157 Anggota DPR Dukung Interpelasi, Hari Ini Diserahkan ke Pimpinan

Sejumlah anggota DPR menggalang dukungan untuk mengajukan hak interpelasi kepada pemerintah tentang kenaikan harga BBM bersubsidi, Selasa (25/11). Hingga sore kemarin sudah terkumpul 157 tanda tangan.

Sejumlah anggota DPR menggalang dukungan untuk mengajukan hak interpelasi kepada pemerintah tentang kenaikan harga BBM bersubsidi, Selasa (25/11). Hingga sore kemarin sudah terkumpul 157 tanda tangan.

Jakarta, Bhirawa
Sebanyak 157 anggota DPR telah membubuhkan tanda tangan mendukung pengajuan interpelasi kepada pemerintah tentang kenaikan harga BBM bersubsidi. Fraksi Partai Golkar menjadi yang terbanyak memberikan tanda tangan dukungan penggunaan hak interpelasi.  Rencananya Rabu (26/11) hari ini  tanda tangan itu akan diserahkan kepada pimpinan DPR untuk dibawa ke rapat paripurna.
“Golkar 53 tandatangan, Gerindra 50, PKS 31, PAN 23. Total 157 tanda tangan,” kata inisiator interpelasi kenaikan harga BBM, M Misbakhun kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (25/11).
Misbakhun mengatakan interpelasi diajukan untuk mendengar argumentasi pemerintah menaikkan harga BBM. Apalagi kebijakan tersebut dikeluarkan saat harga minyak dunia sedang turun.  “Meski menaikkan harga BBM wewenang pemerintah, kami ingin menguji logika pemerintah,” ujar anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini.
DPR juga akan mempertanyakan program-program bantuan sosial pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Misbakhun mencontohkan soal program pemerintah seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dikeluarkan Jokowi.
Menurutnya DPR berhak tahu dari mana sumber anggaran program-program tersebut. Misbakhun tidak berani berspekulasi soal potensi pelanggaran undang-undang dalam kenaikan harga BBM bersubsidi. Menurutnya hal itu lah yang justru ingin diketahui DPR lewat penjelasan pemerintah. “Kami lihat dulu praktiknya. Kami belum mendapat penjelasan resmi pemerintah,” katanya.
Sesuai pengertiannya, interpelasi adalah hak yang dimiliki DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  Berdasarkan UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) Pasal 194 disebutkan hak interpelasi diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Selanjutnya pengusul harus menyampaikan alasan interpelasi tersebut kepada Pimpinan DPR. Kemudian, pengusulan hak interpelasi tersebut dibawa dalam forum rapat paripurna DPR untuk menyetujui atau menolak interpelasi.
Hak interpelasi kebijakan kenaikan BBM bersubsidi yang terus digulirkan oleh fraksi yang tergabung di Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR direaksi Fraksi PDI Perjuangan. Anggota Fraksi PDI Perjuangan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menyatakan akan berjuang keras membendung hak interpelasi. Salah satu caranya dengan lobi-lobi ke berbagai fraksi.
“Sikap saya sendiri dan teman-teman PDIP, tentu akan melakukan penjelasan dan lobi-lobi mengapa pemerintahan Jokowi harus menaikkan harga BBM. Tentu saja ada pertimbangan yang menitikberatkan pada program pembangunan untuk menunjang kesejahteraan rakyat di tahun-tahun mendatang,” kata TB Hasanuddin.
Dalam politik kata dia, kadang-kadang ada realitas yang diputarbalikkan. Karena itu setiap upaya yang dilakukan oleh pemerintah demi rakyat, pasti akan selalu ada pihak yang bersikap oposisi. “Tapi kami yakin pemerintah mampu menjelaskan dengan detil dan dengan argumentasi yang cukup,” tegas dia.
Sementara anggota DPR Fraksi Hanura, Mohammad Farid Alfauzi, mengakui penjelasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lengkap soal kenaikan BBM, terutama tentang relokasi subsidi yang dicabut. “Mungkin pemerintah harus lebih komplit menjelaskan tentang perencanaan penggunaaan dana, saving di atas Rp100 triliun itu untuk apa saja, kepada semua pihak,” ungkapnya di Gedung DPR kemarin.
Penjelasan itu, lanjut dia, nantinya akan mengurangi munculnya pikiran-pikiran negatif dari berbagai pihak. “Tak ada alasan lagi digunakan sebagai alat untuk jatuhkan pemerintah,” tegas dia.
Dia meminta pemerintah segera menjelaskan tentang kenaikan BBM tersebut. Dia yakin bila ada penjelasan secara detil, semua pihak akan menerimanya termasuk Koalisi Merah Putih (KMP). “Lebih detil jelaskan dengan data, semua orang bisa terima. Kalau tetap tidak diterima maka itu tidak rasional. Mungkin saja teman-teman KMP belum dapat penjelasan terkait itu,” tandasnya. [cty, ira]

Sejarah Interpelasi DPR kepada Presiden
DPR sudah beberapa kali melakukan interpelasi kepada Presiden di era Megawati Soekarno Putri hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Berikut sejarah interpelasi yang berhasil dihimpun:
1. Mei 2002, DPR mengakjukan interpelasi atas kunjungan Presiden Megawati ke Timor Timur, yang baru diakui secara internasional sebagai negara merdeka. Saat itu, interpelasi diusulkan oleh 30 orang anggota DPR yang sebagian besar anggota Fraksi Golkar.
2. Januari 2003, interpelasi diajukan DPR kepada Presiden Megawati terkait lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Malaysia. Usulann tersebut diajukan oleh 52 orang anggota DPR dari Fraksi Golkar, PPP dan PKB.
3. Juni 2008, sebanyak 130 anggota DPR yang dikomandoi Fraksi PDI Perjuangan mengajukan interpelasi kenaikan harga BBM kepada Presiden SBY. Hak interpelasi itu kemudian berubah menjadi hak angket.
4. Juli 2008, interpelasi atas kenaikan harga bahan pokok yang digalang 100 anggota DPR yang dipimpin Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo kembali dilayangkan kepada Presiden SBY. Menanggapi hal tersebut, Presiden SBY mengutus tujuh orang menterinya untuk menjelaskan kenaikan itu. DPR pun tak puas dengan jawaban dari para menteri dan menggalang hak angket. Namun, belakangan hak angket itu tidak terjadi alias batal.
5. Februari 2008, DPR lagi-lagi menginterpelasi Presiden SBY. Kali ini terkait, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani menjelaskan soal kasus itu kepada anggota dewan. Tak puas dengan penjelasan pemerintah, sejumlah anggota DPR menggalang hak angket. Tapi belakangan, hasilnya tidak jelas.

Tags: