30 Peserta Ikuti Nggoreng dan Ngudek Kopi

Puluhan ibu-ibu di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan tengah nggoreng kopi menggunakan cara kuno, Minggu (30/7) siang. Menggoreng dengan cara kuno menumbuhkan aroma nikmat pecinta kopi. [Hilmi Husain]

Pasuruan, Bhirawa
Puluhan ibu-ibu asal Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan meramaikan festival Nggoreng dan Ngudek Kopi, Minggu (30/7) siang. Festival tersebut merupakan rangkaian Sarasehan Tani Nasional dengan tema ‘Membangun Sinergi, Menguatkan Petani di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan’.
Tentu saja, festival tersebut menjadi magnet tersendiri bagi para peserta sarasehan tani atau sebagian pengunjung yang datang ke acara ini. Karena, para peserta ataupun pengunjung, bisa melihat langsung bagaimana cara memilih biji kopi, cara menggoreng kopi dengan baik dan benar serta cara menumbuk kopi hingga halus hingga menyajikannya hingga menjadi kopi siap seduh.
Bupati Pasuruan HM Irsyad Yusuf mengatakan, meriahnya rangkaian Sarasehan Tani Nasional dilatarbelakangi adanya semangat kegotongroyongan. Desa Jatiarjo adalah satu dari 24 Desa yang ditetapkan dalam bagian upaya pengembangan Desa Maslahat oleh Pemkab Pasuruan.
“Potensi di kawasan ini sungguh luar biasa, selain airnya berlimpah terdapat juga tanah-tanahnya masih luas. Makanya, dengan potensi alam yang begitu melimpah, harus benar-benar menjadi sumber penghidupan yang terus menerus dapat dirasakan oleh semuanya,” tegas Irsyad Yusuf
Pantauan Bhirawa di lokasi, 30 peserta secara cekatan memilih dan memilah biji kopi. Biji kopi yang baik dimasukkan ke dalam penggorengan yang sudah disiapkan di atas tungku. Uniknya, nggoreng dan ngaduk kopi dilakukan dengan cara kuno. Selain dari tungku kayu bakar, alat penggorengan yang di gunakan terbilang kuno, karena berasal dari gerabah tanah liat.
Sekitar 30 menit, tangan ibu-ibu Jatiarjo mengaduk kopi. Mereka membolak-balikkan biji kopi hingga warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan, kemudian memindahkan kopinya ke lumpang (alat menumbuk kopi). Tanpa memerlukan tenaga ekstra, ibu-ibu Jatiarjo mulai menumbuk kopi di lumpang hingga halus. Kemudian, kopi sudah siap seduh. Kopi disajikan dengan air panas.
Perwakilan ibu-ibu Jatiarjo, Warniti, (35) mengatakan mengaduk kopi sudah berjalan sekitar 15 tahun. Selain mempertahankan cita rasa kopi yang khas, cara ini sudah menjadi budaya warga di Jatiarjo.  “Beda rasanya jika ditumbuk. Karena aroma kopinya lebih nikmat. Jika menggunakan mesin modern, maka rasa dan aroma kopi mengilang begitusaja dalam proses itu,” papar Warniti.
Sebelum festival ini dimulai, ada acara peresmian Desa Wisata Kampung Kopi Jatiarjo. Dalam hal ini, Pemkab Pasuruan meresmikan Jatiarjo sebagai Desa Wisata Kampung Kopi.
Kepala Desa Jatiarjo, Sareh Rudianto mengungkapkan festival Nggoreng dan Ngudek Kopi ke depannya akan terus dikembangkan. Terlebih, melalui pengembangan desa, agar Jatiarjo akan semakin dikenal akan wisata kopinya.
“Edukasi dalam pembuatan kopi dalam satu lingkup. Artinya, akan menawarkan paket liburan ke pengunjung mulai dari cara menggoreng, menumbuk hingga menyajikan kopi. Itu yang akan kami berikan ke pengunjung,” terang Sareh Rudianto. [hil]

Tags: