78 Ribu Nelayan Jatim Dapat Asuransi dari Pemerintah

Kapal Nelayan.

Santunan Meninggal Capai Rp 200 Juta
Pemprov, Bhirawa
Sebanyak 78 ribu nelayan di Jatim kini telah terjangkau asuransi dari pemerintah. Meski jumlah ini masih sedikit dibanding jumlah nelayan Jatim yang jumlahnya mencapai 243 ribu, namun program ini dipandang lebih baik jika dibanding sebelumnya yang tidak ada perhatian sama sekali bagi nelayan.
“Dulu jika ada nelayan yang meninggal karena kecelakaan kerja, baik meninggal di laut atau di darat tidak ada perhatian dari pemerintah. Kalau ada nelayan yang meninggal ya sudah, tidak pernah ada bantuan apa-apa. Tapi saat ini, bagi nelayan yang sudah terdaftar di asuransi akan dapat santunan,” kata Staf Ahli Gubernur Jatim Bidang Ekonomi dan Keuangan Setiadjit SH MM, Selasa (7/3).
Menurut dia, program asuransi bagi nelayan yang berlaku secara nasional ini ada berkat usulan Gubernur Jatim Dr H Soekarwo. Pertimbangannya, setiap nelayan mengalami musibah tidak pernah ada perhatian dari pemerintah. Akhirnya usulan ini dilayangkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan pada akhir 2015 dan mulai diberlakukan sejak 2016.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Provinsi Jatim Heru Tjahjono mengatakan, awalnya pemerintah menargetkan program asuransi ini bisa mencakup satu juta nelayan di Indonesia. Namun karena masalah anggaran akhirnya diturunkan menjadi 600 ribu nelayan.
“Begitu pula dengan Jatim. Awalnya mendapat jatah 130 ribu nelayan akan dapat asuransi akhirnya ikut diturunkan menjadi 83.270 nelayan. Meski begitu, jumlah ini yang paling besar di Indonesia. Provinsi lain hanya di bawah 60 ribu nelayan saja. Dari 83.270 sekarang sudah terpenuhi 78.873 nelayan,” kata Heru didampingi Kasi Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Bidang Perikanan Tangkap Diskanla Provinsi Jatim Slamet Budiono.
Dalam asuransi ini, lanjut Heru, nelayan tidak mengeluarkan uang sama sekali. Premi asuransi dibayar pemerintah setahun sekali sebesar Rp 175 ribu kepada Jasindo selaku pihak penyedia asuransi.
“Santunan yang diberikan cukup besar nilainya. Jika meninggal dunia di laut akan mendapat santunan Rp 200 juta. Sementara meninggal dunia di darat mendapat santunan Rp 160 juta,” mantan Bupati Tulungagung ini.
Saat ini, kata Heru, sudah ada 20 orang nelayan di Jatim yang menerima santunan. Dari jumlah itu, tiga nelayan di antaranya meninggal dunia di laut. Mereka dari Situbondo, Puger dan Gresik. “Ini adalah bentuk perhatian dari pemerintah. Kalau dulu saat ada nelayan yang meninggal ya tidak ada apa-apa,” ungkapnya.
Syarat nelayan yang bisa mendapat asuransi ini adalah yang sudah memiliki kartu nelayan yang diterbitkan Diskanla Provinsi Jatim yang bernomor dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lalu, nelayan atau ABK yang kapalnya di bawah 10 gross ton.
“Syarat lainnya dan yang paling penting adalah mempunyai e-KTP. Kalau tidak punya e-KTP tidak bisa membuat kartu nelayan ini. Awalnya nelayan ya ragu mau ikut asuransi ini. Tapi setelah ada bukti nelayan yang meninggal dapat asuransi yang nilainya cukup besar, banyak yang tertarik,” katanya.
Pemprov Jatim, jelas Heru, sebenarnya juga akan memberikan asuransi serupa kepada para nelayan. Sayangnya, program ini masih terganjal atau tarik ulur pada cantolan mata anggarannya. Bappeda Jatim dan BPKAD Jatim masih belum bisa memunculkan nomor rekeningnya.
“Rencananya nelayan akan diikutkan BPJS dengan premi sebesar Rp 16 ribu per bulan yang dibayar Pemprov Jatim. Nilai santunannya Rp 30 juta. Memang tidak besar dibanding dari Jasindo. Tapi dari Jasindo tidak mau, karena hitung-hitungan bisnisnya dia rugi. Karena hanya lingkup Jatim. Kalau lingkup nasional dia mau. Untuk program ini masih kita usahakan bisa terealisasi,” pungkasnya. [iib]

Tags: