209 Desa Jadi Korban Penundaan DAU

Sosialisasi penundaan Alokasi Dana Desa (ADD) akibat penundaan DAU dari pemerintah pusat di Pendopo Bupati Bondowoso kemarin. (Samsul Tahar/Bhirawa)

Sosialisasi penundaan Alokasi Dana Desa (ADD) akibat penundaan DAU dari pemerintah pusat di Pendopo Bupati Bondowoso kemarin. (Samsul Tahar/Bhirawa)

(Pemkab Segera Ambil Langkah Cepat Sosialisasi)
Bondowoso, Bhirawa
Penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, yang mencapai Rp 100 Miliar lebih ternyata membuat 209 Desa yang ada di Bondowoso menjadi Korban. Pemkab Bondowoso harus menunda pencairan ADD terhadap 209 desa.
Sehingga untuk mencegah gejolak dan polemik pada pemerintahaan Desa, Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang diwakili Asisten 1 Drs H Agung Tri Handono SH MM dan Kabag Tata Pemerintahan Drs Aries Agung mengambil langkah cepat dengan melakukan sosialisasi [ada 209 Kepala Desa se Bondowoso bertempat di Pendopo Bupati, Rabu (7/9) kemarin.
“ADD itu sumber dananya dari DAU, sehingga ketika ada penundaan DAU maka implikasinya sudah pasti ada penundaan ADD,” kata Asisten 1 Pemkab Bondowoso, Agung Trihandono usai membahas penundaan pencairan ADD bersama seluruh kepala desa di Pendopo, Rabu kemarin.
Total ADD yang diterima oleh 209 desa di Bondowoso pada tahun Anggaran 2016 ini mencapai Rp. 99 milyar. Dengan adanya penundaan DAU maka ada penundaan penyaluran ADD 10 persen atau senilai dengan Rp 10,066 milyar.
Sehingga, setiap desa mengalami penundaan ADD sebesar Rp 48 juta. Yang menjadi permasalahan, dari 209 desa sudah ada 81 desa yang mencairkan ADD tahap kedua dengan total mencapai Rp 3,901 milyar. Sehingga, 81 desa harus mengembalikan dana yang sudah diterimanya kepada pemerintah daerah sebanyak Rp 30 juta.
“Logikanya begini, kalau seandainya pemerintah desa belum ada yang mencairkan, maka semua desa akan mengalami penundaan sebesar Rp 48 juta. Tapi masalahnya, ada 81 desa yang sudah mencairkan dan uang itu tidak mungkin akan kita tarik kembali karena akan menyulitkan proses pertanggungjawaban. Oleh karenanya, 81 desa harus mengembalikan dana sebesar Rp 30 juta dan akan kita bagikan kepada 128 desa yang belum mencairkan ADD tahap kedua,” paparnya.
Agung Trihandono mengaku, penundaan DAU memang mengganggu proses operasional pemerintah desa selama empat bulan kedepan. Langkah pemkab agar 81 desa mengembalikan dana sebesar Rp 30 juta merupakan alternatif terakhir.
“Dari uang pengembalian itu akan kita bagikan kepada 128 desa yang belum mencairkan ADD, masing-masing desa masih bisa mendapatkan Rp 67 hingga Rp 68 juta, dan bisa digunakan sebagai biaya operasional desa empat bulan kedepan,” tuturnya.
Menurut Agung Trihandono, ini hanya soal penundaan dan mengalihkan rupiah dari desa yang sudah mencairkan kepada desa yang belum mencairkan. Namun intinya tidak ada pihak yang dirugikan. “Ini hanya soal penundaan, dan akan terbayar ditahun 2017. Dalam hal ini tidak ada yang dirugikan, yang dirugikan hanya sisi waktu, harusnya bisa kerja sekarang tertunda hingga 2017,” pungkasnya.
Sementara itu Kepala Desa Pejaten Joni mengaku sangat terganggu denga adanya penundaan ADD tersebut, menurutnya saat ini pihaknya sudah selesai melaksanakan pembangunan kantor desa yang menggunakan dana ADD, untuk menyelesaikan pembangunan tersebut pihaknya mengaku berhutang pada toko bangunan dengan harapan jika ADDD cair langsung terbayar. “Saat ini pembangunan sudah selesai dan saya tinggal mencairkan karena SPJ juga sudah selesai, tetapi ternyata tidak bisa dicairkan,” katanya Kecewa. [har]

Rate this article!
Tags: