8 Ribu Lembaga Peroleh Outomasi Akreditasi

foto ilustrasi

BAN S/M Jatim Dorong Sekolah Aktif Isi Sispena untuk Kuota Akreditasi
BAN S/M Jatim, Bhirawa
Pentingnya nilai akreditasi tentu akan memberikan jaminan kualitas dan mutu sekolah kepada publik tentang layanan pendidikan yang sesuai standar. Namun, tidak seluruh lembaga mendapatkan visitasi untuk akreditasi. Di tahun 2022 saja, BAN S/M hanya mendapatkan kuota 1997 lembaga dan ditambahkan hingga 2.037 capaian visitasi dari total 10.000. Sisanya, 8 ribu lembaga peroleh automasi akreditasi di tahun 2022.
Dikatakan Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah Prov Jatim (BAN S/M Jatim), Prof Dr Ir Syaad Patmanthara, M.Pd, prioritas sasaran biasanya bagi sekolah yang akan berakhir masa akreditasi (perpanjangan) dan sekolah baru. Rinciannya, SD/MI sebanyak 1.583 lembaga, SMP/MTs 289 lembaga, SMA/MA 114 lembaga, SMK 32 Lembaga, dan SPK 19 lembaga.
“Tapi bagi sekolah yang tidak masuk skala kuota prioritas, yakni sebesar 8 ribu lembaga mengikuti otomasi, yaitu secara otomatis nilai diberikan ke sekolah tanpa visitasi,”jelasnya.
Kriteria penilaian, kata Prof Syaad bergantung dari Kemdikbud. Namun ada beberapa aspek yang akan berpengaruh pada penilaian otomasi, yakni jumlah kelas lebih dari aturan ditetapkan. Hal ini akan berpengaruh pada penurunan nilai dashboard.
Kedua, sekolah tidak mengupdate data terbaru atau managemen sekolah di aplikasi Sispena. Padahal tiap semester sekolah memiliki jumlah guru dan kelas yang bertambah. Sehingga sistem akan beranggapan, sekolah tetap pada penilaian sebelumnya, atau menurun.
“Jika (nilai) outomasi menurun berarti tidak ikut outomasi. Tapi ikut visitasi. Tapi jika (nilai) dianggap tetap dan naik maka ikut outomasi.
Tapi yang celaka penilaian tetap ini ikut penilaian 5 tahun lalu. Sekarang sudah naik banyak. Tapi kalau sekolah hanya terima outomasi saja dan belum berkembang, maka otomasi ini anugerah dianggapnya
Sederhananya sekolah yang dapat outomasi nilainya sama dengan 5 tahun lalu. Dan dapat perpanjangan, 5 tahun. Jadi nilai A setara 5 tahun lalu,” terang dia.
Karenanya, di tahun 2023 ini, pihaknya akan membuat rekom IASP 2020 bagi sekolah-sekolah se Jatim. Sementara untuk kabupaten/kota akan mulai disusun tahun depan.
“Rekom ini untuk sekolah agar siap melaksanakan IASP 2020. Dengan rekom ini akan tahu sekolah-sekolah yang nilai akreditasinya anjlok. Mana yang perlu ditingkatkan harus ditingkatkan kembali,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris BAN S/M Jatim, Muji Raharjo mencatat dari hasil evaluasi visitasi tahun 2022, masih ada 100 madrasah yang tidak terkover visitasi. Sehingga, pada penentuan kuota tahun ini, pihaknya akan mengusulkan untuk dijadikan prioritas sasaran akreditasi.
Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi pihaknya, terbatasnya jumlah assesor juga menyulitkan dalam pelaksanaan visitasi. Tak ayal pelaksanaan beberapa tahap pun jadi solusi.
“Karena itu dalam catatan kami, tahun ini kita usulkan Jatim ada penambahan assesor,” ujar dia.
Lebih lanjut, pihaknya juga mengevaluasi tidak aktifnya sekolah dalam mengisi aplikasi Sispena. Sehingga berakibat pada keterlambatan visitasi.
“Kita coba mendorong sekolah mengisi Sispena. Dan informasi untuk sosialisasi Sispena,” terangnya.
Untuk kuota akreditasi di tahun 2023, Muji menyebut kuota tersebut akan diprioritaskan bagi sekolah, yang belum terakreditasi dan sekolah yang tidak terakreditasi di tahun sebelumnya. Ditambah sekolah yang memperoleh nilai turun berdasarkan hasil analisa dashboard. Asumsinya, tahun 2023 ini pihaknya akan mendapatkan 1.300 prioritas sasaran untuk yang belum akreditasi dan yang perpanjangan. Namun jumlah tersebut bisa bertambah sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran.
Selain itu, Muji menilai, masih banyaknya sekolah yang belum memahami IASP 2020, karena tidak adanya pendampingan. Karenanya, pihaknya akan terus mensosialisasikan pelaksanaan tersebut.

Kinerja Jadi Penilaian Prioritas IASP 2020
Sementara itu, diakui Prof Syaad, masih banyak sekolah yang belum memahami pelaksanaan akreditasi. Yakni dengan menerapkan Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) 2020 yang didasarkan pada performance.
Prof Dr Ir Syaad menyebut berdasarkan hasil evaluasi visitasi tahun 2022 banyak sekolah yang masih tidak tahu instrumen baru yang digunakan dalam akreditasi. Karena sekolah masih menggunakan paradigma lama dan menganggap penilaian dari dokumen.
Padahal dalam IASP 2020, ada dua aspek yang dinilai yakni performance yang meliputi kinerja guru, lulusan, proses pembelajaran serta manajemen sekolah. Aspek selanjutnya yaitu compliment yang didukung dokumen penunjang kinerja guru.
“Bentuk kurikulum apapun, yang dinilai (dalam akreditasi) empat aspek ini. Dilihat kinerjanya kemudian didukung compliment. Di IASP proporsinya 85 persen penilaian akreditasi diukur dari kinerja guru. Sedangkan 15 persen dari dokumen,” tegas Prof Syaad dihubungi Bhirawa, Senin (23/1).
Menurutnya, hal tersebut masih belum dipahami dengan benar oleh sekolah. Apalagi akreditasi IASP dianggap sama dengan visitasi 5 tahun yang lalu. Karenanya sekolah menganggap perolehan nilai akreditasi A sudah bagus. Padahal yang perlu dilihat dan menjadi tolak ukur adalah poin dari nilai A.
“Instrumen sekarang ada sekolah yang dapat nilai 98, 97 banyak. Tapi ada yang menilai A sudah cukup. Bahkan Dinas Pendidikan dan cabang dinas pun beranggapan begitu. Padahal range nilai A ini kan 90-100. Harusnya mereka welcome dan mengetahui nilai A ini berapa,” terang dia.
Ia mencontohkan seperti sekolah yang ada di Sidoarjo mendapatkan A dengan poin 93. Tapi ada sekolah pinggiran dapat A 91. Ini bedanya sedikit.
“Tapi A poin 93 di sekolah bagus ini pakek akreditasi lama. Harusnya dinas dan cabang dinas melihatnya bukan hanya A saja. Tapi akreditasi ini 90-100. Jangan dibiarkan akreditasi seperti biasa,” pungkas dia. [ina]

Tags: