33 Orang Tewas Tiap Hari Akibat Narkoba

Kepala-Humas-BNN-Kombes-Pol-Slamet-Pribadi-kanan-mendampingi-Kepala-BNN-pusat-Komjen-Pol-Anang-Iskandar-kiri-saat-diskusi-panel-di-Unair-Kamis-263. [abednego/bhirawa].

Kepala-Humas-BNN-Kombes-Pol-Slamet-Pribadi-kanan-mendampingi-Kepala-BNN-pusat-Komjen-Pol-Anang-Iskandar-kiri-saat-diskusi-panel-di-Unair-Kamis-263. [abednego/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2014 menyebutkan, sebanyak 33 warga negara Indonesia meninggal dunia setiap harinya akibat mengonsumsi narkoba. Terus bertambahnya jumlah korban akibat narkoba membuat Indonesia menetapkan darurat narkoba.
Kepala Humas BNN Kombes Pol Slamet Pribadi menjelaskan, di tahun 2014 sebanyak 12.044 warga Indonesia meninggal akibat mengkonsumsi narkoba. BNN pusat juga mendapati sebanyak 4 juta orang atau warga Indonesia yang telah menjadi pecandu atau mengkonsumsi narkoba.
“Selama tahun 2014 kerugian akibat penyalagunaan narkoba mencapai Rp 63,1 triliun,” tegas Kombes Pol Slamet Pribadi usai acara Diskusi Panel Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional di Kampus C UNAIR, Kamis (26/3).
Berdasarkan pantauan BNN pusat, lanjut Slamet, kebanyakan pengguna maupun pecandu narkoba di indonesia di dominasi dari kalangan produktif seperti kalangan remaja dan pemuda. Guna menekan peredaran dan pecandu narkoba di Indonesia, kegiatan sosialisasi dan informasi dampak bahaya narkoba harus disampaikan secara luas.
Selain itu, guna mengentaskan pecandu narkoba agar tidak kembali mengkonsumsi barang tersebut, BNN bekerjasama dengan berbagai pihak ingin mewujudkan Program Rehabilitasi 100 Ribu Penyalahgunaan Narkoba pada tahun 2015.
“Pecandu tidak dikenakan biaya untuk rehabilitasinya, sebab rehabilitasi ini ditanggung oleh negara. BNN bekerjasama dengan Kemenkes, Kemensos, TNI, Polri, Lapas, dan Perguruan Tinggi untuk mewujudkan program rehabilitasi 100 ribu pecandu narkoba,” urainya.
Dari empat juta pecandu narkoba di Idonesia, sambung Slamet, 50,34 persen adalah kalangan pekerja, 27,32 pelajar, dan 23,34 mereka yang tidak bekerja. Oleh karena itu rehabilitasi bagi pecandu narkoba dinilai sangat penting dari pada harus memenjarakan mereka.
Slamet berharap, melalui program ini, pengguna narkoba mendapatkan kesempatan untuk tidak dikenai tindak pidana jika yang bersangkutan mau melapor diri ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di Indonesia, seperti klinik, puskesmas, rumah sakit, rumah sakit jiwa, dan panti rehabilitasi.
“Jika pengguna atau pecandu narkoba dimasukkan penjara dan dipidana, ditakutkan justru akan memperparah mereka. Bahkan mereka akan menjadi kurir dan bandar baru jika mereka bertemu dengan bandar di dalam penjara,” tegasnya.
Slamet menambahkan, banyak masyarakat yang enggan untuk melakukan rehablitasi. Mereka malu, bahkan takut. “Padahal kalau lapor, UU narkotika memberikan kekebalan hukum, tidak bisa dituntut, dan tidak bisa dipidana,” tandasnya.
Bangun Tempat Rehabilitasi
Tingginya penggunaan narkoba di Jatim membuat Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim berencana membangun rumah sakit khusus rehabilitasi. Rencananya tahun 2016 Dinkes akan membangun rumah sakit rehabilitasi.
”Tahun 2015 kita tida bisa membangun rumah sakit rehabilitasi, hal ini dikarenakan anggran untuk membangun belum dicantumkan dalam APBD tahun ini,” ujar Kepala Dinkes Jatim, dr Harsono.
Harsono mengaku, untuk membangun rumah sakit rehabilitasi dibutuhkan lahan yang luas. Rencananya, luas tanah rumah sakit khusus rehabilitasi narkoba mencapai 4,2 hektare, dan dibangun di kecamatan Dungus, Kabuapetn Madiun.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melakukan tukar guling tanah seluas 8, 2 hektare dengan pihak Perhutani selaku pemilik lahan. Selain itu rumah sakit rehabilitasi diharapkan mampu menampung banyak pasien.
”Dengan daya tampung 600 pasien maka rumah sakit rehabilitasi dapat dikatakan sebagai rumah sakit rehabilitasi terbesar di Indonesia,” terangnya.
Pria berkacamata ini menuturkan, penanganan dan pemberantasan narkoba saat ini harus dilakukan secara intensif, karena jumlah pengguna narkoba semakin hari semakin banyak. Penguna narkoba tidak hanya dipakai oleh orang dewasa saja tetapi remaja dan anak-anak terkadang terkena.
”Narkoba tidak memandang usia, status dan tingkat pendidikan, hal ini yang menjadikan penggunaan narkoba sangat tinggi dan sulit dikendalikan,” ucapnya.
Dikatakannya dengan peran aktif dari masyarakat diharapkan peredaran narkoba tidak meluas. Masalah narkoba tidak dapat diatasi oleh kepolisian semata, karena jumlah personelnya juga terbatas, dibutuhkan kerjasam yang baik antara polisi, masyarakat dan rumah sakit.
”Untuk rumah sakit dan Dinkes kita fokus dalam sosilisasi bahaya narkoba dan narkotika di sekolah, masyarakat dan perguruan tinggi,” terangnya.
Perlu diketahui dari data Badan Nasional Narkotika Provinsi Jatim, pada tahun 2014 Jawa Timur masih menduduki peringkat pertama jumlah pengguna narkoba terbesar di Indonesia, yakni sekitar 400 ribu orang.
Dibandingkan pada tahun 2013, terdapat 740 ribu pengguna narkoba di Jawa Timur. Sementara secara nasional jumlah penggunana narkoba mencapai 4,9 juta pengguna. [bed.dna]

Tags: