11 LSM Minta Verfak Dukungan Perseorangan Dihentikan

Pertemuan KPU dan Bawaslu Jember bersama 11 LSM yang difasilitasi oleh Pansus Pemilu DPRD Jember, di Banmus DPRD Jember, Kamis (9/7/2020).

Jember, Bhirawa
Sedikitnya 11 Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) Jember meminta Pansus Pilkada DPRD Jember untuk menghentikan verifikasi Faktual (verfak) dukungan pasangan perseorang. Pasalnya, mereka menduga ada sejumlah penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggaran di tingkar desa terkait verfak dukungan.

Seperti yang disampaikan oleh Ketua LSM Kuda Putih Slamet Riyadi saat bertemu dengan Komisioner KPU dan Bawaslu Jember yang difasilitasi oleh Pansus Pemilu DPRD Jember, Kamis (9/7/2020).

Menurut Slamet, selama ini fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu tidak optimal, bahkan cenderung ada pembiaran. Ini dibuktikan dengan banyaknya dukungan dari paslon perseorangan yang selama ini merasa tidak mendukung tapi namanya tercantum dalam form dukungan yang diserahkan oleh paslon perseorangan.

“Ini jelas ada indikasi pemalsuan tanda tangan. Karena dalam form dukungan itu dibubuhi tanda tangan yang bersangkutan. Ini jelas masuk rana hukum, namun selama ini tidak ada action dari Bawaslu dan KPU menyikapi persoalan ini,” ujar Slamet kemarin.

Termasuk kata Slamet, laporan dari kader PDIP yang sudah melaporkan kepada KPU dan Bawaslu, bahwa ada 26 petugas penyelenggara di desa yang diduga tidak netral dalam menjalankan tugasnya, namun tidak ada tindakan.

“Maksud kami, ayo KPU dan Bawaslu bersama-sama dengan kami, untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum atas temuan itu. Atau serahkan data tersebut kepada kami, biar kami yang melaporkan. Kalau tidak ada upaya itu, kami mencurigai ada permainan terselubung dan KPU serta Bawaslu ikut serta di dalamnya,” ujar Slamet kemarin.

Hal senada juga disampaikan oleh Nurdiansyah dari LSM Banteng Jawara. Menurut Nunung (panggilan Nurdiansyah) pelaksanaan Pilkada saat ini tidak ada upaya keterbukaan publik seperti yang diamanahkan oleh Undang-Undang. Sehingga masyarakat yang digaungkan untuk berperan aktif mengawasi mengawasi jalannya Demokrasi yang beradab tidak akan pernah terjadi.

“Ini (pemilukada) gelap-gelapan, yang sarat dengan penyimpangan. Selama ini KPU belum pernah mempublikasikan secara transparan kepada masyarakat. Bagaimana kita bisa ikut berperan aktif mengawasi jalannya pemilu yang beradab, sedangkan kami data saja kita tidak punya. Ini jelas menyalahi aturan, mestinya tahapan tahapan dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat,” ujar Nunung.

Apalagi katanya, ada paslon yang akan mengikuti kontestasi Pilkada 2020 melalui jalur perseorangan. Bentuk dukungan kepada Paslon seperti apa, jumlahnya berapa, banyak masyarakat yang tidak mengetahui sejauh mana hasil verfak itu sudah berjalan.

“Masyarakat tidak pernah tahu dan ini syarat dengan penyimpangan. Bagaimana masyarakat ikut membantu melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Verfak, jika data saja tidak punya. Lebih baik verfak itu dihentikan, jika tidak kami akan melaporkan ke DKPP. Ini formnya sudah kami persiapkan,” timpalnya.

Ketua KPU Jember Ahmad Syaiin mengaku, semua tahapan pemilukada sudah dipublikasikan secara terbuka, termasuk mengundang seluruh elemen masyarakat, dan steakholder yang terkait sesuai aturan yang ada.

“Namun ada beberapa hal yang tidak bisa dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat, yang berkaitan dengan data pribadi. Termasuk data dukungan yang sudah terverifikasi secara administrasi dalam Silon tadi. Karena ada identitas seseorang (Nama,Alamat, NIK) yang juga melekat pada UU Adminduk. Kecuali lembaga yang melakukan pengawasan seperti Bawaslu,” ujar Syaiin.

Pertemuan yang digelar di ruang Banmus DPRD Jember, memanas ketika KPU tidak memberikan keterangan secara tegas, terkait pemintaan Pansus Pemilu DPRD Jember untuk mendapatkan data dukungan perseorangan dalam Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU Jember” Kalau menurut KPU, boleh tidak Pansus Pilkada DPRD Jember atas nama lembaga pengawasan dan undang-undang minta data yang ada di Silon. Perkara nanti Silon tersebut dipublis kepada masyarakat, itu tanggung jawab kami, karena bola itu ada pada kami,” kata Wakil Ketua Pansus Pilkada DPRD Jember Ahmad Halim.

Mendapat permintaan itu, Ketua KPU Jember Jember Ahmad Syaiin mengaku tidak bisa memberikan jawab secara pasti dan akan membahas permintaan ini kepada komisioner KPU lainnya.

“Kami lembaga kolektif kolegial, sehingga tidak bisa memutuskan sepihak dan harus diplenokan. Selain itu kami akan berkoordinasi dengan lembaga KPU diatasnya terkait permintaan ini,” ujar Syaiin kemarin.

Sementara terkait dugaan adanya pelanggaran pemalsuan tandatangan dukungan, Komisioner Bawaslu Jember Ali Rahman Yanuardi mengaku, bahwa Bawaslu tidak punya kewenangan untuk membawa kasus tersebut ke ranah hukum.

“Kalau terbukti ada pemalsuan dokumen atau pemalsuan tandatangan, kami serahkan kepada yang bersangkutan (orang yang merasa dipalsu tandatangannya) untuk melapor ke aparat penegak hukum,” tandasnya.

Situasi kembali memanas, saat Pansus Pilkada DPRD Jember menanyakan kepada Bawaslu, pasal yang melarang data Silon untuk dipublikasikan dan Bawaslu tidak bisa menunjukkan.

“Silon peruntukan untuk pihak terkait yakni paslon perseorangan. Kalau ada permintaan, siapa saja yang berhak mendapatkan Silon kami mencoba mencari pasalnya,” ujar Yanuardi yang disambut riuh undangan.

“Sampean ini pengawas dan polisinya pemilu, seharusnya seharusnya lebih peka dibanding kami yang tidak memiliki anggaran. Sampean hanya makan uang rakyat sebesar Rp.22 Milyar tanpa memahami aturan. Ini lembaga resmi yang dilecehkan oleh lembaga Bawaslu,” teriak Kustiono Musri Ketua LSM Jeper. [efi]

Tags: