84% Dana Desa di Jatim Digunakan untuk Pembangunan Fisik

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyapa peserta Rakor Evaluasi Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Triwulan I dan Dana Desa Tahap I di Kanwil PBN Provinsi Jatim, Rabu (5/7).

Gubernur Usul Penggunaan Pola Specific Grant
Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengusulkan kebijakan transfer penyaluran dana desa menggunakan spesific grant. Kebijakan ini penting dilakukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya beli masyarakat desa.
Dengan pola specific grant, lanjutnya, maka alokasi dana desa bisa dibagi menjadi 60% pembangunan fisik dan 40% untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pertumbuhan daya beli masyarakat.
“Jalan-jalan desa banyak yang dipaving namun pavingnya beli di kota, sehingga dananya justru pindah ke kota. Seharusnya dana desa ini bisa memberilkan multiplier effect bagi masyarakat desa,” kata Gubernur Soekarwo saat membuka Rapat Koordinasi Evaluasi Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Triwulan I dan Dana Desa Tahap I Serta Persiapan Penyaluran DAK Fisik Tahap II di Aula Majapahit Kantor Wilayah Perbendaharaan (Kanwil PBN) Provinsi Jatim, Rabu (5/7).
Ditambahkannya implementasi penyaluran dana desa selama ini menggunakan metode block grant atau diserahkan kepada kepala desa (kades). Sehingga, pengalokasian dana desa dominan untuk pembangunan infrastruktur atau fisik, sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat relatif kecil. “Berdasarkan survei yang dilakukan Pak Presiden di Tuban 82 persen dana desa digunakan untuk pembangunan fisik, bahkan di Jatim hampir 84 persen untuk fisik,” terangnya.
Pakde Karwo juga mengusulkan, agar kades tidak lagi menjadi penanggung jawab utama anggaran, karena banyak tugas-tugasnya dalam memberikan pelayanan pada masyarakat terganggu. Menurutnya, penanggung jawab dana desa bisa diserahkan pada sekretaris desa (sekdes) selaku ASN.
“Dana desa di Jatim sudah ditransfer ke 30 kabupaten/kota, namun saat ini belum diketahui pasti berapa realisasinya. Oleh sebab itu peran sekdes harus dimaksimalkan untuk membantu administrasi pertanggungjawaban dana desa,” tegasnya.
Terkait DAK, Pakde Karwo meminta, perlu adanya bimbingan teknis dalam usulan dan verifikasi penyaringan awal usulan dari dinas/perangkat daerah. Selain itu juga perlu dibuatkan pedoman verifikasi sebagai acuan Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam melakukan verifikasi usulan DAK. “Bimbingan teknis tersebut diperlukan, karena selama ini pengusulan proyek daerah belum berbasis prioritas, dan dalam mengisi pagu dana usulan masih ditemukan banyak kesalahan,” jelasnya.
Pakde Karwo menambahkan, petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan DAK juga perlu segera dibuat dan sebaiknya dikeluarkan oleh Kemenkeu dan Bappenas. Pembuatan juknis tersebut diharapkan terbit setelah koordinasi dengan Kementerian Teknis, sehingga terbitnya bisa bersamaan dengan Perpres tentang rincian APBN. “Yang terpenting harus ada sinkronisasi antara alokasi anggaran pada Perpres tentang rincian APBN dengan realisasi transfer pendapatan tersebut ke pemerintah daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Perbendaharaan Provinsi Jatim R Wiwin Istanti menyampaikan rakor tersebut bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan peran baru Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai penyalur DAK Fisik dan dana desa antara Kanwil Perbendaharaan dengan Pemprov Jatim. Di samping itu, untuk melakukan pemantauan persiapan penyaluran DAK Fisik triwulan II yang akan segera dilakukan.
Wiwin menjelaskan, berdasarkan data yang ada sampai dengan 10 Mei 2017 DAK Fisik telah disalurkan sebesar Rp 1,24 triliun atau 30 persen dari total pagu DAK Fisik. Sedangkan untuk dana desa sampai dengan 8 Juni 2017 telah disalurkan sebesar Rp 3,8 triliun atau 60 persen dari total pagu dana desa. “Kami masih harus memastikan kelengkapan-kelengkapan penyaluran dana desa bisa dilengkapi sesuai waktu atau timeline yang ditetapkan,” terangnya. [iib]

Tags: