Jatim Terbaik Dalam Pengentasan Kemiskinan

Ali Masykur Musa

Ali Masykur Musa

Malang, Bhirawa
Upaya yang dilakukan oleh Gubernur Soekarwo dalam mengentaskan kemiskinan Jawa Timur dinilai paling  berhasil dibanding dengan Provinsi lain. Karena jumlah rakyat miskin di Jawa Timur  tinggal 11 persen saja dari jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 30 juta jiw. Sedangkan secara nasional masih diatas 14 persen.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Dr. Ali Masykur Musa di sela-sela acara Seminar Nasional bertema ‘Mencari Model Kebijakan dalam Mendukung Percepatan Penanggulangan Kemiskinan’ di FISIP Universitas Brawijaya (UB) Kamis (27/3) kemarin.
“Ini cukup bagus, kinerja Pemprov dalam mengatasi persoalan kemiskinan patut di tiru. Namun demikian harus terus ditingkatkan agar angka kemiskinan terus berkurang,” terangnya.
Upaya-upaya Gubernur Jawa Timur Soekarwo, menurut Ali Masykur salah satunya adalah menugaskan belajar kepada para pejabatnya untuk mengkaji persoalan kemiskinan di Jawa Timur, di UB Malang. Ini sangat bagus guna mengetahui penyebab terjadinya kemiskinan yang sebenarnya pada masyarakat, karena kemiskinan itu disebabkan oleh berbagai faktor, yang harus di urai satu persatu.
Karena tandas Ali Masykur, pengentasan kemiskinan selain ditunjang dengan anggaran yang tinggi juga harus dilakukan dengan teknik yang tepat. Secara khusus dikatakan dia, anggaran penanggulangan kemiskinan secara nasional di Indonesia dinilai cukup besar. Dalam Anggaran Pendapatan Belanaja Negara (APBN) 2014, anggaran kemiskinan  mencapai sekitar Rp620 Triliun.
Sayangnya besaran anggaran penanggulangan kemiskinan itu,  tidak diimbangi dengan menurunnya jumlah angka kemiskinan di Indonesia. Menurutnya, jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai saat ini mencapai 65 juta jiwa, atau sekitar 14 persen dari total jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa.
“Ini tidak seimbang, dengan hasil yang di capai, antara anggaran dengan jumlah warga miskin ini disebabkan adanya ketimpangan atau ketidak mampuan pemerintah dalam hal penanggulangan kemiskinan. Sementara anggaran ketahanan pangan saja jumlahnya sebesar Rp22 Triliun, tetapi hal itu juga tidak signfikan dibandingkan  dengan hasil  percepatan penanggulangan kemiskinan,” ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, program yang diorientasikan oleh pemerintah  tidak mengacu pada bidang industri pertanian. Padahal industri pertanian perlu digalakkan demi mendukung swasembada pangan. “Pemerintah harus mendorong swasembada pangan. Sementara ini swasembda pangan masih belum terwujud, sehingga pemerintah harus impor, ini merupakan kesalahan dalam pengentasan kemiskinan,” tutur pria yang juga peserta konvensi Partai Demokrat ini.
Selain itu, faktor penyebab tingginya angka kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak bertumpu pada sektor riil. Pertumbuhan ekonomi saat ini rata-rata sebesar 6 persen per tahun, namun mayoritas hanya bertumpu pada sektor ekonomi makro. “Pertumbuhan ekonomi tidak paralel dengan percepatan penanggulangan kemiskinan,” imbuhnya.
Untuk itu, pihanya berharap pemerintah lebih menekankan pembangunan secara merata. Selain itu, pemerintah juga diharapkan menambah anggaran di bidang pertanian. “Subsidi pertanian tahun 2014 hanya sebesar Rp20 Triliun, sedangkan jumlah petani sangat banyak, mencapai 35 juta jiwa, harusnya ditambah lebih besar lagi,” katanya. [mut]

Tags: