71 Desa di Sidoarjo Mengalami Kasus DBD

Pasien DBD yang rata-rata adalah anak-anak yang dirawat di Ruang Seruni, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang, Rabu (30/01). [Arif Yulianto]

Sidoarjo,Bhirawa
Kabupaten Sidoarjo hingga saat ini masih belum maksimal untuk mengatasi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), saat ini ada 71 desa di Sidoarjo yang mengalami DBD.
Data dari 26 Puskesmas di Kab Sidoarjo tahun 2019, ada 71 Desa Endemis yang terkonfirmasi mengalami kasus DBD dalam waktu tiga tahun berturut.
Paling parah terjadi pada desa-desa yang berada di wilayah Puskesmas Candi. Kasus DBD ditemukan di 13 desa. Diantaranya, Desa Durungbeduk, Karangtanjung, Kedungbendo, Sumokali, Larangan, Tenggulunan, Sugihwaras, Blego, Klurak, Ngampelsari, Balonggabus, Balongdowo dan Sumorame.
Sementara desa maupun kelurahan yang berada di wilayah Puskesmas Sekardangan dan Puskesmas Tarik, tidak terkonfirmasi ada kasus Endemis DBD. Khusus di wilayah Puskesmas Gedangan, kasus DBD ini terkonfirmasi di Desa Punggul dan Desa Sawotratap.
Asisten Administrasi Tata Pemerintahan dan Kesra Pemkab Sidoarjo, Dr Heri Soesanto, melalui surat edaarannya (SE), belum lama ini, mengajak para pimpinan OPD di Kab Sidoarjo, 18 Camat dan 26 Puskesmas, agar melakukan kewaspadaan dini mengantisipasi peningkatan kasus DBD.
Semua kalangan diminta harus berkoordinasi untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Baik di instansinya maupun di tempat umum. Juga diminta mewaspadai tempat penampungan air. Harus dibersihkan secara rutin. “Bisa dilakukan tiap Minggu sekali, saat kegiatan Jum at bersih,” kata Heriakhir pekan lalu (22/9).
Upaya lain, menurut Heri, bisa dengan mengintensifkan pemeriksaan jentik nyamuk. Bisa oleh petugas atau masyarakat. Terkait kasus ini, pelayanan di tingkat Puskesmas maupun RSUD tentu saja harus lebih ditingkatkan. “Untuk meminimalisir kasus DBD, agar masyarakat punya pengetahuan, maka harus juga dilakukan penyuluhan kepada masyarakat secara rutin,” kata Heri.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Kab Sidoarjo, dr M.Ato’ Ilah, juga mengingatkan lebih baik melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan menutup, menguras dan mengubur ( 3M). Daripada melakukan upaya fogging atau penyemprotan.
“Karena gerakan PSN dengan 3M itu upaya awal mencegah sebelum munculnya jentik-jentik bibit nyamuk DB jadi besar. Kalau fogging itu sudah terjadi wabah, maka itu lebih baik mencegah lebih dini sebelum timbul kasusnya,” kata mantan Kepala Puskesmas Sidoarjo itu.
Tentu saja gerakan PSN yang dilakukan, lanjut dr Ato’, harus secara serentak, berkesinambungan dan kontinyu. Dirinya sempat mengatakan, hingga saat ini di tahun 2019, akibat kasus DBD itu ada 9 orang meninggal dunia jadi korbannya. [kus]

Tags: