18 Peserta Antusias Ikuti Lomba Mading 3D HSN 2019

Para peserta Lomba Mading 3D HSN 2019 di Jombang tampak antusias menyelesaikan karya mereka di Aula Unwaha, Tambak Beras, Jombang, Selasa siang (15/10). [arif yulianto]

Jombang, Bhirawa
Sebanyak 18 peserta Lomba Mading 3 Dimensi (3D) dari sekolah dan Pondok Pesantren tampak antusias mengikuti Lomba Mading Tiga Dimensi di Aula Universitas KH A Wahab Hasbullah (Unwaha), Tambak Beras, Jombang, Selasa siang (15/10). Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2019 di Kabupaten Jombang.
Tiap peserta terdiri dari tiga orang, mereka diantaranya berasal dari SMKN 1 Jombang, PP Darul Muttaqin, MA Ihsanniat Ngoro, Asrama Sunan Ampel, SMK PGRI Mojoagung, MA Fattah Hasyim Tambak Beras, PP At-Tauqid Bogem, MAN 1 Jombang, MAN 2 Ponorogo, SMK PGRI 1 Jombang, SMK Islam Mbah Bolong, MA Al-Ihsan Kalijaring, MAN 6 Jombang, PP Al- Muhajirin 1, MA Al-I’dadiyyah, dan Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum. Mereka membuat dan menampilkan tema Mading 3D masing-masing, tampak tiga orang juri mengamati proses pembuatan Mading 3D itu.
Salah seorang peserta dari MAN 1 Jombang, Nisadatul Fasilatil Alfauziah (15) mengatakan, dirinya merasa senang bisa mengikuti lomba itu. ”Seru, agak ndredeg, tapi ya buat pengalaman aja. Kalau menang juga nggak apa-apa, ikut memeriahkan Hari Santri Nasional di Kabupaten Jombang,” ujarnya.
Dia mengaku, ingin memberikan motivasi kepada anak-anak lainnya tentang Mading 3D sembari menyebarkan budaya literasi lewat karya itu. ”Mading kami ini temanya Indonesia Indah dan Makmur,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Peringatan Hari Santri Nasional Kabupaten Jombang tahun 2019, Gus Jauharuddin Fatih membeberkan, filosofi Mading 3D merupaka salah satu ekspresi ataupun wadah ekspresi bagi santri dan para siswa sekolah.
“Kami sengaja mengambil segmen dari luar, SMA dan SMK, dengan tema kesantrian, untuk apa, barangkali mereka yang belum berkesempatan mengikuti kehidupan di Pondok Pesantren, akan berimajinasi, diekpresikan lewat Mading ini,” beber Gus Jauharuddin.
Dulunya, lanjut Gus Jauharuddin, Mading hanya dikenal dengan karya dari kertas yang ditempelkan di dinding. Maka kini, lanjut dia, tidak cukup dengan hal seperti itu.
“Itu tidak menimbulkan antusiasme, maka diekspresikan dalam bentuk tiga dimensi. Ini sekaligus mewujudkan kreasi yang unik yang mungkin lebih lekat dengan arsitektur barangkali. Tentang artistik, tentang arsitektur, maket, itu bisa diekspresikan di wadah seperti Mading 3D ini,” bebernya lagi.
Sedangkan pesan moral yang bisa diambil dari Mading 3D itu yakni, kehidupan pesantren itu unik, berkarakter, dan memiliki pranata sosial atau psikologis yang khusus yang mungkin tidak ditemukan di kehidupan di luar pesantren. ”Maka lewat Mading 3D ini, keunikan, ciri-ciri yang prinsip tentang pesantren ini bisa diekspresikan para siswa, berupa Mading tiga dimensi ini,” pungkasnya. [rif]

Tags: