2016, Ekonomi Jatim Ditarget Tumbuh 6,1 %

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo didampingi Ketua DRD (Dewan Riset Daerah) Jatim Prof Dr Hotman Siahaan saat memimpin rapat bersama anggota DRD Jatim membahas soal Pembangunan Provinsi Jatim di Kantor Bappeda Jatim, Selasa (13/9).

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo didampingi Ketua DRD (Dewan Riset Daerah) Jatim Prof Dr Hotman Siahaan saat memimpin rapat bersama anggota DRD Jatim membahas soal Pembangunan Provinsi Jatim di Kantor Bappeda Jatim, Selasa (13/9).

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menarget pertumbuhan ekonomi Jatim hingga akhir 2016 sebesar 5,7 hingga 6,1%. Target ini dianggap realistis mengingat adanya kebijakan tax amnesty, apresiasi nilai tukar rupiah dan kebijakan pelonggaran sektor moneter serta penurunan suka bunga single digit.
“Secara umum kondisi makro perekonomian Jatim sangat bagus. Hingga semester satu 2016 perekonomian Jatim tumbuh 5,5 persen di atas nasional yang hanya mencapai 5,04 persen,” kata Gubernur Soekarwo saat memimpin Rapat Koordinasi tentang Pembangunan Jatim dengan Dewan Riset Daerah di Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim, Selasa (13/9).
Menurut dia, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim hingga semester satu juga menunjukkan tren yang menggembirakan, yakni mencapai Rp 903,01 triliun. Angka ini mampu menyumbang 14,98%  terhadap Produk Domestik Bruot (PDB) Nasional sebesar Rp 6.028,60 triliun.
Secara kualitas, kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo, pertumbuhan ekonomi Jatim cukup baik. Kondisi tersebut disebabkan faktor inflasi administered price relatif dapat dikendalikan. Inflasi yang rendah menguntungkan orang miskin, sedangan inflasi yang tinggi sangat membebani orang miskin.
“Secara umum inflasi pemerintah pusat baik karena harga minyak rendah. Di Jatim harga inflasi bagus karena adanya pemberian ongkos angkut barang dan jasa dari D4 ke konsumen,” kata mantan Sekdaprov Jatim ini.
Dijelaskannya struktur PDRB Jatim masih didominasi sektor industri pengolahan. Sektor ini mendominasi perekonomian Jatim dengan share 29,18% terhadap PDRB Jatim. Diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor yang berkontribusi 17,86%. Sedangkan sektor pertanian, hanya berkontribusi sebesar 14,22%. Produktivitas terendah terjadi di sektor pertanian. Maka di sektor ini perlu adanya transformasi ke industri primer untuk penciptaan nilai tambah.
Di bidang investasi, lanjutnya, sampai dengan semester satu, didominasi investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) baik fasilitas maupun non fasilitas yang nilainya mencapai Rp 58,98 triliun. Sedangkan, untuk investasi PMA (Penanaman Modal Asing) realisasi sampai dengan semester satu tercatat Rp 12,64 trilliun. “Secara khusus, investasi PMA dari izin prinsip pada 2010-2015 belum terealisasi sebesar Rp 273 triliun. Hal ini sangat penting untuk diketahui penyebabnya apa,” ungkapnya.
Sedangkan kinerja perdagangan Jatim hingga semester satu 2016 sebagian besar disumbang perdagangan dalam negeri yang nilainya mencapai Rp 469 triliun. Sementara perdagangan luar negeri Jatim mengalami defisit Rp 6,827 triliun. Namun, secara total perdagangan Jatim surplus Rp 43,977 triliun. “Jatim menjadi penghubung bagi perdagangan di Indonesia bagian timur. Jadi center gravity dari perdagangan. Bahkan di Batam Jatim menjadi base dengan Vietnam,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Jatim Prof Dr Hotman Siahaan mengatakan kondisi krisis yang melanda dunia dan Indonesia menyebabkan kepanikan banyak pihak. Tak terkecuali oleh pengusaha-pengusaha yang terkena imbasnya langsung dari keadaan krisis tersebut.
“Maka, negara harus memproteksi segala kebijakan yang masuk dari luar negeri agar masyarakat miskin tidak terlalu terkena imbas yang begitu besar. Dibutuhkan profesional dari birokrasi yang kuat serta kreativitas birokrat guna mengantisipasi keadaan krisis ini,” tegasnya. [iib]

Tags: