15 Ha Lahan Sayur Alami Kerusakan dan Gagal Panen di Probolinggo

Lahan kentang yang rusak akibat embun upas

(Embun Upas Landa Sukapura) 

Kabupaten Probolinggo, Bhirawa
Belasan hektar lahan pertanian di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, rusak dan gagal panen. Kerusakan itu disebabkan oleh embun beku (frost) dan juga kekeringan yang melanda di kawasan Bromo di tahun 2018 yang lebih parah dari pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini diungkapkan camat Sukapura Yulius Christian, Senin (13/8).
Setidaknya ada 15 hektar tanaman sayur rusak dan mati. Padahal tanaman sayur, seperti tomat, bawang pring dan kentang itu, hampir panen. Komoditi pertanian itu gagal tumbuh akibat dampak embun beku alias upas dan juga kekeringan. “Kalau yang punya air, ya disiram. Tapi kalau tidak punya air, ya sudah dibiarkan. Kalau sudah tua dipanen. Tetapi, kalau masih baru dan terdampak, otomatis tidak bisa dipanen,” tutur Sukan, petani asal Desa Ngadirejo.
Kandungan belerang pada upas, membuat tanaman tidak bertahan lama. Embun upas yang turun di bulan Juli hingga September, menyebabkan petani gagal panen. Sebab, dengan kondisi kekeringan yang terjadi, petani kesulitn air untuk menyiramnya pasca terkena embun beku. “Sebenarnya, pada musim hujan juga ada upas. Tapi, bisa diatasi dengan bantuan air. Kalau musim kemarau yang susah, dari mana mau menyiramnya. Airnya saja tidak ada. Ya dibiarkan merugi,” katanya.
Menurut Camat Sukapura, Yulius Christian, dari 15 hektar tanaman yang rusak dan gagal panen, sekitar 2 hektar lahan pertanian terdampak embun upas. Sementara, 13 hektar lainnya terdampak kekeringan. Belasan hektar lahan itu tersebar di 5 desa, yaitu di Desa Ngadisari, Ngadirejo, Ngadas Sapih, Sapi Kerep dan Pakel.
“Untuk yang terkena embun upas yang di Ngadisari timur dan Ngadirejo timur. Sebab daerah yang terkena itu, sesuai dengan hembusan angina Bromo yang saat ini mengarah ke timur. Untuk sisi utara atau barat aman dari embun upas,” ujarnya.
Menurut Yulius, Dinas Pertanian tidak merekomendasikan bagi petani untuk bertanam pada bulan Agustus-September. Sebab pada bulan-bulan itu, kemarau berlangsung tinggi. Di samping memasuki musim kemarau, embun upas menjadi ancaman serius pada lahan pertanian.
“Nah, itu permasalahannya, cara mencegahnya petani harus rajin menyiramnya. Menyemprot tanpa obat didaunnya. Kendalanya, di Sukapura sedang musim kemarau dan air sulit di dapat,” tandas mantan Kabag Kominfo Kabupaten Probolinggo ini.
Lahan pertanian kentang milik petani di dataran tinggi yang kembali diserang embun beku (bun upas). Luasan lahan kentang petani yang terdampak pada kejadian bun upas kedua di bulan Agustus ini, diperkirakan dua kali lipat dari kejadian pada juli lalu. Kerusakan tanaman pun mencapai 70- 90 persen sehingga kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Dari luas yang ada tersebut seluruh tanaman kentang yang telah ditanamnya layu, hingga tampak seperti terbakar. “Kalau dihitung, kerugian kurang lebih Rp 25 juta untuk luas 0,5 ha karena lahan pertanian rusak parah.
Dengan suhu di kawasan G. Bromo yang sempat menyentuh angka 0 derajat celcius, tentu dapat dipastikan membuat embun membeku. Seperti halnya waktu-waktu sebelumnya, para petani sebenarnya paham dengan kondisi tersebut namun setiap terjadi bun upas tetap mereka merasa sangat terpukul, papar Yulius.
Petani sayuran yang ada tidak terlalu banyak mengalami kerugian. Karena sebelumnya sudah menyadari potensi bahaya apabila menanam kentang di bulan Juli-Agustus, bulan Juli-Agustus memilih banyak menanam tanaman lain seperti kubis, daun bawang, dan wortel,”bebernya.
Tanaman tersebut lebih tahan terhadap munculnya bun upas sehingga dampak kerugian ditimbulkan pun tidak terlalu besar. Selain itu, harga komoditas kentang di bulan-bulan pertengahan tahun, biasanya tidak terlalu tinggi. “Harga kentang pada pertengahan tahun paling di kisaran Rp 6.000-Rp 8.000 per kilogram, tergantung jenis dan kualitasnya,” tambahnya. [wap]

Tags: