200 Pelajar Beraksi dalam Satu Panggung ‘Padang Rembulan’

Drama tari dengan lakon pemberontakan Ke' Lesap di Bangkalan menjadi salah satu sajian kesenian 'Padang Rembulan' di Bangkalan, Sabtu (8/11) malam.

Drama tari dengan lakon pemberontakan Ke’ Lesap di Bangkalan menjadi salah satu sajian kesenian ‘Padang Rembulan’ di Bangkalan, Sabtu (8/11) malam.

Kabupaten Bangkalan, Bhirawa
Pagelaran seni pertunjukan ‘Padang Rembulan’ selalu memberi kesan memukau bagi para penontonnya. Tak heran, jika rombongan pelestari seni dan budaya di bawah naungan UPT Pendidikan Pengembangan Kesenian Sekolah (Dikbangkes) Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim ini saat menggelar pertunjukan di daerah selalu mendapat sambutan meriah dari pelajar dan masyarakat.
Malam minggu di Kabupaten Bangkalan akhir pekan ini terasa begitu berbeda dari biasa. Ribuan mata menjadi saksi pemberontakan Ke’Lasep terhadap Raden Adipati Sejo Adi Ningrat I di Stadion Gelora Bangkalan, Sabtu (8/11) malam. Bukan pemberontakan sebenar-benarnya pemberontakan. Hanya sebuah drama tari yang menceritakan sepak terjang Ke’ Lasep, putera dari Pangeran Tjokro Diningrat III oleh ratusan pelajar Jatim.
Ada lebih dari 200 pelajar beraksi di atas satu panggung ‘Padang Rembulan’ itu. Di antaranya ialah kesenian Tari Karapan Sapi, Tari Oncor Tambayu, Tari Bedhoyo dan musikalisasi puisi Tari Praban Pekas. Sebagai pamungkas pertunjukan malam itu, sebuah drama tari dengan lakon Ke’ Lesap menjadi pilihan.
Berbagai kesenian yang diangkat sengaja disesuaikan dengan lokalitas budaya setempat. Seperti halnya drama Tari Ke’ Lesap ini. Kepala UPT Dikbangkes Dindik Jatim Efie Widjajanti menjelaskan, drama ini mengangkat cerita rakyat awal mula dinamakannya Kabupaten Bangkalan. Pemberontakan Ke’ Lesap, putera Pangeran Tjokro Diningrat III terhadap Raden Adipati Sejo Adi Ningrat I alias Panembahan Tjokro Diningrat V.
Pemberontakan sejatinya telah direncanakan oleh Ke’ Lesap sejak dia masih muda. Saat itu ibunya menceritakan bahwa ayahnya yang sebenarnya adalah seorang raja, yakni Pangeran Tjokro Diningrat III. Dia pun kesal dan melakukan berbagai pertapaan hingga membuatnya sakti. Kesaktian itu dia gunakan untuk mencari simpati masyarakat. Sehingga Pangeran Tjokro Diningrat IV pun memanggil dan memberinya rumah di wilayah Bangkalan saat itu.
Merasa telah mendapat banyak simpati dari rakyat dan kerajaan, Ke’ Lesap pun mulai yakin untuk mengobarkan api perlawanan. Pemberontakan pun dimulai dari Sumenep, Pamekasan hingga Ke’ Lesap kembali ke wilayah Bangkalan yang telah dikuasai Raden Adipati Sejo Adi Ningrat I alias Panembahan Tjokro Diningrat V. Di wilayah itu dia juga mengobarkan perlawanan dengan ambisi merebut tahta Panembahan Tjokro Diningrat V sebagaimana ayahnya dulu. Sayang, ambisi itu tak dapat dicapainya dan berakhir dengan kematian Ke’ Lesap.
Saat Ke’ Lesap mati itulah, rakyat pengikut Raden Adipati berseru ‘Bengkah La’an’ yang artinya sudah matilah. Seruan itu kini dipercaya sebagai asal muasal nama Bangkalan  sebagai salah satu kabupaten di Pulau Madura itu. “Kebetulan kita memang melibatkan banyak sekali pelajar untuk pertunjukan. Kita memang sengaja memaksimalkan potensi pelajar dan guru kesenian, karena ini memang ruang untuk mereka,” kata dia.
Bukan sebatas cerita rakyat, Efie mengatakan, banyak pelajaran yang dapat diambil oleh siswa dan masyarakat yang menyaksikannya. Di antaranya ialah ketamakan Ke’ Lasep akan kekuasaan yang berujung pada kematian dan kekalahan. Ke’ Lasep merasa paling pantas menguasai Bangkalan lantaran dia adalah putera dari Pangeran Tjokro Diningrat III, meski hanya lahir dari selir.
Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf menjadi salah satu saksi kepiawaian para pelajar di Jatim ini memainkan kesenian tradisional. Menurutnya, pagelaran seni padang rembulan menjadi salah satu cara pemerintah membentengi budaya dan tradisi lokal di Jatim. Apalagi satu tahun ke depan, momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan hadir sekaligus dengan membawa berbagai budaya asing masuk ke Indonesia, termasuk Jatim. “Ini harus dipersiapkan. Khususnya tentang karakter anak didik. Jangan sampai terbawa arus budaya asing, sementara budaya dan tradisi lokal ditinggalkan,” tutur dia.
Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menambahkan, kesenian akan menjadi pengungkit karakter siswa dalam menjaga tradisi lokal dan memahami budi pekerti. Goal-nya, siswa di Jatim terbentuk sebagai individu yang cerdas, bertanggung jawab, berani, santun, dan bermoral. “Ruang-ruang kesenian untuk pelajar harus terus dibuka. Agar kesenian tradisional terjaga dan siswa tetap cinta dengan kesenian,” kata dia. [tam]

Tags: