765 Karyawan Dirumahkan hingga Di-PHK di Kabupaten Probolinggo

Tak ingin rumahkan karyawan usaha bordir beralih buat masker.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

(Pemberlakuan Jam Malam Dikeluhkan Ojol di Kota Probolinggo)
Kab.Probolingggo, Bhirawa
Ratusan karyawan dari berbagai perusahaan di Kabupaten Probolinggo dirumahkan. Lesunya perekonomian selama masa siaga darurat Covid-19 jadi pemicunya. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Probolinggo mencatat ada 765 karyawan yang dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Dari jumlah itu, 23 orang di antaranya kehilangan pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Sisanya Sebanyak 742 Karyawan dirumahkan sementara. Pemberlakuan Jam malam di keluhkan Ojol di Kota Probolinggo.
Setidaknya ada belasan perusahaan dan hotel di Kabupaten Probolinggo yang mengonfirmasi kebijakan itu. “Sembilanpuluh persennya adalah warga Kabupaten Probolinggo. Namun ada juga yang dari Kota Probolinggo, dan juga dari Malang. Tidak semua pekerja yang dilaporkan di-PHK atau dirumahkan oleh perusahaan itu warga dari Kabupaten Probolinggo,” ujar Kepala Disnaker Kabupaten Probolinggo Hudan Syarifuddin, Minggu (12/4).
Hudan mengatakan, pihaknya telah melaporkan hal itu ke Pemprov Jawa Timur. Harapannya, agar ratusan pekerja yang di-PHK atau dirumahkan itu masuk dalam program penerima bantuan sosial yang telah disiapkan baik Pemprov Jatim. Baik melalui program Social Safety Net maupun program kartu pra kerja. “Untuk hal ini (bantuan), ranahnya ada di Dinas Sosial. Kami hanya bertugas melakukan pendataan saja,” ungkapnya.
Selain diajukan ke Pemprov Jawa Timur, Pemkab Probolinggo juga akan membantu, berupa bantuan sembako sebagai bentuk tali asih. “Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 sesuai arahan Bupati, menyiapkan bantuan berupa sembako kepada ratusan pekerja itu nantinya. Segera kami akan bagikan dalam waktu dekat ini,” kata Kepala Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfo) Kabupaten Probolinggo Yulius Christian.
Pandemi korona berdampak besar bagi pekerja harian seperti ojek online (ojol). Beberapa hari terakhir ini, mereka kian terasa dampaknya imbas adanya pemberlakuan jam malam dan adanya sejumlah daerah yang melakukan karantina wilayah mandiri. Pandemi Korona mempengaruhi, bahkan mengubah berbagai sendi kehidupan masyarakat di Kota Probolinggo. Terutama mempengaruhi pekerja harian yang mengandalkan pendapatan secara harian.
Sopir ojek online (ojol). Sebelum wabah virus korona merebak, jarang terlihat ojol duduk berkerumun di beberapa ruas jalan. Mereka biasanya duduk di dekat beberapa rumah makan atau restoran yang cukup diminati warga. Bukan untuk makan, namun menunggu antrean pesanan.
“Biasanya kami menunggu di tempat-tempat makan yang banyak disukai masyarakat. Seperti di dekat sini ada Mie Gacoan. Kalo berdiri dekat tempat yang banyak dipilih masyarakat untuk pesanan, biasanya langsung dapat pesanan,” ujar salah satu ojol Herman.
Namun, kebijakan pembatasan jam malam bagi pelaku usaha, memukul sumber pedapatan bagi ojol. Pasalnya, orderan makanan paling banyak datang saat malam hari. Sementara saat ini jam malam dibatasi sampai pukul 19.00. “Kami berharap Pemkot Probolinggo mengubah ketentuan batas jam malam usaha. Adanya batas jam malam usaha ini membuat usaha restoran atau rumah makan tutup lebih cepat,” ujar Dimas.
Menurutnya, permintaan makanan secara online justru banyak dilakukan saat malam hari. Terutama sepulang jam kerja. Biasanya setelah pukul 17.00 sampai pukul 21.00 itu banyak orderan makanan. Kadang dalam jam itu dirinya bisa sampai 10 kali terima order. “Kalau sekarang tempat usaha dibatasi pukul 19.00, kami terima orderan dari mana? Mohon kebijakan itu diubah. Misalnya jam buka usaha dibuat lebih siang, jam malamnya diperpanjang, tandasnya.
Kegiatan sekolah yang diliburkan serta pegawai yang melakukan work from home juga menjadi salah satu penyebab anjloknya penumpang online. “Biasanya sehari bisa dapat Rp 200 ribu, sekarang paling hanya Rp 50 ribu. Sekarang yang bisa diandalkan GoFood. Kalau ojek antar orang sudah jauh berkurang, paparnya.
Ketua Forum CSR Kota Probolinggo, Agus Tri, melalului sambungan telepon selulernya, tidak banyak berkomentar. Ia hanya mempersilahkan perusahaan yang menyalurkan sendiri CSR untuk membuat laporan kepada Bappeda Kota Probolinggo. “Wali Kota juga harus tahu kondisi perusahaan selama pandemi corona. Forum CSR sendiri tidak bisa memaksa,” katanya.
Wakil Wali Kota Probolinggo HMS Subri, mengatakan, pemerintah daerah tidak berharap CSR selaras dengan program Pemkot Probolinggo. Yakni menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. “Pak wali dan saya memang berharap ada sinergi antara pemkot dan perusahaan terkait CSR ini. Untuk kasus pandemi corona saat ini misalnya, kebutuhan dasar masyarakat ya sembako. Bukan yang lain. Kami sangat berterima kasih terhadap perusahaan yang peduli,” lanjutnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo, Fernanda Zulkarnain, Minggu 12/4/2020 menegaskan, perusahaan tidak gaduh menyikapi edaran wali kota. Menurutnya sah-sah saja wali kota meminta program CSR perusahaan dijadikan sembako untuk membantu warga terdampak corona. Yang tidak boleh, pembagian CSR wajib melalui wali kota. “Perusahaan boleh membagikannya sendiri,” tegasnya.[wap]

Tags: