2.781 Guru di Kabupaten Probolinggo Belum Terima Honor dari Bosda

Para guru persiapan daring dimasa covid 19. [wiwit agus pribadi]

Probolinggo, Bhirawa
Hingga mendekati akhir Juni ini, Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) di Kabupaten Probolinggo tak kunjung cair. Akibatnya, ribuan guru swasta Paud, SD, hingga SMP, belum menerima insentif honorarium. Sejumlah guru sekolah swasta penerima insentif honorarium pun mulai mengeluh. Sebab, Bosda yang dicairkan khusus untuk insentif honorarium guru itu, sangat mereka tunggu.
“Belum cair. Padahal ini sudah bulan enam. Cairnya itu seharusnya per triwulan (tiga bulan),” kata seorang guru sekolah swasta yang enggan disebutkan namanya, Rabu 24/6/2020. Menurutnya, Bosda selama ini sangat membantu perekonomian guru swasta. Sebab dari situ, gaji mereka dibayarkan. Karena itu, pencairan Bosda sangat ditunggu.
“Kami sebagai guru swasta tentunya sangat bergantung pada Bosda ya. Karena itu satu-satunya penunjang ekonomi kami,” ungkapnya. Kepala Bidang Ketenagaan di Dispendik Kabupaten Probolinggo-Sunalis Rabu (24/6/2020) membenarkan bahwa Bosda belum cair. “Masih proses. Bosda untuk triwulan satu dan dua memang belum cair,” katanya.
Berdasarkan data Dispendik Kabupaten Probolinggo, ada 2.781 guru swasta yang berhak menerima insentif honorarium. Untuk Paud Non Formal (KB, TP, SPS), penerima Bosda sebanyak 1.687 orang. Besarnya Rp 100 ribu per bulan.
Untuk Paud Formal (TK), sebanyak 854 orang dengan jumlah Rp200 ribu per bulan. Lalu, tingkat SD ada 90 orang dengan besaran Rp450 ribu per bulan. Dan untuk SMP sebanyak 150 orang, besarnya Rp450 ribu per bulan
Sunalis menyebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan Bosda tidak cair. Di antaranya, kepengurusan legalitas lembaga. Ia menjelaskan, legalitas lembaga sangat penting. Sebab, legalitas lembaga pendidikan swasta ada masa berlakunya. Baik itu Paud, SD hingga SMP. Jika ada salah satu saja lembaga yang belum jelas legalitasnya, maka bisa berdampak pada semuanya.
Karena itu menurut Sunalis, pihaknya tidak menolerir legalitas lembaga yang masa izinnya telah habis. Sebab, bisa berdampak pada saat laporan.
“Kalau kami paksakan, maka itu nanti akan menjadi temuan BPK. Karena itu harus berhati-hati dalam proses pencairan Bosda ini,” ungkapnya.
Sunalis menjelaskan, pandemi covid-19 menjadi salah satu penyebab lambatnya pencairan dana Bosda. Sebab, pengajuan dari sekolah menjadi terhambat. “Jadi pandemi ini juga menjadi alasan keterlambatan. Kami harapkan seminggu ini bisa cair dalam dua tahap sekaligus,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakannya, semua siswa belajar menggunakan aplikasi WhatsApp lewat kelas masing-masing. Mudahnya aplikasi ini menjadi salah satu pilihan selama siswa menjalani pembelajaran daring.
“Selama memakai WhatsApp, keuntungan tentu mudah dalam belajar, dan aplikasi ini semua anak bisa, khususnya siswa SMP,” ujarnya.
Meski begitu, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan daring bukannya tanpa kendala. Kelemahan aplikasi WhatshApp soal absensi siswa. Kadangkala absensi mengganggu bahan diskusi yang sedang berlangsung. “Absensi sering muncul, jadi ini yang membuat pelajaran terganggu,” tandasnya.
Selain itu, disiplin siswa menjadi salah satu kelemahan belajar online. “Kadang siswa sering telat, ketiduran yang paling sering. Maklum, karena tidak bertatap muka secara langsung,” ceritanya. Belum lagi ada 3 siswa yang tidak punya handphone karena tidak mampu. Rencananya, sekolah akan memfasilitasi dengan cara meminjamkan tablet milik sekolah, agar bisa mengikuti pelajaran.
Walaupun seperti itu, belajar online juga meyenangkan. Salah satunya ketika siswa belajar pakai video. Misalnya kompetensi dasar (KD) agama tentang salat. “Jadi siswa salat di video, bagaimana praktinya mereka gantian kirim lewat video,” terangnya.
Dengan kebiasaan-kebiasaan itu, siswa tidak gaptek teknologi. Termasuk guru. “Mereka sering bikin tutorial online, video pembelajaran kreatif,” jelasnya. Berbeda dengan pembelajaran tatap muka, daring membuat guru harus detail menyampaikan materi pelajaran, tambahnya. [wap]

Tags: