1.215 Hektar Hutan di Provinsi Jawa Timur Alami Kebakaran

Suasana hutan gunung wilis di Desa Kepel Kecamatan Kare Kab. Madiun terbakar. Tampak petugas memadamkan kebakaran hutan wilis di petak 51.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Sebanyak 1.215 hektare kawasan hutan di Jatim kebakaran selama musim kemarau 2019. Dari jumlah itu, 560 hektare berada di kawasan hutan di Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo yang merupakan hutan milik Pemprov Jatim.
Sementara sisanya, 626,88 hektare hutan milik Perum Perhutani Divre Jawa Timur, 25,12 hektare hutan milik Balai Besar KSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jawa Timur dan tiga hectare milik Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS).
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jatim, Dewi J Putriatni mengatakan, sebanyak 1.215 hektare hutan di Jatim yang terbakar itu data per 19 Agustus 2019. Saat ini, sudah tidak ada lagi hotspot kebakaran lagi yang terdeteksi oleh satelit. “Laporan terakhir Minggu 18 Agustus terpantau ada titik hotspot. Kemudian kebakaran itu sudah bisa diatasi dalam jangka waktu 6 jam,” tutur Dewi, dikonfirmasi, Selasa (20/8).
Menurut Dewi, kebakaran hutan selama musim kemarau sulit untuk dihindari. Hampir setiap tahun selalu terjadi kebakaran, kecuali pada 2017 yang sepanjang tahun terjadi hujan atau kemarau basah. Untuk itu, Dinas Kehutanan Jatim selalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait agar kebakaran hutan tersebut bisa dihindari atau ditangani dengan cepat.
“Untuk tahun ini, kebakaran yang terjadi di wilayah Tahura Raden Soerjo hanya di lereng Gunung Arjuno dan Welirang yang masuk wilayah Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu. Setiap ada kebakaran, kami selalu koordinasi dengan BPBD dan BNPB untuk dibatasi menggunakan water boom,” terangnya.
Selain menggunakan water boom, lanjut Dewi, pemadaman juga dilakukan secara manual. Seperti membuat parit atau melokalisir kebakaran agar tidak meluas, dan memukul-mukulkan api dengan kayu atau pohon kecil agar mati.
“Biasanya lokasi kebakaran ini sangat sulit dijangkau. Untuk pemadaman manual, membawa air dengan jumlah banyak itu sangat tidak mungkin. Bawa air hanya untuk minum. Makanya cara memadamkannya dengan melokalisir dan memukul-mukulkan api agar mati,” terangnya.
Untuk petugas yang memadamkan api, jelas Dewi, banyak dibantu relawan. Mereka dengan ikhlas ikut memadamkan kebakaran walaupun tidak dibayar. “Biasanya dari BPBD yang mengirim bantuan makan dan minum untuk para relawan yang ikut memadamkan api,” katanya.
Oleh karena itu, Dinas Kehutanan Provinsi Jatim terus menggalakkan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan kebakaran hutan. “Selama ini keberadaan relawan dan masyarakat sangat penting untuk ikut membantu memadamkan kebakaran,” ujar Dewi.
Terkait penyebab kebakaran, Dewi mengatakan masih belum mengetahui secara pasti. Kemungkinan besar karena human error, bukan karena sengaja dibakar untuk membuka lahan seperti yang terjadi di Sumatera atau Kalimantan.
“Kebakaran hutan di Jatim dengan di Sumatera berbeda motifnya. Kalau di Sumatera karena ada dugaan kesengajaan untuk membuka lahan. Kalau di Jatim tidak. Lebih karena human error seperti lupa mematikan api saat membuat api unggun, pemburu yang memburu burung atau lebah yang menggunakan api sebagai alatnya,” pungkasnya. [iib]

Tags: