Wawali Whisnu Kawal Penyehatan BUMD

Whisnu Sakti Buana

(Konsep PD RPH Terintegrasi Perternakan) 

Surabaya, Bhirawa
Terobosan penyehatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) disiapkan dan dimatangkan Wakil Wali Kota (Wawali) Surabaya Whisnu Sakti Buana bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko).
Sebagai orang nomor dua di jajaran Pemkot Surabaya, Whisnu berkewajiban ambil bagian memikirkan kelangsungan perusahaan pelat merah di bawah naungan lembaga eksekutifnya.
Salah satu BUMD yang kini mendapat fokus perhatiannya adalah Perusahaan Rumah Potong Hewan (PD RPH) yang berbasis di Jalan Pegirikan. PD RPH selama ini fokus melayani pemotongan hewan, terutama sapi. Namun laba yang dikumpulkan setahun berkisar Rp 23 juta. Setoran deviden sulit dijalankan PD RPH.
Diversifikasi usaha sudah dijalankan PD RPH, yakni membuka Rumah Daging dengan menyediakan daging untuk stick, pentol, daging burger dan lainnya. Upaya tersebut tidak banyak membantu keuangan.
”Sudah kami pikirkan cara untuk membantu menyehatkan PD RPH. Salah satunya, pemkot akan menggandeng semua hotel, restoran dan kafe di Surabaya. Kami data berapa kebutuhan daging dalam seharinya. Nah, kebutuhan daging ini akan dipasok PD RPH,” kata Whisnu, Rabu (19/12).
Harapannya dengan solusi tersebut PD RPH akan memotong sapi dalam jumlah besar guna mencukupi kebutuhan hotel, restoran serta kafe di wilayah kota. Ini berimbas positif pada pertambahan nilai retribusi pemotongan. Bukan itu saja, PD RPH ke depan diharapkan mampu melakukan diversifikasi usaha bidang perternakan.
”Untuk lahan perternakan, PD RPH bisa memanfaatkan lahan aset pemerintah kota yang ada di luar kota. Harapannya, PD RPH bisa melayani penyediaan benih sapi berkualitas serta menjawab kebutuhan sapi pedaging,” papar Whisnu yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya.
Disinggung apakah kebijakan itu tidak menerapkan praktik monopoli sehubungan pasokan daging ke hotel, restoran dan kafe se-Surabaya, Whisnu membantah. “Tidak monopoli. Ini bagian upaya menyehatkan BUMD, khususnya PD RPH. Terus dengan daging dari BUMD, pengusaha hotel, restoran, serta kafe bisa mendapatkan harga lebih murah. Sistem pembayaran juga bisa disepakati, bisa tempo,” tandas Whisnu.
Sementara itu, Komisi B DPRD Surabaya juga mengawasi kinerja PD RPH. Komisi yang membidangi anggaran dan keuangan itu memaklumi bahwa PD RPH mengedepankan fungsi layanan pemotongan. Karena itu retribusi tidak bisa mahal. Meski demikian Komisi B menuntut adanya terobosan untuk penyehatan.
Ini untuk menjawab besarnya operasional dibanding pendapatan. Pemasukan per bulannya berkisar Rp 23 juta, namun biaya pembuangan sampah mencapai Rp 500 juta per tahun. Selama ini pendapatan PD RPH dari pemotongan sekitar 150 ekor sapi, 100 ekor kambing, dan 100 ekor babi. Ini yang membuat perusahaan itu keberatan membiayai operasional, meliputi perawatan bangunan, gaji karyawan, biaya angkutan dan lainnya.
Direktur PD RPH Teguh Prihandoko menyebut terobosan ini untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat pada jasa potong hewan. Untuk memastikan bahwa tidak ada penyakit pada hewan yang nantinya akan menular kepada manusia, terlebih dulu diperiksa langsung oleh dokter.
”Untuk memastikan pengendalian daging. Diharapkan ternak-ternak harus dipotong di RPH, karena ada dokternya. Ternak sebelum dipotong harus diperiksa terlebih dahulu oleh dokter hewan, kemudian disembelih juru sembelih halal di RPH, setelah dipotong dagingnya harus diperiksa, hatinya mengandung cacing atau tidak,” kata Teguh.
Rumah Potong Hewan kini mulai dibenahi oleh Teguh, dengan membuka rumah daging. Dengan membuat rumah produksi yang menyajikan daging kemasan, sudah dipotong, dikemas dan siap diperjualkan. [dre]

Rate this article!
Tags: