12 Perubahan pada UU 24/2013 Tentang Adminduk dan E-KTP

OLYMPUS DIGITAL CAMERAKabupaten Blitar, Bhirawa
Inti utama perubahan tentang Undang-Undang nomor 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Dan Pemanfaatan KTP Elektronik ada 12 item perubahan yang harus diketaui masyarakat.
Hal ini seperti diungkapkan Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Blitar, Eko Budi Winarso, S.Sos, dimana perubahan Undang-Undang ini mempengaruhi kebijakan dan mekanisme sebelumnya.
“Sehingga setiap kali ada pertemuan, bukan hanya sosialisasi langsung kami seringkali menyampaikan perubahan-perubahan yang menyangkut administrasi kependudukan,” kata Eko Budi Winarso, S.Sos.
Lanjut Eko Budi Winarso, S.Sos, 12 perubahan yang ada pada Undang-Undang nomor 24 tahun 2013 yakni, pertama masa berlaku E-KTP yang semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP. Kedua Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan Pasal 58 ayat 4 bersumber dari data kependudukan Kabupaten/Kota. Ketiga Pencetakan Dokumen/Personalisasi E-KTP sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 huruf c, untuk pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014 serta beberapa materi tentang perubahan tentang Adminduk dan E-KTP.
Keempat Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun (Pasal 32 ayat 1), dimana semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, diubah cukup dengan Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.
Kelima Penerbitan Akta Pencatatan Sipil (Pasal 102 huruf  b) yang semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.
Keenam Pengakuan dan Pengesahan Anak (Pasal 49 dan 50), dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara. Pengesahan anak yang selama ini hanya dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak.
Ketujuh Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya (Gratis) (Pasal 79A) untuk semua dokumen kependudukan (KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain).
Delapan Pencatatan Kematian (Pasal 44) menjadi kewajiban RT untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana. Pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang melalui RW, Desa/Kelurahan dan Kecamatan.
Sembilan Stelsel Aktif (Penjelasan alinea 2), dimana semula stelsel aktif diwajibkan kepada penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada Pemerintah melalui Petugas.
Sepuluh Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi Kependudukan (Pasal 83A), dimana Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur, Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Bupati/Walikota melalui Gubernur serta penilaian kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara periodik oleh Menteri Dalam Negeri.
Sebelas persoalan Pendanaan untuk program dan kegiatan administrasi kependudukan dibebankan pada APBN, dimana Pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Adminduk yang meliputi kegiatan fisik dan non fisik baik di Prov maupun Kabupaten/Kota dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja (Pasal 87A) serta penyediaan pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Adminduk dianggarkan mulai APBN-Perubahan TA 2014 (Pasal 87B).
Dan terakhir ada Penambahan Sanksi (Pasal 94), yakni setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 75 juta dan setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan, Penerbitan dokumen dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 75 juta.(Pasal 95A) dan setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 1 M. (Pasal 96). [htn]

Keterangan Foto : Eko Budi Winarso, S.Sos [hartono/bhirawa]

Tags: