Yandri Susanto: Kekerasan pada Anak Sudah Lampu Merah

Jakarta, Bhirawa.
Dewasa ini, tindakan kekerasan anak, secara kuantitas dan kualitas semakin meningkat. Contoh aktual yang baru saja terjadi, adalah pembunuhan yang dilakukan seorang remaja terhadap anak Balita, di Jakarta. Remaja pembunuh tersebut tanpa rasa menyesal telah menceritakan cara kejam pembunuhan yang telah direncanakan-nya, kepada Polisi penyidik. Banyak lagi pelecehan seksual terhadap anak anak di sekolah oleh kakak kelas, bahkan oleh gurunya. 
“Dari peristiwa tersebut diatas, menunjukkan kekerasan anak terus meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kekerasan anak di Indonesia sudah lampu merah bagi bangsa ini. Mengatasi kekerasan anak, bukan hanya pemerintah yang wajib turun tangan. Tetapi peran orang tua, sangat menentukan, lalu sekolah dan masyarakat serta lingkungan terdekat, juga sangat diperlukan,” ujar anggota MPR RI, Yandri Susanto (PAN) dalam diskusi 4 Pilar MPR, Jumat sore (13/3). Nara sumber lain anggota MPR Dyah Roro Esti (Golkar) dan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto.
Yandri Susanto yng Ketua Komisi VIII DPRRI melihat, bahwa belum ada keseriusan secara maksimal dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak ini. Padahal, kekerasan terhadap anak sangat mengerikan, laksana api dalam sejam. Jika tidak ada upaya keras untuk mengatasinya, nasib bangsa ini kedepan masih tanda tanya ?. Dari data BNN, dewasa ini ada 3 juta anak yang jadi korban narkoba. Dalam arti ikutan dari narkoba itu adalah korban seksual dan korban kekerasan lainnya.
“Belum ada keseriusan dalam menangani tindak kekerasan anak. Kepedulian terhadap masalah ini juga masih sangat kurang, kekerasan pada anak masih dianggap hal biasa. Bagaimana nasib generasi sekarang ini, yang sudah jadi korban narkoba, kekerasan seksual, jadi pekerja seks dsb,” kilah Yandri.
Dia mengusulkan, jika anggaran dari pemerintah untuk mengatasi hal ini masih sangat terbatas (kecil). Maka sebaiknya melibatkan swasta atau dunia usaha dalam program mengurangi dan menghentikan tindak kekerasan anak. Dana dari dunia usaha yang cukup besar, bisa dimanfaatkan untuk program menyelamatkan anak-anak ini. 
“Anak, adalah masa depan bangsa. Saya berharap, pemerintah dan dunia usaha serta masyarakat saling bahu membahu, mengatasi tindak kekerasan anak, bersama-sama,” ajak Yandri Susanto.
Dyah Roro Esti memaparkan: Ada 50% anak- anak di dunia atau 1 miliar anak, yang berusia 2 tahun -12 tahun, telah mengalami tindak kekerasan fisik secara seksual maupun emosi onal. Untuk Indonesia, UNICEF pada 2015 menyatakan, anak usia 13 th-15 th melaporkan, pernah diserang secara fisik oleh tua. Sebanyak 50% anak, mengaku di bully di sekolahnya.
“Bukan hanya pemerintah yang harus menyelamatkan anak anak ini. Tetapi peran orang tua, sekolah, masyarakat dan lingkungan terdekat, wajib membantu menyelamatkan anak anak. Media sosial perlu memonitor dan mengawasi tindak kekerasan terhadap anak,” tandas Dyah Roro Esti.
Ketua KPAI Susanto berharap, upaya proteksi dan rehabilitasi terhadap anak dari tindak kekerasan, harus dikembangkan di daerah daerah. Era Otonomi Daerah, perlu dikembangkan desa ramah anak, kelurahan ramah anak. Desa dan Lurah harus menjadi ujung tombak terwujudnya Indonesia ramah anak. 
“Pada 2019 terdapat 4.369 kasus tindak kekerasan anak. Kasusnya variatif, yakni anak berhadapan dengan hukum. Misalnya, anak sebagai pelaku, anak sebagai saksi dan korban. Kasus rebutan anak pada perceraian orang tua, kasus pornografi anak, dan Cyber crime anak,” contoh kasus yang diutarakan Susanto. (Ira)

Tags: