7000 Warga Kabupaten Probolinggo Alami Katarak

Pengurus Komatda kab Probolinggo dikukuhkan.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kabupaten Probolinggo, Bhirawa
Setidaknya terdapat 7000 warga kabupaten Probolinggo mengalami penyakit katarak. Di Jawa Timur, 4,4% masyarakat mengalami potensi kebutaan atau sudah buta. Angka kebutaan di Jawa Timur sebesar 3% dan tertinggi nasional dengan katarak sebagai penyumbang angka kebutaan terbesar.
Untuk menurunkannya khususnya di Kabupaten Probolinggo perlu dilakukan upaya penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dengan pembentukan Komatda sebagai suatu forum kerja sama kemitraan lintas sektor.
“Komite Mata Daerah (Komatda) merupakan sebuah forum kerja sama dan kemitraan lintas sektor yang mendukung dalam hal penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di Kabupaten Probolinggo,” kata Ketua Umum Komatda Kabupaten Probolinggo dr Mirrah Samiyah, Minggu 5/1 2020.
Sekretaris Daerah Kabupaten Probolinggo selaku Penanggungjawab Komatda Kabupaten Probolinggo H. Soeparwiyono menyampaikan tujuan dibentuk Komatda adalah untuk menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan terutama penanggulangan katarak. Penanggulangan gangguan katarak kesehatan mata tidak hanya dapat dilakukan pemerintah, akan tetapi diperlukan kontribusi aktif dari lembaga-lembaga swasta dan organisasi profesi.
“Harapannya, Komatda dapat menjadi garda terdepan dalam penanggulangan gangguan penglihatan. Dimana estimasi jumlah penduduk penderita katarak di Kabupaten Probolinggo berjumlah 7000 dan yang telah tercatat serta dilakukan operasi mencapai 2.831 di tahun 2019. Ini merupakan tugas penting Komatda melakukan sosialisasi dan advokasi penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di Kabupaten Probolinggo khususnya,” harapnya.
Ketua Umum Komatda Provinsi Jawa Timur Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, Dea memberikan ucapan selamat kepada para pengurus Komatda Kabupaten Probolinggo yang telah dikukuhkan. “Komatda menjadi salah satu tugas yang tidak bisa dikesampingkan. Salah satu upaya yang dilakukan dengan melibatkan lintas sektor di Kabupaten Probolinggo melalui pelatihan pada para kader mata guru,” katanya.
Menurut M. Nuh, Komatda harus mampu mencari solusi bagaimana caranya menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Semakin banyak pasukan bisa melakukan screening khususnya di sekolah-sekolah, maka semakin bagus dan mudah untuk melakukan pendataan.
“Komatda fungsinya free line haruslah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan pemetaan. Artinya mana yang ikut BPJS dan mana yang tidak memakai BPJS. Kalau sudah ketemu sistemnya dan menjadi pioneer, tahun 2020 Kabupaten Probolinggo akan teratasi dan menjadi pembelajaran bagi kabupaten kota lainnya,” tuturnya.
Lebih lanjut dr. Mirrah Samiyah menjelaskan, kegiatan workshop ini sangat penting untuk membantu penanganan mata di Kabupaten Probolinggo. Melalui workshop ini mengajak semua lebih memahami terhadap gangguan mata.
“Dengan adanya temuan gangguan penglihatan di Kabupaten Probolinggo, perlu dilaksanakan deteksi lebih awal. Strategi yang dilakukannya adalah lebih mendekatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Kami akan melakukan pelatihan para kader di setiap desa dan juga melatih para guru sebagai ujung tombak pendidikan yang nantinya mampu menscreening terkait perkembangan penglihatan anak didiknya,” ungkapnya
Karenanya kami terus kami gelar Workshop yang diikuti oleh 33 kepala puskesmas dan 33 petugas indra/petugas mata dari 33 puskesmas, 61 kader mata masyarakat, 100 guru SD, SMP maupun MTs se-Kabupaten Probolinggo yang dibimbing langsung oleh narasumber dari Yayasan Paramitra Jawa Timur Asiah Sugianti, Ketua Komatda Kabupaten Probolinggo dr. Mirrah Samiyah dan dokter RSUD Waluyo Jati Kraksaan dr. Dian.
Diacara yang sama, terdapat beberapa stand yang turut andil memeriahkan kegiatan workshop. Diantaranya stand dari desa sehat mata di Desa Dungun Kecamatan Tongas, Desa Kertonegoro Kecamatan Pakuniran, SMP 2 Gending dan difabel (Pertuni dan PDKPro) Kabupaten Probolinggo, tandasnya.
“Ada sekitar 10 ribu warga di Kabupaten Probolinggo yang alami kebutaan. Baik kebutaan secara permanen maupun gangguan penglihatan. Disebabkan faktor genetik alias diturunkan dari orang tua kepada anak, kecelakaan, atau penyakit, salah satunya akibat penyakit katarak yang terlambat di deteksi dini dan terlanjur parah, “tambah ketua Pertuni Probolinggo, Arizky Perdana Kusuma.(wap)

Tags: