40 Warga Jatim Berhasil Dipulangkan dari Wamena

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyapa dan memberikan santunan kepada warga Jatim yang baru pulang dari Wamena, Papua dan singgah beberapa saat di Asrama Transito Surabaya, Minggu (29/9).

Hari Ini, Bupati Mimika akan Temui Gubernur Khofifah
Pemprov, Bhirawa
Sebanyak 40 warga Jatim berhasil dipulangkan dari Wamena dan mereka di tampung di Asrama Transito Surabaya. Namun masih ada sebagian warga Jatim yang mengadu nasib di Mimika tertahan di sana.
Para warga yang berhasil tiba di Asrama Transito tersebut ditemui secara langsung oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Mereka pun diberikab bingkisan dan santunan sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke Sampang.
“Ini adalah warga Jatim yang bekerja di Wamena dank arena ada kerusuhan akhirnya mereka ingin pulang dulu ke Jatim. Setelah mereka kembali ke sini, kita akan komunikasikan bagaimana baiknya bekerja di sini atau akan memutuskan bagaimana selanjutnya,” tutur Khofifah, Minggu (29/9).
Gubernur Khofifah berharap, warga Jatim akan mendapatkan prioritas untuk dapat segera pulang. Sebab, pagi tadi ada dua Hercules yang dikirim dari Bandara Abdurahman Saleh, Malang ke Wamena. Dengan begitu, pihaknya ingin segera bisa mengkordinasikan para warga Jatim yang saat ini mereka masih mengungsi di sekitar bandara di Wamena.
“Belum mengetahui detailnya berapa orang. Tetapi kami mendapat informasi, sebaiknya setelah semua terdata kalau ada dua Hercules itu bisa mengangkut warga Jatim kembali,” ujarnya.
Khofifah mengatakan, jika tidak ada kendala, hari ini, Senin (30/9) Bupati Mimika akan datang ke Jatim dan rencana itu sudah terkonfirmasi. Sebab, sebagian dari warga Jatim yang dari Wamena saat ini juga masih ada di Mimika. “Kita sama-sama harus menjaga suasana tetap kondusif. Kita sama-sama menjaga ini sebagai bagian dari kehidupan bernegara,” tandas Khofifah.
Kepala Dinas Sosial Jatim Sukesi merinci, dari 40 warga Jatim yang dipulangkan dari Wamena tersebut antara lain berasal dari Lumajang 2 orang, Sampang 28 orang, Surabaya 6 orang, Mojokerto 4 orang. “Hari ini (kemarin) langsung dipulangkan karena mereka juga sudah capek juga kepingin segera ketemu dengan keluarganya,” tutur Sukesi.
Sementara itu, perasaan trauma masih kuat dirasakan Achmadi saat ditemui di Asrama Transito, Margorejo, Surabaya kemarin, Minggu (29/9). Dia baru saja tiba di tempat itu pukul 12.00 setelah melewati perjalanan dari Wamena pada Jumat (27/9) lalu sebelum akhirnya difasilitasi pulang menuju kampung asalnya di Desa Baruk, Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang oleh Gubernur Jatim Khofifah.
Dalam perjalannya, Achmadi berangkat bersama 39 warga Jatim menggunakan pesawat Hercules yang mendarat di Semarang setelah sebelumnya sempat transit di Timika. “Masih ada sekitar 84 orang yang mengungsi di Timika karena pesawat Hercules yang kami tumpangi juga digunakan mengangkut helikotper. Jadi yang bisa ikut cuma sekitar 50 orang,” tutur Achmadi.
Achmadi merupakan satu dari sekian banyak warga Jatim yang tinggal di Wamena untuk mengadu nasib. Di sana, dia bekerja sebagai tukang ojek dan terus bekerja hingga pada hari di mana kerusuhan itu pecah pada Senin (23/9).
“Minggu (22/9) itu saya sempat diingatkan agar hati-hati karena Senin ada demo. Saya pun bekerja lebih pagi jam 05.00. Karena biasanya demonstrasi baru dilakukan siang hari pukul 08.00 ke atas,” ungkap dia.
Tak menyangka, hari itu menjadi hari paling mencekam dalam hidupnya. Dia berhadapan langsung dengan aksi demonstrasi yang berakhir dengan sangat kacau. Sejumlah titik dia temui ada kebakaran sehingga aparat pun terlihat seperti kewalahan. Tak terkecuali tempat tinggalnya di Jalan Hom-hom, Distrik Wamena, Kota Wamena.
“Setelah saya berhasil pulang, sampai di rumah itu sudah berkumpul 21 orang penghuni rumah. Saya kemudian bergegas mengemas barang, sempat mengambil dua baju dan dua sarung dan saya ingat pakai helm kemudian naik ke atas plafon,” ungkap dia.
Achmadi dan penghuni rumah itu berusaha menyelamatkan diri setelah tau sebagian dari rumah tinggalnya sudah terbakar. “Waktu kita mau melarikan diri ke atap tetangga tiba-tiba jebol dan kita terjatuh. Rasanya sudah tidak bisa berdiri, sampai akhirnya saya dibantu teman untuk jalan,” kenangnya.
Di temui di tempat yang sama, Ashari menceritakan kejadian pada saat pertama kali aksi demontrasi itu pecah. Pada saat kejadian, dia mengaku banyak pelajar keluar dari sekolah menggunakan seragam sekolah. Tapi, mereka yang memakai seragam tidak semuanya pelajar karena sudah terlihat usianya tua-tua. Mereka membawa parang, batu, panah dan bensin.
“Alhamdulillah teman-teman dari Madura khususnya dari Sampang 95 persen selamat. Korban meninggal banyak sekali. Kita selamat karena berlari lewat plafon dan loncat ke belakang rumah,” kata Ashari.
Ashari mengaku, semula hubungan masyarakat asli dan pendatang di tempat itu cukup baik. Tapi, dia mengaku mendapat informasi bahwa pelaku kerusuhan bukan warga asli Wamena. [tam]

Tags: