2 Komisi di Dewan Jatim Berebut Usul Raperda

RaperdaDPRD Jatim, Bhirawa
Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) nampaknya dijadikan landasan oleh DPRD Jawa Timur untuk membuat Perda. Bahkan untuk menunjukkan eksistensi kepada masyarakat, dua Komisi di DPRD Jawa Timur yakni Komisi E membidangi kesra, dan Komisi A membidangi hukum dan pemerintahan saling berebut untuk membahas Raperda tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Lokal dan Tenaga Asing di Jatim.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daim mengatakan, lahirnya perda perlindungan tenaga kerja tersebut berawal kontrak politik Gubernur Jatim, Soekarwo dengan serikat buruh pada peringatan Hari Buruh tahun 2014. Bahkan buruh sempat menyodorkan naskah akademis ke eksekutif.
“Setelah disepakati kontrak dengan membuat regulasi perlindungan tenaga kerja, terrutama menghadapi MEA, buruh menagih janji gubernur agar segera dibahas,” kata Suli, di Surabaya, Minggu (6/3).
Selanjutnya dewan difasilitasi pemprov untuk melakukan koordinasi dengan Disnakertransduk Jatim. Pada 26 Februari Biro Hukum setdaprov dan Disnakertransduk Jatim menyerahkan naskah akademis ke DPRD. Namun, ketika rapat Badan Musyawarah (Banmus), tiba- tiba sudah ada usulan raperda tersebut dari Komisi A.
“Tentunya Komisi E kaget. Kita clearkan agar jangan dibahas dulu, dan pimpinan sepakati ditunda untuk mempertemukan Komisi E dan A. Tetapi tidak ada tindaklanjut untuk menclearkan raperda itu,” ungkapnya.
Politisi asal PAN Jatim itu menegaskan, sesuai Tata tertib (Tatib) DPRD Jatim No 1/2014 pasal 128, pembahasan raperda harus sesuai tupoksi komisi. Jika diusulkan dari lintas komisi, tidak perlu disebutkan komisi pengusul. “Kalau lintas komisi ya dibuatkan pansus saja. Di Banmus sudah jelas itu dari Komisi A,” tegasnya.
Sementara Ketua Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo menegaskan, menjadi anggota dewan harus rajin membaca. Freddy tidak ingin anggota dewan komentar saja, tetapi tidak memahami aturan. “Jangan komentar saja, kalau keliru malah malu-maluin. DPRD harus rajin membaca terutama regulasi,” pungkas Freddy dengan nada tinggi.
Dalam tatib dewan pasal 121 dan 128 sudah jelas  raperda boleh usulan anggota komisi atau gabungan komisi . Hal itu juga dipertegas oleh PP 10/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD pasal 84 dan 86, Permendagri 1/2014  tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, dan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Di aturan sudah jelas, bukan kita mau merebut perda. Kalau Komisi E mau bahas tidak masalah, yang penting jangan matikan aspirasi anggota lainnya,” katanya.
Menurut Freddy, sesuai tahapan usulan, raperda diterima atau ditolak tergantung dari pimpinan dewan. Apakah akan dibahas oleh komisi pengusul, komisi terkait, atau pansus.
Mantan ketua badan legislasi itu, dalam tatib itu tidak disebutkan bahwa perda harus dibahas oleh komisi terkait. Mengingat penunjukkan komisi pembahas raperda tergantung pimpinan dewan. “Logikanya ya Komisi E. Tapi dibahas pansus atau komisi pengusul tidak masalah,” tuturnya.
Politisi asal Partai Golkar itu mengakui pembahasan raperda tidak harus oleh komisi terkait sudah biasa sejak dirinya menjadi ketua banleg.Bahkan sebelumnya Komisi A kepemimpinan Sabron Djamil Pasaribu juga pernah membahas Raperda Rendemen Tebu. “Dulu Pak Sabron jadi ketua komisi pernah bahas rendemen tebu, Komisi B tidak ada masalah. Saya sangat sedih kalau dewan tidak rajin membaca,” pungkasnya. [cty]

Tags: