10 Tahun Vakum, Kini PWI Perwakilan Probolinggo Kembali Bangkit

Ketua PWI Perwakilan Probolinggo, Suyuti bagikan masker ke pengguna jalan.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Sekitar 10 tahun vakum, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Probolinggo, kembali bangkit. Sabtu (24/10), PWI Perwakilan Probolinggo Persiapan, terbentuk. Dalam Konferensi 1 di Ballroom Lila Catering, Kecamatan Dringu, itu H.A. Suyuti, terpilih sebagai ketua PWI Probolinggo Persiapan.

General Manager Jawa Pos Radar Bromo itu, terpilih secara aklamasi. Dalam pemilihan yang diikuti oleh 13 anggota PWI Probolinggo Persiapan, itu juga langsung dilaksanakan pelantikan.
Para pengurus PWI Probolinggo Persiapan, dilantik langsung oleh Ketua PWI Jawa Timur, Ainur Rohim. Ia hadir didampingi Wakabid Organisasi Machmud Suhermono dan Bendahara PWI Jawa Timur Teguh Lulus Rahmadi.
Perwakilan komunitas wartawan di Probolinggo, juga hadir. Di antaranya, ada dari Forum Wartawan Mingguan Probolinggo (F-Wamipro), Asosiasi Jurnalis Probolinggo (AJP), Kelompok Kerja Jurnalis Kraksaan (Pokja Jurnalis Kraksaan), dan Jurnalis Probolinggo Kota (JISPRO).

Dari kalangan pemerintahan, ada Asisten Pemerintahan Kabupaten Probolinggo Tutug Edi Utomo; kepala Diskominfo Kabupaten Probolinggo Yulius Christian; serta Kabid Komunikasi Publik, Diskominfo Kota Probolinggo, Sumarno.

Suyuti menegaskan, PWI merupakan organisasi profesional dan independen. Serta, tidak ada kaitannya dengan partai politik dan organisasi kemasyarakatan.

“Ini perlu ditekankan dalam forum yang baik ini. Dengan persaingan yang ketat antara medsos (media sosial) dan media massa, penting untuk menjaga independensi. Jangan sampai organisasi ini ditarik ke kiri ke kanan,” ujarnya.

Menurutnya, PWI juga bertugas menjaga wartawan agar tetap on the track dan meningkatkan kapasitasnya sebagai wartawan. Seperti melalui Uji Kompetensi Wartawan.

“Keberadaan PWI sangat strategis ke depan. Di situ ada peran pembangunan Probolinggo. Mari kita hidupkan PWI,” ajaknya.

Ainur Rochim mengungkapkan, di tengah semakin terbukanya profesi ini, siapa saja bisa menjadi wartawan.

“Artinya, pemahaman pemangku kepentingan terhadap profesi ini semakin berat. Maka, Dewan Pers mengampu melakukan Uji Kompetensi Wartawan. Juga melakukan verifikasi perusahaan media,” katanya.

Tantangan media saat ini semakin berat. Kini, media massa bukan ditentukan negara atau pemerintah, malainkan ditentukan oleh pasar.

“Tidak seperti di zaman Orba (Orde Baru) yang diatur regulasi negara, baik regulasi redaksi dan bisnis media,” tuturnya.

Pasca Orba, ada istilah market regulasi. Media ditentukan oleh pasar. Pasar itu ditentukan masyarakat. Masyarakat sosilogis dan tokoh masyarakat dapat menentukan media.

“Intervensi negara sangat minim, bahkan di urusan redaksi tidak ada,” tandasnya.

Sejauh ini kepercayaan publik terhadap media massa mencapai 68 persen. Sedangkan, ketidakpercayaan terhadap media social masih 60 persen.

“Semua media punya fungsi literasi, punya fungsi untuk mendidik masyarakat. Ternyata fungsi pendidikan kepada masyarakat tidak bisa dipasrahkan kepada media sosial,” lanjutnya.

Tutug Edi Utomo mengatakan, dalam duania jurnalistik, ada yang namanya rukun jurnalistik. Pertama, harus ada perusahaan pers. Kedua, harus ada wartawannya dan ketiga harus ada narasumbernya. Keempat harus ada stakeholder–nya, pembaca, dan pemirsanya. Terakhir, adalah organisasi profesinya.

“Dulu dan sekarang berbeda. Sekarang sudah banyak organisasi profesi,” tambahnya.(Wap)

Tags: