240 Karya Produk SMK Mini Dipamerkan

Pameran produk hasil karya program SMK Mini yang digagas Pemprov dan Dinas Pendidikan Jatim kembali di gelar di JX International Convention Exhibition 27-29 Nopember 2018. Pameran ini dibuka langsung oleh Gubernur Jatim, Dr H Soekarwo, Rabu (28/11).

Sasar Pondok Pesantren, Daerah Tertinggal dan Daerah Potensial
Surabaya, Bhirawa
Tren positif yang ditunjukkan SMK Mini sehingga jadi sekolah percontohan vokasi nasional menjadi bukti nyata keberhasilan program yang digagas oleh Pemerintah Provinsi dan Dinas Pendidikan Jawa Timur. Program yang dihadirkan untuk memberdayakan masyarakat daerah guna peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) ini menyasar pada tiga aspek. Yakni, Pondok Pesantren, Daerah Potensial dan Daerah Terpencil.
Diungkapkan Gubernur Jawa Timur, Dr H Soekarwo program SMK Mini merupakan model break through untuk meningkatkan SDM masyarakat daerah. Apalagi optimalisasi potensi lokal juga dibutuhkan untuk membuat daerah tersebut mandiri dan berdikari.
Di samping itu, menurut dia, program SMK Mini yang menyasar pondok pesantren dinilai relevan, ketika tuntutan dalam menghadapi revolusi industri tidak hanya bermodal pada pengetahuan. Melainkan juga pada keterampilan atau keahlian serta persoalan etika dan moralitas.
“Santri ini kan memiliki etika yang baik tapi minim keterampilan. Apalagi revolusi industri tidak akan berjalan dengan baik jika SDM nya tidak memiliki ketrampilan. Selain itu, perusahaan perlu kompetensi dan kepribadian yang bagus. Menangnya di jatim itu etika moralitas bagus, jiwa petarungnya bagus dan ketrampilannya sesuai,”jelas dia.
Di samping itu, pihaknya menegaskan jika SMK Mini perlu didukung dengan kerjasama dari pihak ketiga untuk standardisasi produknya, yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan kerjasama industri. Pihaknya menilai, bermitra dengan industri merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memutus mata rantai pengangguran di Jatim.
“Termasuk kerja sama dengan Alfamart ini harus dipertahankan. Kalau MoU saat ini hanya bisa dengan 50 SMK, nantinya harus bisa dengan 100 SMK,” tegasnya. Sebab, lanjut dia, Jatim memiliki ratusan SMK unggulan yang berdaya saing, seperti SMK Mini. Dari 264 kategori SMK, yang konsiten dalam menghasilkan produk-produk handal dan mencetak lulusan yang mampu berwirausaha hanya ada 240 SMK.
“Khusus SMK Mini, Alfamart akan mendampingi untuk membuat produk SMK Mini ini bisa masuk pasar ritel. Karena Jatim sudah menjalin kerjasama dengan Alfamart cukup lama bahkan sudah ada lulusan Alfamart Class,” ujar dia.
Ia berharap kepala SMK Mini dapat meningkatkan kualitas proses bahan baku yang diolah menjadi bahan setengah jadi atau siap pakai.
Sementara itu, Human Capital Director Alfamart, Tri Wasono Sunu menambahkan program Alfamart Class secara nasional sudah berjalan sejak 2009. Untuk Jatim sejak MoU 2015 ada 50 SMK yang telah bekerja sama. Sedangkan dalam lingkup nasional ada sekitar 218 SMK yang menerapkan kurikulum pendidikan ritel ini. Seperti pembentukan kelas industri, pelatihan guru, hibah bisni centre hingga prakerin.
“Sasarannya adalah SMK negeri maupun swasta yang memiliki Jurusan Pemasaran. Lulusan sebanyak 338 orang yang diserahterimakan ini hanya Alfamart Class. Sebab Alfamidi Class di Jatim belum ada lulusan karena programnya masih baru diterapkan tahun ini,” imbuh dia.
Pihaknya berharap, dengan adanya program Alfamart Class para lulusan diharapkan siap secara motivasi, determinasi, integritas dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Tekankan Peningkatan Grade Kompetensi Pengelola SMK Mini
Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim membuka peluang bagi Pondok Pesantren (ponpes) untuk mengikuti program SMK Mini. Pasalnya, dari jumlah awal yang dipatok 270 sekolah, namun yang terwujud 240 SMK Mini di seluruh Jatim. Bukan tanpa alasan, jumlah tersebut merupakan imbas dari hasil evaluasi dari Dindik Jatim atas program yang diusung oleh sekolah mini.
Kepala Dindik Jatim, Dr Saiful Rachman menuturkan penurunan jumlah sekolah yang mengikuti program SMK Mini karena peningkatan grade kompetensi dan tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Seperti kompetensi program, tenaga pelatih, pengelolaan program, kualitas lulusan dan produk. Sehingga, bagi sekolah yang tidak siap dengan hal tersebut akan memberikan masalah baru bagi mereka.
“Kalau mereka tidak bisa mempertanggungjawabkan dengan baik programnya ya kita drop. Karena ini konsekuensi dari pada program SMK Mini. Program ini kan basenya pemberdayaan masyarakat, kewirausahaan dan peningkatan SDM di daerah potensial, Ponpes dan daerah terkecil. Kalau tidak ditantang dengan inovasi-inovasi ya susah bertahan,” ungkap dia.
Mantan kepala Badiklat Jatim ini menjelaskan untuk menjadi SMK Mini, peserta harus menunjukkan potensi lokal melalui proposal yang ditawarkan. Setelah itu akan ada uji proposal dari pihak-pihak yang berkompetensi di bidangnya. Pada tahap ini, jika program proposal layak untuk diterapkan, pihak Dindik akan melakukan tinjauan lapangan.
“Tahap ini kita lakukan untuk memutuskan apakah mereka bisa menerapkan program itu atau tidak. Apakah berdampak signifikan atau tidak,” lanjut dia.
Jadi, sambung dia, kedepan bukan tidak mungkin jika banyak pihak yang ingin bergabung dengan program SMK Mini. Mengingat pihaknya juga membukan kesempatan bagi siapapun yang ingin bergabung.
“Kita beri kesempatan sebanyak-banyaknya. Mana sekolah yang ingin diajukan. Standart kita bisa jadi menambahkan SMK Mini. Tapi target maksimal tetap 270 dengan sistem penganggaran dengan pola BOS nya SMK Mini,” pungkas dia. [ina]

Rate this article!
Tags: