PO Bus Sterilisasi, Pemkot Probolinggo Diminta Fasilitasi Rapid Test

Dokkes Polresta Probolinggo sterilisasi unit bus.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kota Probolinggo, Bhirawa.
Polresta Probolinggo terus melakukan sterilisasi sejumlah bus umum di Kota Probolinggo, sebelum kembali beroperasi pasca libur panjang selama pandemi corona berlangsung. Sopir dan kru bus, juga mendapat sosialisasi, bagaimana mencegah penularan virus corona, saat kembali bekerja nanti. Organda Kota Probolinggo minta pemkot fasilitasi rapid test.

Unit Kedokteran dan Kesehatan Polresta Probolinggo, menyemprot puluhan bus umum yang ada di garasi salah satu perusahaan otobus (PO) yakni, Akas Mila Sejahtera, di jalan panglima Sudirman, Kota Probolinggo. Sterilisasi bus umum ini dilakukan mulai dari bagian luar bus, sampai di bangku penumpang. Tindakan ini, disambut gembira pemilik PO Akas beserta karyawannya, sejak Sabtu (11/7).

“Selama pandemi corona berlangsung, perusahaan kami berhenti total. Tidak ada pemasukan sama sekali, lantaran puluhan unit bus tidak beroperasi. Kendati demikian, kami masih berusaha bertahan, dengan tidak memecat atau memutus hubungan kerja para karyawan,” terang Direktur PO Akas Mila Sejahtera, Zandy Hardianto, Minggu (12/7).

Selanjutnya, puluhan sopir dan kru bus juga mendapat arahan dari pihak kepolisian. Berupa cara-cara mencegah penyebaran virus corona, antar penumpang. Saat bus sudah kembali beroperasi nanti. “Tadi diberi tahu soal penyebaran virusnya, dan cara menanggulanginya. Sekarang kami siap-siap menyilang bangku penumpang. Kapasitas bus menjadi setengah saja, dari jumlah normal,” ujar salah satu kondektur bus, Mashur.

Upaya sterilisasi dan sosialisasi pada sopir dan kru bus di Kota Probolinggo ini, diharapkan mampu membuat perusahaan bus bertahan. Pasca terjadinya pandemi corona, yang melumpuhkan seluruh sektor perekonomian. “Sehingga nasib karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut, tetap bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan,” harap Kapolresta Probolinggo, AKBP Ambariyadi Wijaya.

Keharusan rapid test untuk sopir angkot di Kota Probolinggo dinilai memberatkan. Sebab, biaya tes dibebankan pada personal sopir. Karena itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Probolinggo menyurati Pemkot Probolinggo. Dalam surat yang dikirim 25 Juni itu, Organda meminta agar Pemkot memberikan fasilitas pelayanan kesehatan berupa rapid test bagi sopir angkutan darat di kota. Namun, hingga kini belum ada jawaban dari pemkot.

Ketua Organda Kota Probolinggo Tomy Wahyu Laksono menjelaskan, pemkot menyaratkan agar sopir memiliki surat sehat sebelum mengemudikan angkutan. Termasuk, memiliki surat hasil rapid test. Untuk sopir angkutan yang merupakan mitra perusahaan, harus melakukan rapid test mandiri. Artinya, dibiayai oleh sopir sendiri. Padahal, biaya untuk rapid test cukup mahal. Antara Rp 350 ribu sampai Rp 700 ribu. Dan itu pun hanya berlaku sepekan.

“Misalnya di AKAS yang sistemnya bagi hasil. Sopir yang merupakan mitra AKAS harus tes kesehatan mandiri dengan biaya sendiri, bukan dari PO. Kan kasihan kalau pendapatan yang tidak seberapa juga harus berkurang lantaran biaya rapid test,” katanya.

Karena itu, Organda meminta agar Pemkot Probolinggo memberikan fasilitas rapid test secara gratis. “Suratnya sudah kami layangkan. Namun, hingga kini belum ada jawaban,” katanya.

Kapolres Probolinggo Kota AKBP Ambaryadi Wijaya mendukung langkah tersebut. Kapolresta pun berjanji akan mendorong pemerintah agar membantu memberikan fasilitas rapid test untuk sopir. Sehingga, sopir yang terdampak Covid tidak kebingungan untuk biaya rapid test. “Kami dukung dan akan dorong agar pemkot juga memberikan fasilitas layanan rapid test gratis. Sehingga, bisa membantu meringankan sopir yang juga terdampak Covid ini,” tandasnya.

Terpisah, Sekda Kota Probolinggo Ninik Ira Wibawati menerangkan, masih akan menelusuri surat Organda. Sehingga, bisa segera memberikan sikap. “Sebentar, suratnya kami telusuri dulu sudah sampai mana,” ujar Ninik.

Menuju tatanan kehidupan baru atau new normal, tarif bus akan naik. Sebab, sejumlah bus, baik bus ekonomi maupun patas diperbolehkan menaikan tarifnya. Mengingat, jumlah tempat duduk di bus dipangkas hingga separo, lanjut Ketua Organda Kota Probolinggo Tomy Wahyu Prakoso.

Menurutnya, terkait tarif bus di Kota Probolinggo, memang ada kenaikan. Bukan hanya patas, namun juga kelas ekonomi atau yang kerap dikenal bomel. Namun, untuk tarif bus ekonomi boleh naik maksimal hingga 36 persen dari biaya pada umumnya. “Hal itu mengacu pada peraturan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.2462/PR.301/DRJD/2015 tentang Tarif Jarak Batas Atas dan Tarif Jarak Batas Bawah Angkutan Orang dengan Mobil Bus Umum Kelas Ekonomi pada Trayek Antarkota Antarprovinsi,” tuturnya.

Sementara untuk bus patas tidak diatur secara detail. Sehingga, masing-masing operator boleh menaikan tarifnya hingga 100 persen dari tarif awal. “Untuk patas karena tidak diatur, maka boleh menaikan hingga 100 persen,” jelasnya.

Di tengah pandemi Covid-19 dan mencegah penularannya, operator bus, selain diwajibkan menyediakan hand sanitizer atau tempat cuci tangan, juga harus membatasi tempat duduknya agar ada jarak antarpenumpang. Karenanya, bus yang biasanya diisi 60 orang, kini bisa diisi 30 penumpang. “Yang kursi 3 diisi hanya dua orang, yang tengah dikosongi. Yang kursi dua, diisi satu orang,” paparnya.

Namun, kata Tomy, setelah dibukanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah, hingga Minggu 12/7, jumlah penumpang bus sangat sedikit. Bahkan, dalam satu bus hanya terdapat 8 penumpang. “Meski sudah dikurangi karena ada pembatasan jarak, jumlah penumpangnya masih sedikit dan tidak sampai separonya,” ungkapnya.

Mengenai bus ekonomi yang didapati melanggar atau jika ada yang menaikan tarif lebih dari 36 persen, Tomy mengatakan, pihaknya tidak bisa melakukan tugas penindakan. Sebab, hal itu menjadi kewenangan Dinas Perhubungan Pemprov. “Jika ada kasus seperti itu, langsung laporkan kepada petugas terminal dan nantinya akan diteruskan ke provinsi. Kami (Organda) tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan,” tambah Tomy.[wap]

Tags: