40 Persen Pengusaha Perkebunan Terancam Bangkrut

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Dinas Perkebunan Jatim meminta para pengusaha perkebunan untuk mengambil langkah tepat untuk mengambil terobosan. Karena dari data yang ada sebanyak 40 persen pengusaha perkebunan terancam gulung tikar atau bangkrut.
“Harus pintar berinovasi, perlu diversifikasi usaha. Contoh dengan berternak. Harus dilakukan redesain, tetapi harus tetap mengikuti aturannya,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Ir Samsul Arifien MMA, Minggu (2/7)
Menurutnya, perkebunan sendiri hingga kini memiliki serapan tenaga kerja cukup tinggi. Setiap satu hektare kebun, antara 5 sampai 10 orang pekerja. Sebelumnya ada pertemuan yang diselenggarakan antara Disbun bersama pengusaha, rencananya para pengusaha perkebunan akan menyerahkan rumusan rekomendasi ke Kementerian Pertanian dan Badan Pertanahan Nasional.
Forum Perkebunan Besar Jatim mencatat sebanyak 40 persen pengusaha perkebunan terancam bakal gulung tikar atau bangkrut. Salah satunya permasalahan ketidakseimbangan harga antara biaya produksi komoditi perkebunan dengan harga di pasaran sebagai penyebab alasan pengusaha perkebunan merugi.
Ketua Umum Forum Perkebunan Besar Jatim, Muhammad Zakky mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan usaha perkebunan terus merugi. Pertama akibat lesunya perekonomian nasional, harga yang terlalu rendah, dan penerapan pajak bagi komoditi perkebunan juga kian membebani pengusaha
Menurutnya, biaya produksi perkebunan saat ini sangat tinggi, namun harga di pasaran turun jauh di bawah harga normal. Misalnya separti komoditas karet saat ini harganya hanya Rp 20.000 per kilogram, padahal sebelumnya bisa menyentuh Rp 28.000 sampai Rp 30.000.
Mengenai penerapan pajak, salah satunya tentang penerapan regulasi PPN 10 persen untuk komoditas perkebunan. Ketetapan itu dinilainya sangat memberatkan sejak penerapan pada 2014. “Perhatian pemerintah lebih banyak di sektor lain, tapi perkebunan seperti dilupakan,” katanya.
Persoalan lain, kata Zakky, tentang penerapan pajak ekspor 5 persen khusus untuk Kakao. Ketetapan ini sebelumnya tidak ada, tetapi begitu diterapkan justru mematikan perkebunan. Pengusaha perkebunan juga masih menghadapi proses pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan yang masih susah.
Ia mencontohkan, tentang HGU perkebunan yang sudah mati, tapi HGU baru, pengurusannya selesai setahun kemudian. Selama itu tentunya, kebun tidak bisa produktif. “Pengusaha itu butuh kepastian dalam investasi. Kita sedang merapatkan barisan bersama 800 orang pengusaha perkebunan,” katanya.
Tidak kalah penting saat ini adalah keberpihakan aparat hukum yang tidak tegas. Akibatnya muncul ketidakpastian hukum. Banyak perkebunan yang dijarah oleh masyarakat. “Secara hukum sah, sudah memiliki HGU, milik pengusaha atau BUMN, tetapi diredis, dibagi-bagikan kepada masyarakat. Contoh perkebunan swasta di Sumber Petung, Kediri yang dijarah hingga tinggal 400 Ha dari sekitar 650 Ha,” katanya. [rac]

Tags: