75 Hektare Tanaman Bawang Merah Gagal Panen di Probolinggo

Petani di Desa Watuwungkuk Dringu cabuti bawang merahnya.

(Akibat Lahan Tak Memakai Jaring Penutup)

Probolinggo, Bhirawa
Petani sejatinya tak perlu terlalu panik untuk menghadapi serangan hama ulat grayak. Sebab, hama ini sebenarnya bisa diantisipasi. Salah satunya, menggunakan jarit atau jaring penutup pada lahan yang ditanami bawang merah. Tetapi, penggunaan jaring penutup, menurut salah satu petani asal Watuwungkuk, Dringu, Totok Subiyanto, Kamis 5/7, membutuhkan biaya lagi. Bagi petani kecil seperti dirinya, akan sangat membebani biaya produksi.
Karena itu, dia hanya mengandalkan obat saja. Itu pun harganya sangat mahal. “Kalau petani yang uangnya banyak, biasanya pakai obat plus jarit. Kalau jarit ukuran sawah saya, kisaran biayanya sekitar Rp 6 juta. Saya mengantisipasi hama itu hanya dengan obat. Tetapi, karena harga obat mahal, yakni sekitar Rp 200 ribu, hanya cukup dua kali pakai,” ungkapnya.
Suharsono, pengamat Hama Kecamatan Dringu dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) setempat mengatakan, seperti pengalaman tahun sebelumnya, untuk bulan ini memang yang paling rentan tanaman terserang hama ulat grayak.
Berbeda ketika musim hujan, yang memiliki kelembapan tinggi, musuh petani adalah jamur. “Bulan ini memang hama ulat ini yang rentan menyerang. Pada bulan ini, di Kecamatan Dringu ada sekitar 10 sampai 15 hektare yang terserang hama ulat grayak. Tetapi, dari jumlah itu tidak semuanya terkategorikan parah,” jelasnya.
Menurutnya, terjadinya pola penyerangan hama grayak ini lantaran para petani tidak mengenal pola tanam. Selama harga bawang tinggi, maka selama itu petani melakukan penanaman. Padahal, pada bulan ini rentang terserang hama. “Ada juga karena efek samping dari pestisida. Para petani selalu menggunakan pestisida untuk melakukan pengobatan,” ujarnya.
Handoko, kabid Tanaman Hortikultura DKPP setempat. Menurutnya, serangan hama itu merupakan siklus alam. Selain itu, hama ulat ini terjadi karena juga efek cuaca tidak menentu.
“Sebenarnya ulat yang ada di sentra bawang merah di Probolinggo ini bisa disebut kebal oleh pestisida. Sejauh ini tindakan yang kami lakukan, yakni menyosialisasikan obat agen hayati dan pestisida nabati. Itu, sudah ada sentra-sentranya di setiap kecamatan. Dari pengamatan kami, yang menggunakan dua obat ini aman dari ulat. Tetapi, karena mereka punya pilihan sendiri, ya bagaimana lagi,” terangnya.
Selain itu, terjadinya serangan ulat grayak ini menurut Handoko, lantaran tidak adanya pemutusan siklus tanam bawang merah. Termasuk pola tanam petani yang tidak serempak. Sehingga, membuat hama ulat grayak mudah menyerang.
“Kalau dulu kan ada yang namanya siklus tanam. Ada masanya tanam padi dan ada masanya tanam bawang. Tetapi, kalau sekarang, jika itu dianggap menguntungkan, maka tanaman itu yang terus ditanam. Selain itu, juga tidak serempak menanamnya. Jadi, ketika yang satu dipanen, ulatnya pindah ke lahan satunya,” jelas Handoko.
Sejumlah petani bawang merah di Kabupaten Probolinggo resah. Pasalnya, mereka kini harus merugi puluhan juta rupiah akibat tanaman bawangnya diserang hama ulat grayak. Total ada 75,9 hektare tanaman bawang di lima kecamatan yang terserang hama. Petani bawang di harus pasrah karena tanamannya gagal panen, bawang merah tampak mengering dan mati.
Menurut Totok, serangan ulat grayak sangat cepat. Tidak sampai satu pekan, tanaman yang terkena hama ini bisa mati. Ciri-ciri jika terkena hama grayak, mula-mula daunnya roboh, setelah itu mengering dan kemudian mati. “Yang pasti langsung mati. Tidak bisa diatasi kalau sudah terserang hama. Jadi, sebelum terserang itu harusnya memang diantisipasi dulu,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala DKPP Ahmad Hasyim Asyari mengatakan, setidaknya ada sekitar 75,9 hektare tanaman bawang terserang hama ulat grayak itu. Hama tersebut menurutnya adalah hama tahunan. “Hama ini memang menyerang pada bulan-bulan ini. Dalam satu hektare, tidak semuanya terserang, ada sebagian yang tidak terserang,” katanya.
Ia menjelaskan, seharusnya petani tidak melakukan tanam bawang pada kurun waktu bulan Mei dan Juni. Sebab, pada bulan-bulan itu saat berkembang biaknya kupu-kupu pembawa hama ulat grayak itu. “Sebenarnya tanam pada bulan Mei dan Juni harus dihindari. Harus ada sedikit jeda untuk siklus tanam. Tetapi, jika tidak terserang hama, bawang yang ditanam di bulan-bulan ini harga jualnya tinggi,” tandasnya.
Luas Tanam dan lahan yang diserang hama kecamatan Leces luas tanam: 450 Ha, lahan yang diserang hama: 25 Ha. Kecamatan Tegalsiwalan luas tanam: 370 Ha, lahan yang diserang hama: 21 Ha. Kecamatan Dringu luas tanam: 686 Ha, lahan yang diserang hama: 24 Ha, Kecamatan Banyuanyar luas tanam: 53 Ha lahan yang diserang hama: 0,1 Ha. Kecamatan Pajarakan luas tanam: 25 Ha lLahan yang diserang hama: 5,8 Ha, tambahnya. (Wap)

Tags: