Waspada Pembagian BLT

Pembagian BLT (Bantuan Langsung Tunai) berkait CoViD-19, bisa berpotensi menjadi wahana penyebaran virus corona. Antrean mengambil jatah BLT di kantor pos, dan bank milik pemerintah, dijejali ratusan warga, sejak lepas subuh. Protokol kesehatan (Prokes) terabaikan. Sebagian tidak menggunakan masker secara baik dan benar, juga sangat berdekatan. Pemerintah wajib mencegah kluster baru, dengan mengerahkan petugas gabungan TNI dan Polri pada pembagian BLT.

Pemerintah telah mempercepat realisasi program bantuan sosial (Bansos). Sebelumnya, sampai 4 bulan masa pandemi, rakyat (dan Presiden) kecewa. Negara menyediakan anggaran besar untuk penanganan wabah pandemi CoViD-19, tetapi realisasinya sangat rendah. Sampai bulan Juli (2020) serapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih terealisasi 4,68%. Begitu pula anggaran kesehatan masih terealisasi 1,53%.

Seharusnya pada masa krisis dibutuhkan percepatan kerja, tetapi jajaran aparat bekerja “biasa-biasa saja.” Rendahnya serapan anggaran menyebabkan penanganan CoViD-19, dan dampak ekonomi bagai tak bergerak. Namun ketika realisasi Bansos di gelontor cepat, masyarakat menyambut gegap gempita. Antrean panjang berkerumun padat pada setiap kantor pos, dan bank BUMN. Tanpa didampingi personel penegakan hukum Prokes (TNI, Polri, dan Satpol PP), karyawan pos dan bank sangat kewalahan.

Ironis, manakala pembagian bantuan sosial (Bansos) jaring pengaman sosial dampak CoViD-19, malah menambah kluster CoViD-19. Maka patut dilakukan pengaturan pembagian Bansos, diantaranya penjadwalan per-kelurahan pada tiap sesi pembagian. Serta pendampingan personel penegakan hukum sesuai Inpres Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian CoViD-19.

Inpres 6 tahun 2020 secara khusus member instruksi kepada Panglima TNI, Kapolri, serta seluruh Kepala Daerah. Sekaligus dii-iringi fasilitasi pembagian jutaan masker gratis, serta pengadaan tempat cuci tangan di berbagai tempat keramaian. Terutama pada tempat keramaian, tak terkecuali pada kerumunan saat mengambil BLT. Disiplin sosial protokol kesehatan lebih patut ditegakkan termasuk dengan partisipasi masyarakat.

Pemerintah menggencarkan Bansos melalui Perpres Nomor 82 tahun 2020 tentang Komite Penanganan CoViD-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Terdapat enam jenis Bansos jaring pengaman sosial yang akan disalurkan hingga tahun 2021. Diantaranya, subsidi gaji (sebesar Rp 2,4 juta) untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta, Kartu Pra-kerja, BLT Banpres Produktif untuk UMK dan ultra-mikro, BLT Rp 500 ribu per-KK (di luar Program Keluarga Harapan), dan Kartu sembako.

Jaring pengaman sosial dipagu sebesar Rp 203,9 trilyun. Dilaksanakan berdasar Perppu Nomor 1 taun 2020. Perppu dalam konsiderans “menimbang” huruf b, menyatakan “… sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian … .”

Masa krisis wabah pandemi virus corona telah berjalan 7 bulan. Tetapi realisasi jaring pengaman sosial menimbulkan kegaduhan sosial. Banyak warga terdampak tidak memperoleh haknya (bantuan sosial, Bansos). Data dampak ekonomi CoViD-19 berbasis RT (Rukun Tetangga), dan RW (Rukun Warga), ter-realisasi sangat minimalis. Menyebabkan Ketua RT, RW, dan Kepala Desa, pekiwuh (serba salah) mendistribusikan Bansos.

Tidak setiap orang terpapar CoViD-19. Tetapi seluruh masyarakat terdampak resesi ekonomi. Kehilangan nafkah sebagai pekerja harian, kelumpuhan sektor usaha mikro, kecil, dan ultra-mikro, serta buruh di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Secara nyata terdapat penambahan jumlah orang miskin baru sekitar 9 juta jiwa. Pemerintah perlu merealisasi BLT dengan menjaga standar kepantasan sosial, dan mematuhi Prokes.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Pembagian BLT,5 / 5 ( 1votes )
Tags: