2.500 Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di Probolinggo Raya Mundur

Foto: Petugas menunjukkan surat pengunduran diri warga menjadi PKH.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Sebanyak 2.500 Keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) di Probolinggo raya mundur dari kepesertaan program. Graduasi itu merupakan yang tertinggi di Jawa Timur.

Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial pada Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo, Ofie Agustin, Minggu (26/7) mengatakan jika angka graduasi tersebut tercatat selama periode Januari-Juli 2020. Jumlah itu, setara dengan 14,34 persen dari total peserta Kabupaten Probolinggo sebanyak 89.889 KPM. Mereka mundur secara mandiri yang disertai dengan pernyataan bermaterai.

“Kami terus melakukan update. Graduasi mandiri itu menunjukkan, bahwa manfaat program PKH sangat dirasakan oleh peserta program. Utamanya dalam membantu menaikkan taraf ekonomi,” ujar Ofie .

Lima besar dari 24 kecamatan dengan graduasi tertinggi yakni di Kecamatan Sumberasih dengan 507 KPM. Kemudian Kecamatan Tongas dengan 240 KPM, Sukapura dengan 216 KPM, Krucil dengan 204 KPM, dan Maron dengan 196 KPM.

“KPM graduasi merupakan indikator keberhasilan PKH. Semakin banyak yang graduasi, program ini berhasil mencapai tujuan. Angka graduasi di Kabupaten Probolinggo merupakan yang tertinggi di Jawa Timur,” ungkap mantan Kepala Bidang Infokom Publik Diskominfo Kabupaten Probolinggo itu.

Koorkab PKH Kabupaten Probolinggo, Fathurrozi Amin mengungkapkan, banyaknya peserta yang mundur merupakan buah dari Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS). Kegiatan itu, rutin digelar setiap bulan sebelum pandemi Covid-19. Peserta wajib mengikuti P2K2 di kelompok masing-masing.

Dalam P2K2, peserta diajari cara mengasuh dan mendidik anak, merencanakan keuangan, dan memulai usaha. Termasuk kesehatan dan gizi, kesejahteraan sosial dan materi perlindungan anak. “Selama pandemi, P2K2 memang tak dilakukan untuk mencegah penyebaran,” ujarnya.

Dalam forum itu, mindset peserta diubah agar tidak tergantung dengan bantuan. Dari itulah, kesadaran berpikir peserta telah berubah. Mereka mulai malu mendapatkan bantuan, merasa ada yang lebih pantas dan layak.

“KPM yang mau graduasi, menghubungi pendamping. Selanjutnya, pendamping menindak lanjutinya dengan mendatangi rumah KPM dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan,” terang Rozi.

Sejak labelisasi di 24 kecamatan di Kabupaten Probolinggo, di rumah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) masih berlangsung. Namun, sejauh ini ada 1.607 KPM yang tergraduasi.

Labelisasi yang dilaksanakan secara bertahap oleh pemerintah desa yang didampingi pendamping PKH. Penempelan stiker itu dilakukan untuk memberikan identitas pada penerima bantuan sosial. Serta, menjadi sebuah upaya kontrol masyarakat agar bantuan dari Kementerian Sosial RI itu tepat sasaran, tandasnya.

Di kota Probolinggo, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (Aslut) yang tidak menikmati bantuannya, diduga lebih dari satu orang. Setelah sebelumnya Suryo Tiwani melaporkan permasalahannya ke kepolisian, kini muncul “koban” baru.

Dia adalah Supinah, 70, warga RT 5/RW 1, Kelurahan Pilang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo. Ia mengaku pernah mendapatkan bantuan Rp200 ribu dari pendamping Aslut saat itu, Lukman Hakim. “Iya dapat Rp200 ribu dari Pak Luk (sapaan Lukman). Dia juga ngomong kalau Sami juga dapat,” ujar Supinah didampingi putrinya, Aminah.

Sami juga warga RT 5/RW 1 Kelurahan Pilang. Namun, yang bersangkutan telah meninggal dunia. Supinah mengaku, hanya mendapatkan sekali Rp200 ribu dari Lukman. “Cuma sekali itu dapat Rp200 ribu,” ujarnya diamini Aminah.

Aminah mengatakan, pada 2017, Lukman pernah menemui ibunya dan menyerahkan uang Rp200 ribu. “Diserahkan langsung ke Emak (Supinah) tahun 2017, kalau bulannya saya lupa. Saya ingat kalau Emak dapat program ini setelah ramai kasus bansos-nya Bu Suryo yang sama dapat Rp200 ribu. Seingat saya memang satu kali dikasih, setelah itu ndak ada kabar lagi,” jelasnya.

Sejauh ini, Aminah mengatakan, keluarganya belum pernah mendapatkan kartu ATM dan buku tabungan dari program Aslut. Karena barang-barang itu dipegang pendamping. Termasuk, KTP Supinah. “Tapi, sama adik saya akhirnya diambil KTP-nya. Kalau kartu ATM dan rekening, kami ndak pegang karena dipegang pendamping. Setahu saya, Emak dapat Rp200 ribu dari Pak Lukman itu,” jelasnya.

Mendapati permasalahan ini, Lukman Hakim yang saat itu menjadi pendamping Aslut enggan berkomentar banyak. “Saya tidak bisa berkomentar dulu,” tuturnya.

Adanya KPM yang tak mendapatkan haknya ini mendapatkan perhatian dari Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo Fernanda Zulkarnain. Minggu (28/6), dia mendatangi rumah dua warga lanjut usia (lansia) yang tidak mendapatkan haknya.

“Sangat disayangkan hal ini sampai terjadi. Warga sudah lansia dan berhak mendapat bansos, ternyata bansosnya tidak diterima yang berhak. Bahkan, dari keterangan warga, kemungkinan warga yang mengalami seperti ini tidak hanya 1-2 orang, bisa lebih,” ungkapnya.

Menurutnya, mencuatnya kasus ini karena warga yang seharusnya mendapat bansos sembako Covid-19, ternyata tidak memperoleh. Setelah ditanyakan ke kelurahan, warga yang berhak menerima ini telah mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH). “Bu Suryo itu dapat PKH, tapi keluarganya tidak tahu. Dari sana terkuak kalau Bu Suryo tidak mendapat haknya dari bantuan sebelum PKH,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, keluarga Suryo Tiwani, warga Kelurahan Pilang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, mempolisikan pendamping Aslut, Lukman Hakim. Sebab, ia diduga menilap uang bansos yang seharusnya diterima Suryo Tiwani, Rp2,7 juta. Meski sejatinya, terlapor menyatakan sempat kesulitan untuk menyerahkan uang tersebut sebelum akhirnya hilang. [wap]

Tags: