648 Desa di Jatim Dilanda Kekeringan Kritis

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Sebanyak 648 desa dari 22 kabupaten/kota di Jatim mengalami kekeringan kritis akibat kemarau panjang beberapa bulan terakhir. Untuk menangani bencana ini, Pemprov Jatim telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 3 miliar yang diambilkan dari anggaran belanja tidak terduga.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim Sudharmawan menuturkan, berdasarkan analisa BMKG kemarau panjang di Jatim akan terjadi hingga akhir Oktober 2014. Oleh karena itu, Pemprov Jatim mengeluarkan anggaran belanja tidak terduga sebesar Rp 3 miliar, setelah Gubernur Jatim mengeluarkan Surat Keputusan (SK) sebagai payung hukumnya.
“Makanya tidak betul kalau Pak Gubernur belum mengeluarkan SK. Pak Gubernur sudah mengeluarkan SK Nomor 188/511/KPTS/013/2014 tentang Status Keadaan Darurat Bencana Kekeringan di Jatim pada 15 Agustus 2014 lalu. Kalau tidak ada SK, anggaran untuk bencana kekeringan ini tidak bisa turun,” kata Sudharmawan, Selasa (16/9).
Sebelum Gubernur membuat SK ini, lanjutnya, kabupaten/kota terlebih dulu harus membuat SK yang berhubungan bencana kekeringan. Berdasarkan SK kabupaten/kota tersebut Gubernur menindaklanjutinya dengan SK bencana, yang bertujuan sebagai payung hukum untuk bantuan yang dikucurkan atau langkah-langkah teknis lainnya.
Menurut dia, SK yang sudah dikeluarkan Gubernur tersebut berlaku mulai 15 Agustus – 31 Oktober 014. Jika sudah melewati masa tiga bulan tersebut, SK tersebut sudah tidak berlaku lagi, dan jika ternyata bencana kekeringan masih terjadi, SK tersebut akan diperpanjang lagi.
“Berdasarkan SK dari Bupati/Wali Kota dan Gubernur ini, juga dapat digunakan untuk meminta bantuan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jika tidak ada SK tersebut, pusat juga tidak bisa memberikan bantuan. Bantuan dari BNPB ini bentuknya seperti pipa air dan sumur bor,” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPRD Jatim meminta kepada Gubernur Jatim Soekarwo agar mengeluarkan SK untuk penanggulangan bencana kekeringan yang terjadi di beberapa kabupaten/kota di Jatim. Padahal, ternyata SK gubernur telah keluar sejak 15 Agustus dan tidak diketahui dewan.
Anggota DPRD Jatim dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Irwan Setiawan mengatakan, musim kemarau yang berkepanjangan menimbulkan bencana kekeringan yang terjadi di sejumlah daerah di Jatim, terutama Madura dan Tapal Kuda. Bahkan, tujuh kecamatan yang ada di Bondowoso dilanda kekeringan parah, sehingga masyarakat kesulitan memperoleh air bersih.
Sudharmawan menjelaskan bencana kekeringan ini hampir merata di seluruh wilayah Jatim di Madura, Mataraman dan Tapal Kuda. “Selama 2011 – 2013 ini, kita telah melakukan drop tandon sebanyak 3 ribu buah dengan kapasitas 2.200 liter,” kata mantan Sekdakab Bangkalan ini.
Dibandingkan jumlah desa yang mengalami kekeringan tahun lalu, tahun ini lebih sedikit jumlahnya. Jika tahun lalu mencapai 870 desa, tahun ini hanya 648 desa atau turun 222 desa. Penyebab turunnya desa yang mengalami kekeringan ini karena kabupaten/kota sudah melakukan penanggulangan dengan baik.
Seperti melakukan upaya mitigasi struktural yang dilakukan kabupaten/kota dan pemprov Jatim, membangun embung geomembran, pipanisasi dan membuat sumur dalam. Tak hanya itu, kabupaten/kota juga menyediakan anggaran yang cukup sehingga bencana kekeringan ini bisa diatasi.
Di Madura, kata Sudharmawan, jumlah desa yang mengalami peningkatan kekeringan hanya terjadi di Sumenep dari 26 desa menjadi 36 desa. Sedangkan di Bangkalan tahun lalu mencapai 47 desa, tahun ini hanya 31 desa yang dilanda kekeringan.
Begitu pula dengan Bojonegoro yang dulunya mencapai 59 desa kini tinggal 22 desa atau turun 37 desa. Sedangkan di Kabupaten Madiun kini telah terbebas dari kekeringan karena bupati membuat program jet pump, sedangkan di Lumajang anggarannya cukup untuk melakukan drop air sehingga bencana kekeringan tidak sampai terjadi.
“Kita bersyukur bupati dan wali kota sekarang ada peningkatan perhatian bencana kekeringan. Respon mereka cepat dan mengantisipasi dengan membuat program jangka panjang seperti membuat embung geomembran yang hanya membutuhkan anggaran Rp 200 juta,” ungkapnya.
Dijelaskannya, layaknya bencana gunung meletus, bencana kekeringan ini dibagi dalam tiga kategori. Yaitu status kering langka terbatas dengan kriteria jarak antara rumah penduduk dengan sumber mata air sejauh 100 – 500 meter, kering langka kriterianya 500 meter – 3 km dari sumber air dan kering kritis jaraknya mencapai 3 km lebih. [iib]

Tags: