107 Bangunan Liar di Modongan Kabupaten Mojokerto Terancam Dibongkar

Bangli yang disempadan afvoer Modongan.

Kabupaten Mojokerto, Bhirawa.
Sedikitnya 107 Bangli (Bangunan Liar) di Desa Modongan dan Desa Wringinrejo, Kec. Sooko, Kab. Mojokerto yang berdiri di sepanjang sempadan Afvoer Modongan terancam dibongkar paksa. Hal ini menyusul 2 kali Surat Peringatan dari Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Provinsi Jatim yang tidak diindahkan para pemilik bangli.

Adapun surat peringatan yang telah dikirimkan agar pemilik melakukan pembongkaran secara mandiri. Untuk SP 1 dikirimkan awal Mei lalu dan SP2 pada 25 Mei 2023. Adapun pembongkaran paksa akan dilakukan setelah SP3 dilayangkan pekan ini.

Koordinator Pengawasan dan Pengendalian Bidang Bina Manfaat Dinas PU Sumber Daya Air Jatim. Ari Puji Astono menjelaskan, Keberadaan Bangli di Afvoer Modongan dinilai menjadi penyebab sejumlah persoalan sungai. Antara lain penyempitan aliran sungai, masalah sampah, hingga hambatan akses pemeliharaan.

Akibatnya banjir luapan sungai langganan merendam jalan, rumah, dan fasilitas umum. Gejolak penolakan hanya datang dari sebagian pemilik bangli di Desa Modongan. Sekitar 42 orang menolak, menuntut agar diberi tempat relokasi yang sudah siap ditempati. Sementara itu, pemilik bangli di Desa Wringinrejo sejauh ini sudah menyetujui adanya penertiban.

Koordinator Pengawasan dan Pengendalian Bidang Bina Manfaat Dinas PU Sumber Daya Air (DPU SDA) Jatim Ari Pudji Astono menengarai, lahan dan bangli yang bisa diperjualbelikan menjadi salah satu pemicu munculnya penolakan penertiban. Ada dugaan, terrdapat pihak-pihak yang berkepentingan agar bangli tetap beroperasi sehingga bisnisnya tidak terganggu. Di sisi lain, pemilik bangli menolak karena merasa telah mengeluarkan biaya banyak.

“Ada banyak kepentingan di sana. Itulah yang salah satunya bikin mereka melawan,” lontarnya, Selasa (6/6) siang. kemarin.

Sekedar diketahui saja, lahan dan bangunan liar (bangli) di sempadan sungai tepi Jalan Raya Desa Modongan, Kecamatan Sooko, diduga menjadi ladang pungutan liar (pungli). Warga pendatang yang hendak mendirikan tempat usaha diminta membayar Rp 3 juta.

Pembayaran dilakukan tiga kali. Dengan rincian Rp 500 ribu, Rp 1 juta, dan terakhir Rp 1,5 juta. Transaksi itu berlangsung pada 2020 silam saat pemilik hendak mendirikan bangunan. Transaksi tersebut ditunjukkan melalui kuitansi.

Biaya itu meliputi izin usaha, uang pemasaran, dan jatah untuk kelompok yang menamakan diri sebagai panitia pengelola pasar UKM. Dan, Kades Modongan Oktavia Indriyani belum bisa dikonfirmasi.(min.gat)

Tags: