13 SD dan SMP Swasta di Kota Probolinggo Tak Dapat Bosda

SMP Namira salah satu sekolah yang tidak dapat BOSDA. [wiwit agus pribadi]

Tak Ada Batasan Nominal SPP, Dewan Soroti Pencabutan Bosda
Probolinggo, Bhirawa
Sebanyak 13 SD dan SMP swasta di Kota Probolinggo tak lagi mendapat Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) dari Pemkot Probolinggo. Bosda dicabut karena 13 lembaga ini menarik SPP mahal.
Ke 13 sekolah ini yakni, MI Muhammadiyah I, SD Muhammadiyah Plus, SMP Muhammadiyah, SD IT Permata, SMP IT Permata, SMP IT Pelita, SD Integral Hidayatullah. Lalu, SMP Integral Hidayatullah, SDK Mater Dei, SMPK Mater Dei, SDK Siloam, SDK Alethei dan SMP Namira.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Probolinggo, Moch Maskur, Rabu (14/4) tidak membantah kebijakan ini. Sebab Pemkot Probolinggo sedang menggalakkan pendidikan negeri gratis dan pendidikan swasta terjangkau. Di sisi lain, ada 13 lembaga SD dan SMP swasta di kota yang justru menarik SPP mahal. Karena pertimbangan itu Bosda tidak diberikan. Namun, sekolah ini bisa mengajukan Bosda untuk siswa tertentu, seperti tidak mampu dan yatim piatu.
“Memang betul ada 13 lembaga swasta yang tidak lagi mendapat dana Bosda. Namun, sekolah ini bisa mengajukan Bosda bagi siswa yang tidak mampu maupun siswa yatim piatu,” ujarnya.
Dijelaskan Maskur, kebijakan Bosda merupakan kebijakan khusus yang dilakukan daerah. Karena tidak semua daerah melakukan hal yang sama. Seperti di daerah sebelah kan tidak ada program Bosda. Kebijakan ini sudah dibahas dalam rapat antara Disdikbud dengan 13 SD dan SMP swasta itu. Saat rapat disampaikan sekolah dengan SPP tinggi tidak sejalan dengan visi misi wali kota.
Maskur mengungkapkan, ada sekolah yang menarik SPP tinggi pada siswanya. Rata – rata per bulan ada yang Rp250 ribu, bahkan sampai Rp300 ribu. Itu belum termasuk uang gedung dan biaya lain – lain. Sekolah dengan SPP yang tinggi dinilai wali muridnya mampu membiayai sekolah anaknya. Sehingga diputuskan Bosda tidak lagi diberikan pada 13 sekolah swasta itu. Karena sekolah swasta ini sudah menarik SPP tinggi pada siswa.
Seorang pendidik di sebuah sekolah swasta saat dikonfirmasi membenarkan hal itu. Sekolahnya bahkan menjadi salah satu dari 13 sekolah yang diundang untuk ikut rapat. Dalam rapat itu disampaikan bahwa sekolah yang SPP-nya mahal tidak berhak mendapat Bosda dari Pemkot. Alasanya karena tidak sesuai dengan kebijakan wali kota tentang pendidikan gratis bagi sekolah negeri dan pendidikan murah bagi sekolah swasta.
“Kalau sekolah swasta menurunkan SPP tidak mungkin. Karena pemerintah hanya memberi Rp40 ribu hingga Rp60 ribu per anak. Sedangkan kami SPP-nya sampai Rp250 ribu. Yang aneh, pemerintah pusat tidak membedakan sekolah. Tapi di sini malah membeda – bedakan dalam pemberian Bosda,” kilahnya.
Menurutnya, sekolah mendapat Bosda. Walapun tidak penuh. Namun karena kebijakan itu dipastikan tahun ini sekolahnya tidak akan dapat Bosda. Lalu dalam rapat itu muncul usulan agar siswa yang tidak mampu tetap dapat Bosda.
“Malam minggu 13 lembaga diminta data usulan siswanya yang tidak mampu untuk dapat Bosda. Harusnya Hari Senin kemarin jam 09.00 terakhir pengumpulan itu. Sebagian teman – teman sepertinya tidak mengumpulkan,” tandasnya.
Komisi I DPRD Kota Probolinggo menyayangkan pencabutan Bosda pada 13 sekolah swasta di Kota Probolinggo. Pencabutan Bosda itu dinilai kurang pas. Anggota Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Syaiful Rohman menegaskan, Rabu (14/4). Dia mengingatkan, Pemkot melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) belum pernah mengeluarkan patokan tentang besarnya SPP sebelumnya.
Terutama SPP di sekolah swasta. Karena itu juga, tidak ada patokan berapa SPP yang dikatakan mahal atau murah. Syaiful pun menyesalkan pencabutan Bosda itu. Apalagi, hal itu dilakukan di saat pandemi.
“Saya turut prihatin atas dicabutnya Bosda di 13 sekolah swasta di kota. Apalagi di situasi pandemi yang serba sulit seperti sekarang ini,” katanya.
Berbeda dengan Komisi I DPRD Kota Probolinggo. Dewan Pendidikan Kota Probolinggo justru mendukung kebijakan mencabut Bosda untuk 13 sekolah swasta. Ketua Dewan Pendidikan Kota Probolinggo, Eko Wahyono menegaskan, pemberian Bosda merupakan kebijakan wali kota bagi SD dan SMP sederajat. Karena itu, jika ada tarikan atau pungutan dana pendidikan yang terlalu tinggi, maka Bosda bisa ditangguhkan. ”Sebab, wali kota kan menghendaki biaya pendidikan murah berkualitas,” tadasnya. [wap]

Tags: