jual susu STMJ dan masakan yang sama. Belum lagi parkirnya masih menggunakan badan jalan Gajah Mada. Tempatnya kurang nyaman. Dan PKL mulai buka siang hari. Paginya sepi. Tidak ada yang berjualan. (hds)

Tags: