18 Ribu Sekolah Jatim Antre Akreditasi

akreditasi-sekolahBAPS Jatim, Bhirawa
Daftar antrean akreditasi sekolah/ madrasah (S/M) di Jatim dipastikan semakin panjang. Sampai saat ini ada 18 ribu lebih sekolah di Jatim mengajukan permohonan reakreditasi dan akreditasi baru. Sayang, dari ribuan pemohon itu, lebih dari 14 ribu sekolah terancam tak diakreditasi. Kuota akreditasi untuk wilayah Jatim menjadi faktor penghambat.
Sekretaris Badan Akreditasi Provinsi (BAP) S/M Jatim Soeparno mengatakan, tahun 2014 ini Jatim hanya mendapat kuota akreditasi sekolah sebanyak 3.537 lembaga. Kuota tersebut diperoleh dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) S/M sebanyak 2.965 lembaga dan Kementerian Agama (Kemenag) sebanyak 572 lembaga.
“Saat ini, di tingkat pusat saja kuotanya hanya 21 ribu lembaga. Padahal tahun lalu 23 ribu lembaga. Sedangkan Jatim kuotanya turun dari 4.415 dari BAN S/M dan 1.312 dari Kemenag pada 2013 lalu, menjadi 2.965 dari BAN S/M dan 572 dari Kemenag,” ungkap Soeparno, Senin (19/5).
Padahal, lanjut Soeparno , saat ini permohonan akreditasi di masing-masing jenjang sekolah di Jatim jumlahnya mecapai 18.519 pemohon. Secara rinci hingga  tahun 2014, permohonan jenjang SD/MI terdapat 10.703 lembaga, SMP/MTs 3.384 lembaga, SMA/MA 932 lembaga, SMK 352 lembaga dan PLB 448 lembaga.
“Jadi total ada 18.519 pemohon akreditasi hingga tahun 2014 ini. Dengan kuota 3.537, berarti sisa yang belum terakreditasi masih ada 14.982 lembaga,” tutur dia.
Lebih lanjut Soeparno menjelaskan, kuota dari BAN S/M pada tahun 2014 ini akan digunakan untuk akreditasi jenjang SD 1.609 lembaga, MI 644 lembaga, SMP 477 lembaga, SMA 146 lembaga, SMK 239 lembaga dan Pendidikan Luar Biasa (PLB) 50 lembaga. Sedangkan kuota dari Kemenag akan ditujukan untuk jenjang MTs 412 lembaga dan MA 160 lembaga.
Tingginya daftar antrean ini, dijelaskan Soeparno, lantaran gagalnya pelaksanaan akreditasi sekolah pada 2013 lalu dengan kuota 4.415 lembaga. Kegagalan tersebut disebabkan karena lambatnya anggaran yang dicairkan oleh Kemendikbud RI ke Jatim. Sehingga pelaksanaan akreditasi pun tidak dilaksanakan. Selain itu, tingginya antrean akreditasi ini juga dipicu dengan semakin menurunnya kuota akreditasi baik secara nasional maupun pusat.
Rendahnya kuota akreditasi yang tidak sebanding dengan daftar antrean akreditasi menurut Sopearno harus disikapi bersama. Langkah yang bisa dilakukan ialah dengan melakukan akreditasi mandiri dengan dukungan anggaran dari APBD kabupaten/kota. Sebab, jika hanya menunggu jatah dari pusat, dia pesimis daftar akreditasi ini dapat terlayani secara tuntas.
“Pada 2010 lalu, beberapa daerah di Jatim sudah ada yang mau melakukan akreditasi mandiri. Kemudian Kemenag juga sudah 2 tahun ini mengucurkan anggaran untuk akreditasi madrasah. Jadi mestinya daerah juga harus bisa menangkap persoalan ini,” tutur mantan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya ini. [tam]

Tags: