24 Importir Sapi-7 Importir Garam Tunggu Sidang di KPPU

KPPUJakarta, Bhirawa
Kelangkaan daging sapi yang mendongkrak harga daging sangat mahal hingga mencapai Rp 120.000 per kg ditengarai KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) akibat adanya kartel yang menguasai pengadaan, pemasaran sekaligus harga. Kartel semacam ini juga menguasai ayam, garam, CPO, kedelai, beras dan berbagai bahan kebutuhan lain. Ironisnya, sanksi bagi pelaku kartel sangat ringan, sehingga tak membuat jera. Tak sebanding dengan perusakan pekonomian rakyat dan sangat merugikan masyarakat.
“Kebijakan swasembada daging yang dilakukan pemerintah terlalu agresif sehingga membuat kelangkaan daging sapi. Keagresifan itu terlihat dari impor sapi pada 2014 masih 720.000 ekor, terus menurun menjadi 350.000 ekor saja. Lalu pada 2015 bahkan hanya impor 50.000 ekor. Padahal sapi lokal belum siap mengisi kekurangannya,” tutur Ketua KPPU M Syarkawi Rauf dalam forum legislasi dengan tema Revisi UU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di pressroom DPR RI, Selasa (1/9). Nara sumber lainnya anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra.
Syarkawi menilai permainan kartel Indonesia dewasa iní sudah merambah ke berbagai bidang. Sektor pangan, kartel bukan hanya daging sapi, tapi juga ayam, kedelai, CPO dan garam. Mereka bukan hanya mengatur jumlah sapi yang diimpor, tetapi juga mengatur berapa jumlah sapi lokal yang boleh masuk pasar. Bahkan harga juga ditentukan oleh kartel. Persaingan usaha yang kotor ini, nampaknya berlanjut ke daging ayam. Di sektor garam, permainan kartel bukan hanya garam impor untuk industri, tetapi juga garam lokal untuk konsumsi masyarakat.
”KPPU kini tengah berusaha mendapatkan data-data importir bukan hanya sapi, tapi juga importir garam dari Australia. KPPU akan menelusuri, bagaimana kartel itu mempermainkan petani garam lokal. Yang oleh ulahnya, petani terpaksa melepas hasil panen garamnya dengan harga hanya Rp 300-400 per kg. Jauh di bawah Harga Patokan Pemerintah (HPP) Rp 750 per kg,” ungkap Syarkawi.
Disebutkan, sebulan lalu kartel telah mengurangi jumlah sapi siap potong yang masuk ke rumah pemotongan hewan. Importir juga telah mengurangi jumlah sapi, dari 17.900 ekor menjadi 21.900 ekor, bahkan hanya 5.000 ekor. Seminggu menjelang Lebaran, rumah potong dipasok 30 ekor sapi per hari. Tapi terus dikurangi menjadi hanya 8 ekor per hari. Padahal saat itu kebutuhan daging berlipat, sehingga harga daging langsung melonjak.
“Pertengan September 2015 ini, 24 perusahaan importir sapi masuk persidangan. Akan menyusul 7 perusahaan importir garam dari Australia,” papar Syarkawi.
Menanggapi hal ini wakil rakyat Eka Sastra berujar revisi UU tentang Persaingan Usaha memang mendesak dan perlu untuk mengatasi praktik usaha yang kotor ini. Selama ini UU Nomor 5 Tahun 2009 masih banyak lubang yang dimanfaatkan para pengusaha nakal. Kartel dengan mudahnya bisa mengatur pasok, pasar dan harga barang. Dengan revisi, UU baru nanti, persaingan usaha tetap ada, namun harus bersaing sehat. [ira]

Tags: